Indonesia, dengan keberagaman suku, agama, ras, dan antar kelompok (SARA)-nya yang begitu kaya, adalah sebuah anugerah. Keberagaman ini adalah cerminan kekayaan budaya dan sejarah bangsa. Namun, sayangnya, seringkali keberagaman ini justru dijadikan alat untuk memecah belah. Kearifan lokal, yang merupakan hasil dari akumulasi pengetahuan dan pengalaman masyarakat turun-temurun, memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan dan persatuan. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kearifan lokal mengajarkan kita untuk saling menghormati, menghargai perbedaan, dan hidup berdampingan dengan damai.
Belakangan ini, kelompok radikal seringkali membenturkan agara kearifan lokal dengan agama. Â Seringkali kita mendengar anggapan bahwa kearifan lokal bertentangan dengan agama, terutama bagi pemeluk agama mayoritas di Indonesia. Pandangan ini keliru dan perlu diluruskan. Agama dan budaya saling melengkapi. Agama mengajarkan nilai-nilai universal seperti kasih sayang, keadilan, dan toleransi. Sedangkan budaya, termasuk kearifan lokal, memberikan warna dan bentuk yang konkret pada nilai-nilai tersebut. Keduanya saling melengkapi dan tidak perlu dipertentangkan.
Sadar atau tidak, kearifan lokal juga merupakan bagian implementasi ajaran agama. Banyak sekali nilai-nilai agama yang tercermin dalam kearifan lokal. Misalnya, konsep gotong royong dalam masyarakat Jawa mencerminkan nilai persaudaraan yang diajarkan dalam agama. Saat ini banyak yang salah kaprah karena terpengaruh dengan provokasi radikalisme. Paham menyesatkan itu seringkali salah dalam memahami agama dan budaya.
Kelompok radikal seringkali melakukan misinterpretasi terhadap ajaran agama untuk kepentingan kelompoknya. Mereka seringkali membenturkan agama dengan budaya, dengan tujuan untuk menguasai dan mengendalikan masyarakat. Dan tidak jarang masyarakat yang tidak tahu menahu, turut menjadi korban. Karena itulah, penting untuk memahami konteks. Setiap budaya memiliki konteks sejarah dan sosial yang unik. Oleh karena itu, dalam memahami dan mengapresiasi kearifan lokal, kita perlu memperhatikan konteks tersebut. Kita tidak bisa memaksakan satu standar nilai yang sama untuk semua budaya.
Mari terus kedepankan kearifan lokal. Masih ingat kasus seorang pemuda yang menendang sesaji di salah satu gunung di Jawa Timur beberapa tahun lalu? Dalam video yang viral tersebut dia mengatakan bahwa hal tersebut sama hal nya dengan menyekutukan Allah SWT. Dalam Islam tidak dianjurkan untuk menggunakan sesaji. Padahal dia lupa, bahwa sesaji tersebut masih digunakan oleh pemeluk umat Hindu. Bahkan dalam aktifitas kebudayaan, sesaji masih digunakan sebagai simbol terima kasih kepada Allah SWT. Dengan menjaga dan melestarikan kearifan lokal, kita turut menjaga identitas budaya bangsa.
Banyak yang tidak paham, bahwa kearifan lokal juga mengandung pengetahuan tentang lingkungan, pertanian, dan kesehatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal juga bisa mencegah konflik. Dengan saling menghargai dan memahami, kita dapat mencegah terjadinya konflik antar kelompok.
Lalu, bagaimana cara mengedepankan kearifan lokal? Belajar dari leluhur. Pelajari dan lestarikan warisan budaya leluhur kita. Menerapkan dalam Kehidupan Sehari-hari: Terapkan nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari. Sampaikan juga nilai-nilai kearifan lokal kepada generasi muda agar mereka dapat meneruskannya. Kearifan lokal adalah kekayaan bangsa yang harus kita jaga dan lestarikan. Dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal, kita dapat membangun masyarakat yang harmonis, toleran, dan beradab. Mari kita sama-sama menolak segala bentuk radikalisme dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H