Mohon tunggu...
Halim Pratama
Halim Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - manusia biasa yang saling mengingatkan

sebagai makhluk sosial, mari kita saling mengingatkan dan menjaga toleransi antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hoaks dan Kebencian Bisa Picu Intoleransi, Lawanlah

11 Januari 2019   23:25 Diperbarui: 11 Januari 2019   23:52 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kenapa informasi bohong begitu sering muncul beberapa tahun ke belakang. Ironisnya, pernah ada sebuah organisasi seperti muslum cyber army dan Saracen yang telah ditangkap polisi, karena terbukti memproduksi berita bohong dan ujaran kebencian. Bagaimana mungkin masyarakat Indonesia menyebarkan kebohongan dan kebencian, di negaranya sendiri? Ibarat rumah, Indonesia adalah rumah kita semua. Apakah kita akan mengotori rumah yang kita tempati sendiri?

Begitu juga dengan anak-anak, merupakan generasi penerus yang akan meneruskan perjuangan kita kedepan kelak. Apakah rela kita mengajarkan anak-anak kita untuk saling membenci dan menebar kebohongan?

Rasulullah SAW selalu memberikan contoh kepada umatnya, agar mengedepankan kejujuran. Ini artinya umat Islam tidak boleh melakukan kebohongan. Pernah dalam suatu riwayat diceritakan ketika suku Badui meminta amalan kepada Rasulullah, yang mudah dilakukan.

Dan Rasulullah SAW berkata 'jangan berbohong.' Dan suku Badui yang ketika itu sering melakukan perbuatan maksiat, akhirnya menghentikan perbuatannya karena takut kalau ditanya Rasulullah, mereka akan berbohong. Contoh ini masih sangat relevan di kehidupan milenial ini.

Penyebaran berita bohong dan kebencian, justru menjadi bisnis tersendiri di era yang modern ini. Apalagi ketika memasuki tahun politik, setiap orang bisa dengan mudahnya mencari kesalahan orang lain dan disebarluaskan agar tidak mendapatkan dukungan masyarakat. Mendapatkan simpatik dengan menebar hoax dan kebencian, itulah yang seringkali dilakukan oknum elit politik kita saat ini. Dan masyarakat, karena tingkat literasinya masih rendah seringkali menjadi korban penyebaran berita bohong dan kebencian.

Dibalik penyebaran hoax dan kebencian ini, ada pihak-pihak yang diuntungkan. Yaitu kelompok radikal yang memang secara sengaja melakukan propaganda radikalisme. Seseorang yang mudah marah, merasa dirinya paling benar, akan sangat mudah terpapar bibit intoleransi dan radikalisme. Sadarkah bahwa dibalik penyebaran hoax dan kebencian ini, ancaman yang mengkhawatirkan itu sewaktu-waktu ibisa muncul. Yaitu maraknya bibit intoleransi dan radikalisme di berbagai penjuru. Dan indikasi ini sudah terlihat. Propaganda radikalisme di dunia maya terus menguat dengan memanfaatkan berbagai cara.

Di tahun politik, hoax dan kebencian ini tidak hanya bisa menaikkan atau menurunkan elektabilitas pasangan calon yang bertarung, tapi juga berpotensi memecah belah kerukunan antar umat beragama di negeri ini. Hoax dan kebencian juga bisa menjadikan generasi muda menjadi radikal dan intoleran.

Begitu bahayanya hoax dan ujaran kebencian ini, semua negara termasuk Indonesia menyatakan perang terhadap keduanya. Karena bibit terorisme di seluruh dunia ini, pemicunya berasal dari intoleransi dan radikalisme. Sementara intoleransi dan radikalisme ini bisa semakin menguat jika diantara kita sudah terpapar oleh kebencian yang tak terkendali. Mari kita jaga rumah kita, Indonesia ini, dari pengaruh bibit kebencian dan kebohongan. Mari kita terus sebarkan pesan damai, agar lingkungan kita tetap rukun, saling menghargai keragaman dan toleransi antar umat beragama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun