Usai resmi mendapatkan nomor urut dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden sudah dimulai. Kampanye ini sejatinya untuk mengenalkan ide, gagasan, dan program pasangan calon jika nanti terpilih. Kampanya juga dimaksudkan untuk mendekatkan pasangan calon dengan para calon pemilih, dalam hal ini masyarakat.Â
Itulah kenapa pasangan calon seringkali melakukan safari politik, mengunjungi tokoh, mengunjungi daerah tertentu, hingga menggelar berbagai macam aktifitas agar popularitasnya bisa naik. Namun dalam kampanye juga tidak jarang terjadi upaya untuk saling menjatuhkan elektabilitas. Dan praktek ini umumnya dilakukan oleh siapa saja. Bisa dilakukan simpatisan, buzzer, ataupun timses.
Cara-cara menjatuhkan elektabilitas ini, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Mengkritisi kebijakan yang dilakukan, mengkritisi statemen yang telah dikeluarkan, hingga mencari kejelekan pada masa lalu. Bahan-bahan itulah yang kemudian diolah menjadi ujaran kebencian oleh pihak-pihak tertentu.Â
Jika ditambah dengan hoax, dikhawatirkan akan membuat kondisi yang tenang menjadi runyam. Kampanye yang seharusnya dilakukan untuk membahas program, justru berubah menjadi membahas kejelekan orang. Kampanye yang seharusnya bisa menjadi ajang saling silaturahmi, justru berubah menjadi ajang untuk saling bermusuhan.
Untuk itulah diperlukan komitmen bersama, dalam menyikapi segala hal di tahun politik ini. Termasuk menyikapi segala informasi yang berkembang. Agar tidak terjebak provokasi yang kian merebak, diperlukan budaya literasi yang kuat.Â
Untuk meredam provokasi di tahun politik ini, mari kita mulai memberikan contoh dari diri kita. Mulai dari setiap ucapan, tulisan, postingan, hingga perilaku sehari-hari, harus mencerminkan nilai-nilai budaya Indoneia. Apakah membenci, mencaci, persekusi itu budaya Indonesia? Kembalilah ke nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila.
Mari kita renungkan dan pahami, betap pentingnya menerapkan nilai-nilai Pancasila itu dalam kehidupan nyata. Sila pertama menegaskan bahwa setiap orang diwajibkan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinnya. Kenapa agama itu penting? Karena salah satu fungsi agama adalah memberikan tuntunan kepada setiap manusia, agar tidak melupakan keberadaan Tuhan.Â
Agama juga bisa menjadi penuntun, agar manusia tidak keluar dari relnya. Dan agama juga bisa menjadi penyejuk bagi siapa saja. Di tahun politik ini, anjuran dan larangan bisa saling bertabrakan. Tidak boleh politik uang, tapi seringkali praktek ini masih ditemukan. Tidak boleh berbuat curang, masih saja ditemukan. Jika kita komitmen untuk menjauhi larangan-Nya, praktek semacam ini semestinya tidak terjadi.
Pancasila menganjurkan untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi kemanusiaan. Dimana nilai kemanusiaan itu, jika diantara kita justru saling bertikai hanya karena perbedaan pilihan politik? Marilah tahun politik ini bisa kita jadikan momentum bersama, untuk mencari pemimpin yang kredibel, bertanggungjawab dan penuh integritas. Tahun politik juga harus kita jadikan momentum untuk saling menguatkan persatuan dan kesatuan, seperti yang diamanahkan sila ketiga Pancasila.Â
Jika terjadi perselisihan atau perbedaan pandangan, harus tetap mengedepankan semangat musyawarah. Budaya musyawarah sejatinya budaya masyarakat, yang kemudian diadopsi dalam sila keempat. Jika tahun politik ini kita bisa mengedepankan semangat Pancasila, pemimpin yang lahir pun diharapkan bisa menjadi pemimpin yang bisa mendorong terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, seperti yang diamanahkan dalam sila kelima. Semoga bisa jadi renungan bersama. Stop hate speech di tahun politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H