Pada bulan Desember 2019, beberapa media melaporkan adanya penemuan virus di Wuhan, kota terbesar di Cina. Pemerintah RRC menetapkan kebijakan bahwa Wuhan harus berada dalam kondisi Lockdown, kondisi dimana suatu wilayah berada dalam "keadaan istirahat", yakni semua sektor ekonomi dihentikan. Pada akhir Januari 2020, kasus virus ini muncul di Italia, kemudian kasus ini menyebar ke Eropa, dan seluruh penjuru dunia. Akibatnya, semua negara diwajibkan "mengistirahatkan" para karyawan maupun pegawainya. Bisnis-bisnis yang terkena imbasnya adalah hotel dan restoran, transportasi, eceran dan grosir, maupun manufaktur. Ketika terjadi lockdown, secara ekonomi, produksi semakin "terkikis" sedikit demi sedikit. Hal ini tidak akan berpengaruh apabila sektor perdagangan maupun hiburan terbantu dengan kecanggihan teknologi yang mutakhir.
 Sejak dihentikannya kebijakan lockdown mendunia di Mei 2020, roda ekonomi berputar kembali. Vaksin Covid-19 juga  mulai ditemukan dan dikembangkan di Agustus 2021, tetapi hal ini masih menjadi ironi. Dilantaran kuantitas jobseekers dan lapangan pekerjaan masih berbeda jauh. Lagipula, sifat temporary pada lockdown belum tentu dapat meningkatkan potensi ekonomi bisnis seperti semula. Dibutuhkannya waktu yang cukup lama dan tahap yang kontinu dalam meningkatkan UMKM di Indonesia.
Pasca ditemukannya vaksin, perilaku penduduk mulai berubah drastis. Hal ini dikarenakan kecanggihan teknologi di abad ke-21. Beberapa pegawai perusahaan mulai beradaptasi dengan WFH (Work From Home). Begitu juga dengan murid-murid sekolah, yang mulai terbiasa dengan belajar dari rumah. Sayangnya, di sisi lain, hutang publik meningkat drastis. Kini, anggaran pemerintah yang disalurkan untuk keluarga kurang mampu, mulai berkurang. Lantas, bagaimana pemerintah melunasinya? Apakah dengan peningkatan pajak rakyat di masa mendatang?Â
Sekian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H