Agama adalah jalan menuju Tuhan. Ibarat puncak sebuah gunung, maka untuk mencapainya banyak jalan menuju ke sana. Semua jalan itu, menurut pendakinya adalah jalan terbaik. Masing-masing pendaki teguh pada pendiriannya. Itulah sebuah kepercayaan.
Disinlah kita mendapatkan pelajaran berharga akan sebuah kepercayaan atau iman. Ketika kita bertemu dengan pendaki lain kita tidak pernah bersilat lidah (debat), mempermasalahkan, atau meributkan jalan yang paling baik (keimanan) menuju puncak. Tetapi, masing-masing kita tetap fokus pada tujuan yang sama yaitu puncak. Disinilah esensi ajaran toleransi; saling menghargai dan menyuport. Walaupun jalannya berbeda, tapi tujuannya sama yaitu Puncak. Bahkan setiap pendaki sangat peduli; jika pendaki lain mendapat masalah. Puncak itu, menurut umat beragama adalah Tuhan.
Analogi Ini, membuktikan bahwa Tuhan itu Satu. Maka qul huwallahu ahad; katakanlah Tuhan itu Satu. Perintah ini, untuk mengikrarkn Tuhan Itu Satu sebagai pengakuan keimanan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ikrar keimanan tersebut, ditujukan untuk semua umat beragama, walaupun ayat diatas dijumpai pada ayat pertama surah Al-Ikhlas kitab Al-Qur’an; kitab kita umat Islam. Karena Agama Islam rahmatan lil alamiin. Rahmat bagi alam semesta, karena itu ditujukan pada semua umat beragama.
Keberadaan hakiki Tuhan itu Satu, oleh umat Buddha dikenal “Sang Hyang Adi Buddha.” Umat Hindu Bali menyebutnya Acintya atau “Sang Hyang Widhi”, umat kristen meyakini bahwa Tuhan (Allah) Yang Esa ada dalam konsep Trinitas atau tritunggal yaitu Bapak, Yesus, dan Roh Kudus. Sedangkan umat Konghucu menyebutnya “Thian Kong (Tian Gong), populernya mereka menyebutnya “Cheng Xin Huang Tian.”
Lalu, Siapa Tuhan Yang Satu itu? Dialah tempat meminta segala sesuatu. Dia itu tidak beranak dan tidak diperanakan dan tidak ada baginya kesetaraan sesuatu apapun (QS Al-Ikhlas). Karena itu; Tuhan itu Satu. DIA menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepadanya (QS 51 : 56). Sekalipun ada "golongan jin dari manusia" (QS 114 : 5); tetap harus beribadah dan patuh pada Tuhan yang satu tadi. Karena tujuan hakiki kita sama yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Begitu pula umat Buddha mengenal Tuhan Yang Maha Esa dengan mempercayai bahwa "Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang" yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak" (Sutta Pitaka, Udana VIII:3).
Umat Hindu pun demikian. Mereka mengenal dan mempercayai Tuhan Yang Maha Esa itu adalah “Janma Dhyasya Yatah” (asal dari semua yang ada), Sat cit ananda brahman (pengetahuan tak terbatas), Yo’saviditye purusa so’savaham (pemilik kekuatan pengatur alam semesta dan Dia yang tunggal), Maha dewanam asuratwam ekam (Maha Besar dari segala yang ada), dan Ekam eva adwityam tasmad asatah sajjayata (Ia Maha Esa, tidak ada duanya dari padanyalah semua makhluk tercipta). (Brahma sutra I 1.2.).
Umat Kristen juga meyakini bahwa Allah itu Esa (Ulangan 6:4), yaitu yang menjadikan mereka daging dan roh (Maleaki 2:15), Terhormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman (1 Timotius 1:17), Allah yang kekal, yang tak nampak, dan Esa (1 Tim 2:5). Karena Allah itu esa dan esa pula. Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus .
Kepercayaan umat Konghucu, beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dijumpai dalam kitab Yak King yang berarti “Maha besar Khian Khalik Yang Maha Sempurna; berlaksana benda bermula daripadanya; semuanya kepada Tian, Tian Yang Maha Esa” (Tgoan Thwan Sabda 1:1,4), “Wu Ji” artinya mutlak tak ada atau hampa sebagai situasi sebelum benda-benda terwujud. Kemudian, “Tai Ji” (Maha Ada mutlak besar) selanjutnya yang menciptakan Yin (tenaga jagat tak giat/perempuan) dan Yang (tenaga jagat giat/laki-laki) yang membentuk “Si Xiang” yang masing-masing mengandung dua unsur. Kemudian, diciptakan “Ba Gua” yaitu delapan rangkaian yang masing-masing mengandung tiga unsur Trigram, barulah tercipta alam semesta.
Dalam pemahaman tersebut, pada masing-masing agama terdapat benang merah yang sama yaitu Tuhan itu Satu. DIA-lah awal dari segalanya, DIA mutlak ada, dan DIA-lah menciptakan alam semesta berserta isinya. Karena DIA yang memiliki kekuasaan yang tidak ada sebanding atau setara bagainya. Pengakuan ini, mutlak bagi setiap orang beriman. Karena itu, setiap orang beriman dianjurkan untuk Taqwa (ta’at) kepada Allah SWT, Allah, Sang Hyang, atau Thian Kong, sebagai pengekspresian Tuhan Yang Maha Esa.
Perbedaan sebutan ini, menunjukan keberagaman agama. Kita harus meyakini bahwa semua itu kehendak Tuhan (Allah SWT). Namun, kita lebih cenderung memperdebatkannya. Bukankah kita seharusnya tidak pempermasalahkannya, sebagaimana dilakukan oleh para pendaki tadi. Karena apa pun agama kita (jalan pendakian) tujuan sama yaitu Puncak (Tuhan). Perdebatan yang tidak pernah selesai, bahkan pertikaian, pembunuhan, dan perang sekalipun, tetap tidak akan menyelesaikannya. Kompleksitas inilah melahirkan kaum atheis tidak mempercayai agama. Karena menurut mereka Agama itu seharusnya Satu, karena Tuhan itu Satu (Tuhan Yang Maha Esa).