Ambar, seorang mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, selalu merasa bahwa belajar itu adalah proses seumur hidup. Sejak kecil, ia diajarkan oleh orang tuanya untuk selalu memilah dan memilih setiap informasi, terutama yang berkaitan dengan agama. Itu sebabnya, setiap kali ia mendengar sesuatu yang baru tentang Islam, ia selalu ingin memastikan kebenarannya.
Suatu malam, Ambar sedang berjalan pulang dari kampus ketika ia melewati sebuah toko buku kecil di sudut jalan. Toko itu tampak sederhana, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatian Ambar. Di dinding toko buku tersebut, terdapat sebuah papan pengumuman yang cukup mencolok. Tertulis dengan huruf besar:
"Berpuasalah, Kalian Akan Sehat!"
Di bawah tulisan itu, ada penjelasan singkat yang mengklaim bahwa hadist Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa berpuasa tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga membawa manfaat kesehatan. Ambar yang penasaran mendekat dan membaca lebih teliti.
"Apakah benar ada hadist seperti ini?" Ambar bertanya dalam hati. Ia tahu bahwa puasa memiliki banyak manfaat kesehatan, tetapi ia merasa ragu apakah hadist yang tertulis benar-benar sahih.
Dengan rasa ingin tahu, Ambar memutuskan untuk masuk ke dalam toko buku itu. Pemilik toko, seorang pria paruh baya, menyambutnya dengan ramah.
"Selamat sore, nak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pemilik toko.
Ambar pun menunjuk papan pengumuman yang ada di dinding. "Pak, saya penasaran, apakah hadist ini sahih? Saya belum pernah menemukannya di kitab-kitab hadist yang saya baca."
Pemilik toko itu tersenyum. "Oh, itu hadist yang sangat populer. Banyak orang yang datang untuk membaca dan membicarakan manfaatnya."
Namun, Ambar merasa ada yang janggal. Meskipun pemilik toko terlihat yakin, Ambar merasa perlu memastikan informasi tersebut. Setelah pulang ke rumah, ia langsung membuka kitab-kitab hadist yang sering ia baca, seperti Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Ternyata, setelah mencari-cari, Ambar tidak menemukan hadist yang berbunyi seperti yang tertera di toko buku itu.
Ambar semakin yakin bahwa hadist tersebut tidak sahih. Meskipun banyak penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa puasa baik untuk kesehatan, kalimat tersebut bukan bagian dari hadist Nabi Muhammad SAW. Hadist yang ada di toko buku itu kemungkinan besar adalah hadist palsu.
Keesokan harinya, Ambar kembali ke toko buku dan memberi penjelasan kepada pemilik toko. Ia menjelaskan dengan sabar bahwa hadist yang tertulis bukanlah hadist sahih. (Mushfique 2018) Pemilik toko pun tampak terkejut dan mengucapkan terima kasih atas penjelasan Ambar.
"Terima kasih sudah memberitahu saya, Nak. Saya akan berhati-hati dalam menyebarkan informasi agama mulai sekarang," kata pemilik toko dengan penuh rasa hormat.
Ambar merasa lega. Ia tahu bahwa menuntut ilmu bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk menyebarkan kebenaran. Ia melangkah pulang dengan hati yang tenang, semakin sadar bahwa setiap informasi yang kita terima harus selalu diuji kebenarannya, terutama jika itu berkaitan dengan agama.
Cerita tentang Ambar ini menggambarkan pentingnya sikap kritis dalam menerima informasi, terutama yang berkaitan dengan hadist dan agama. Sebagai seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi yang diajarkan untuk memilah dan memilih informasi, Ambar menunjukkan keteladanan dalam mencari kebenaran dan tidak mudah percaya pada sesuatu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Ambar tidak hanya bergantung pada informasi yang dia temui di papan pengumuman, tetapi ia mencari sumber yang lebih sahih dan dapat dipercaya. Dalam hal ini, ia merujuk pada kitab hadist yang sudah terjamin ke shahihannya, seperti Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, untuk memastikan apakah informasi tersebut benar-benar berasal dari Nabi Muhammad SAW.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H