Ahmad Mustofa Bisri, atau yang akrab disapa Gus Mus, pernah mengatakan jika yang waras terus mengalah, maka yang tidak waras akan terus merasa paling benar. Pernyataan ini bisa jadi renungan kita bersama. Di era milenial seperti sekarang ini, banyak pihak yang begitu gemar memosting pesan kebencian. Mengumbar kebencian yang begitu vulgar, menjadi pemandangan yang biasa di era teknologi yang serba canggih ini. Hanya karena persoalan kesalahpahaman, karena tidak ada niat untuk saling mengerti, bisa berujung pada saling bertikai satu dengan yang lain. Kalau sudah jadi pertikaian, media sosial mulai ramai membahas. Ada yang yang sesuai fakta ada yang tidak. Disinilah hoaks itu akan mencoba mempengaruhi orang yang tingkat literasinya rendah.
Kembali pada pernyataan Gus Mus, sing waras ojo ngalah, yang artinya yang berakal sehat jangan mengalah, tidak boleh tinggal diam di era sekarang ini. Tidak boleh ada yang merasa paling benar, dan tidak boleh ada pihak yang dianggap paling tidak benar. Ingat, kebenaran sejatinya hanyalah milik yang menciptakan bumi dan seisinya, yaitu Allah SWT. Tidak boleh ada satupun yang mengklaim dirinya paling benar. Orang yang merasa paling benar, tidak akan berkembang. Sementara perubahan itu hanya akan terjadi, jika ada niat dan usaha dari kita sendiri. Lalu, bagaimana bisa menilainya paling benar, jika tidak menghargai yang namanya perkembangan zaman?
Melawan kebencian di era milenial ini, tidak boleh dengan kebencian. Melawan kebencian harus dihadapi dengan cinta kasih. Mungkinkah? Secara logika memang tidak mungkin. Bisa mati konyol ketika menghadapi amarah yang membabi buta. Lihat pemberiataan media massa. Ada rumah yang dibakar hanya karena dianggap berbeda agama. Ada tempat ibadah yang dibakar, hanya kerena terprovokasi di media sosial. Bahkan ada yang rela menjadi pelaku terorisme dengan cara meledakkan diri, hanya karena menilai hal itu bagian dari berjuang di jalan Allah. Padahal Allah tidak pernah menganjurkan kekerasan. Allah justru mengajurkan untuk terus mengembangkan cinta kasih.
Mari menjadi pribadi yang cerdas, di era yang penuh dengan kebencian dan kebohongan ini, tidak membuat kita mudah terpengaruh. Mari menjadi netizen yang smart, agar tidak mudah menjadi korban provokasi. Rasulullah SAW pernah mengajarkan kepada kita, tentang bagaimana menghadapi orang-orang yang membencinya atau orang-orang yang ingin membunuhnya. Rasulullah SAW selalu menunjukkan cinta kasih kepada siapa saja. Tidak hanya kepada keluarga, teman, saudara, atau orang lain, kepada musuh-musuhnya pun Rasulullah SAW selalu menunjukkan keragaman dan cinta kasihnya.
Saat ini, kebencian sering muncul di dunia maya. Karena itulah, nilai-nilai kearifan lokal juga harus disebarluaskan di dunia maya. Agar kebencian tidak terus menguat dan menjadi virus yang membahayakan semua pihak. Kita harus bangun sebuah dialog yang menyehatkan di media sosial. Membangun dialog ini bisa dilakukan dengan cara membuat tulisan yang menyejukkan bukan menghujat, tulisan yang bisa merangkul bukan memukul dan pernyataan yang bisa menyatukan bukan menceraiberaikan. Sekali lagi jangan diam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H