Banyak penelitian menyebutkan budaya baca masyarakat Indonesia masih rendah. Tidak semua masyarakat Indonesia mempunyai budaya baca yang cukup. Karena dianggap masih rendah, maka literasinya pun juga ikut rendah.Â
Semua informasi yang berkembang di media online, dianggap sebagai informasi yang benar. Padahal, dalam beberapa tahun kebelakang ini, informasi yang berkembang di media online banyak juga dihiasi dengan informasi bohong.
Penyebaran hoaks alias informasi bohong ini menjadi hal yang mengkhawatirkan. Tingkat toleransi dan keberagaman di negeri ini dianggap menjadi sumber persoalan, yang terus diguliarkan melalui informasi bohong. Akibatnya, semuanya dianggap bertentangan dengan pemahaman sebagian kelompok. Ironisnya, penyebaran informasi bohong ini justru dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk saling menjatuhkan, saling menebar kebencian, saling mencari kejelekan, atau kepentingan yang lain.
Yang mengkhawatirkan adalah ketika informasi bohong itu dianggap sebuah kebenaran. Kebencian yang disebar dianggap sebagai sebuah pembenaran. Akibatnya, potensi konflik di tengah masyarakat bisa sewaktu-waktu terjadi.Â
Konflik yang terjadi akibat provokasi di media sosial pun, juga pernah kita rasakan. Konflik karena terprovokasi ujaran kebencian di dunia maya, juga pernah terjadi. Contoh yang paling sering terjadi adalah persekusi terhadap kelompok minoritas, yang dipicu oleh provokasi di media sosial.
Penyebaran kebencan dan informasi bohong di media sosial dan media online ini, harus disikapi secara serius oleh media mainstream.Â
Kebebasan pers yang kita rasakan saat ini, harus tetap mengedepankan semangat keindonesiaan. Agar pers tidak keluar dari jalurnya. Kebebasan pers bukan berarti bebas memihak kelompok ini atau kelompok itu. Kebebasan pers harus berpihak pada kepentingan publik.
Pers harus mampu meredam maraknya ujaran kebencian, yang sering dimunculkan oleh oknum tertentu. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengingatkan tentang nilai-nilai kearifan lokal yang telah ada di masing-masing daerah. Dan yang tak kalah pentingnya adalah, membaca setiap informasi yang ada secara kritis dan terbuka. Hal ini penting agar rasionalitas dalam diri kita tetap terjaga.
Literasi ini tetap diperlukan sampai kapanpun. Kenapa? Karena kelompok radikal masih terus mempropagandakan paham radikalisme di media sosial. Tanamkan literasi kepada dan lingkungan terdekat. Mari manfaatkan kecanggihan teknologi untuk memperkaya informasi, agar kita bisa melihat gambaran secara utuh. Yang terjadi saat ini, banyak orang yang tidak sepenuhnya mengerti tapi merasa paling benar.Â
Orang lain yang berbeda dianggap sebagai pihak yang bersebarangan karena menyalahi aturan. Orang yang merasa paling benar inilah yang perlu kita luruskan. Dan pers harus bisa memberikan informasi secara utuh, agar orang yang keluar dari jalur bisa kembali ke jalur yang benar.
Ingat, kita adalah Indonesia, yang mempunyai tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi. Dan keragaman tersebut merupakan anugerah dari Tuhan yang harus kita jaga, agar generasi berikutnya tetap bisa menikmati keanekaragaman Indonesia. Mari kita jaga membiasakan literasi, agar kita tidak saling membenci satu dengan yang lainnya. Mari kita saling bergandengan tangan agar segala pengaruh buruk tidak bisa masuk ke negeri ini. Salam damai.