Tidak dipungkiri, radikalisme terus saja mencari korban-korban baru. Tidak hanya kelangan dewasa, tapi juga mulai menyasar kalangan remaja dan anak-anak. Tidak hanya kalangan laki-laki, tapi juga sudah mulai menyasar kelompok perempuan. Namun ada banyak faktor, kenapa perempuan yang selama ini justru menjadi korban, tapi juga muncul sebagai aktor dari terorisme itu sendiri. Â Tentu saja, banyak alasan yang menyertai para perempuan pelaku terorisme.
Dian Yulia Novi, meski baru berusia 27 tahun, memilih menjadi calon pengantin yang siap melakukan bom bunuh diri di depan istana negara. Banyak pertanyaan ketika itu, kenapa Dian berani melakukan itu? Berdasarkan pengakuan yang dikatakan, Dian meyakini bahwa Islam merupakan agama asing dan akan berakhir dengan keasingan. Yang membuat publik bertanya juga adalah, bagaimana bisa dia mau diperistri oleh seorang teroris, demi melakukan tindakan bom bunuh diri? Bagi Dian, meledakan diri merupakan bagian dari upaya membela Islam.
Sekilas, alasan yang dikatakan itu memang terkesan tidak masuk akal. Tapi faktanya, alasan itulah yang dia yakini sampai akhirnya menjadi aktor terorisme. Beruntung petugas berhasil menangkap dan mencegahnya sebelum bom diledakkan. Bagaimana jadinya jika petugas terlambat mengantisipasinya? Tubuh perempuan asal Cirebon itu, tentu akan tercerai berai. Tidak hanya keluarganya yang bersedih, tapi seluruh masyarakat Indonesia juga turut bersedih, karena kembali lagi generasi muda menjadi korban terorisme.
Ada juga perempuan yang menjadi radikal, karena faktor yang lain. Dengan berbekal membela Islam, tidak sedikit para perempuan Indonesia memilih hijrah ke Suriah dan bergabung ke dalam kelompok ISIS. Tidak sedikit para perempuan yang telah terpapar, telah membuat ratusan akun fiktif di media sosial, untuk melakukan propaganda radikalisme. Karena propaganda inilah yang akhirnya membuat banyak pihak menjadi korban, khususnya para generasi muda.
Pada titik inilah, perlu kiranya kita semua menjadi pengingat dan pencegah, agar tidak banyak lagi yang menjadi korban. Tempat perempuan bukanlah menjadi pelaku terorisme. Perempuan justru mempunyai peran yang sangat mulia, dalam membentuk generasi yang toleran. Generasi toleran itu bisa diciptakan dengan mendidik anak-anak dengan dasar yang baik. Hal ini penting, karena saat ini begitu banyak pengaruh-pengaruh yang bisa mengganggu generasi mendatang. Maraknya propaganda negatif, membuat anak begitu mudah melakukan ujaran kebencian.
Dan salah satu pihak yang bisa mewujudkan hal tersebut, adalah mencegah perempuan menjadi korban dan aktor dari terorisme. Menjadi tugas kita bersama untuk mencegah perempuan menjadi korban ataupun aktor. Kita semua harus mendorong para perempuan agar menjadi agen perdamaian. Dengan menjadi agen perdamaian, tidak hanya mendorong tatanan kehidupan yang lebih baik, tapi juga memperbanyak lahirnya generasi-generasi baru yang lebih toleran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H