Mohon tunggu...
Haidar Halim Al Haq
Haidar Halim Al Haq Mohon Tunggu... Lainnya - XI MIPA 3 - Haidar Halim A (13)

XI MIPA 3 - Haidar Halim A (13)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cerpen: Nenek Pelupa

22 November 2020   20:09 Diperbarui: 22 November 2020   20:23 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap akhir tahun, sekolah Doni libur. Di saat itu, Doni, Ayah dan Ibu akan naik ke mobil dan berkunjung ke rumah Nenek Ica di desa. Nenek Ica mempunyai ladang. Rino suka sekali berlibur ke desa Nek Ica. Setiap pertengahan tahun, sekolah Doni juga libur. Namun di saat itu, giliran Nek Ica yang berkunjung ke rumah Doni. Begitulah cara keluarga Doni mengatur liburan. Agar tidak bosan, kadang mereka liburan di kota, kadang di desa pertanian. Akan tetapi, di tahun ini, Nenek Ica membuat kesalahan.

"Aku yakin, saat ini, giliranku untuk liburan ke kota," gumam Nek Ica yang mulai pelupa. Pelan-pelan, ia lalu mengemasi baju-bajunya dan memasukkannya ke dalam koper. Pada saat yang sama, ibu Doni juga sedang mengemasi tas. Ibu tampak tidak bersemangat. Sambil menutup tasnya, ibu Doni berkata, "Ibu sebetulnya ingin sekali bisa liburan ke pantai. Sekaliii saja supaya tidak sama dengan tahun-tahun sebelumnya." Doni dan adiknya langsung berseru setuju. 

"Aku juga ingin ke pantai, Bu! Jangan ke rumah Nek Ica terus atau cuma berkeliling kota ini. Bosan. Kalau liburan ke laut, kita kan bisa berenang dan menggali pasir. Yah, Ayah, tahun ini kita liburan ke pantai, saja ya?" seru Doni bersemangat. "Tentu saja tidak bisa, sayang," kata ayah Doni. "Akhir tahun ini, kita akan mengunjungi Nenek seperti biasa. Jangan sampai Nenek kecewa dan bertanya-tanya kalau kita tidak datang. Tahun depan saja kalau mau ke pantai. Supaya Nenek juga sudah diberitahu jauh-jauh hari." Rino jadi lesu. Namun, kata-kata ayahnya ada benarnya. Nek Ica pasti sedih kalau mereka tidak datang ke pertaniannya. Doni tak ingin membuat neneknya yang baik hati itu jadi sedih.

Keesokan harinya, cuaca sangat cerah. Doni, Ayah dan Ibu naik ke mobil. Tak lama kemudian, mereka sudah ada dalam perjalanan menuju peternakan Nek Ica. Di sepanjang jalan yang agak macet dan panas, Doni masih berharap andai mereka bisa berlibur ke pantai. Karena ayah Doni mulai kehausan, ia menepikan mobil di dekat kafe pinggir jalan. Mereka bertiga turun dari mobil. Tiba-tiba, wajah ibu Doni tampak kaget, gembira dan dengan bersemangat menunjuk ke parkiran. "Lihat! Mobil itu mirip mobil Nenek!" Doni dan ayah menengok. Mereka bertiga lalu melangkah pelan mendekati mobil itu. 

Astaga, itu memang mobil Nek Ica. Nenek bersandar di pintu mobil dan sedang menyeruput jus jeruk. Seketika itu juga, Doni berlari dan memeluk neneknya. Ayah dan Ibu juga memeluk Nenek dan bertanya heran. "Ibu mau ke mana?" tanya Ayah. "Tentu saja mau ke rumah kalian!" kata Nek Ica heran. Namun ia lalu menyadari kesalahannya. "Astaga, harusnya, ini giliran kalian berlibur di pertanian, ya?" serunya. Ibu Doni tersenyum cerah. "Tidak apa, Bu! Sekarang, kita buat rencana baru saja. Bagaimana kalau tahun ini kita bikin perubahan. Ibu mau kalau kita berlibur ke pantai?" tanya ibu Doni penuh harap.

Wah, tak disangka, wajah Nek Ida berubah sangat ceria. "Tentu saja Nenek mau! Nenek mau bermain air laut!" kata Nek Ica penuh semangat. "Yieeeey... Nanti aku temani Nenek main air!" teriak Doni tak kalah girang. Doni, Ayah dan Ibu tertawa geli melihat Nenek dan cucunya yang bersemangat. Kini, ayah Rino sibuk melihat peta jalannya. "Hmmm! Sekarang ini, kita hanya berjarak sembilan mil dari pantai. Jadi, ayo kita ke sana sekarang!" ajak ayah Doni. 

Di mobil, Nek Ica tertawa dan berkata, "Liburan kita mungkin sudah mulai membosankan dan tercampur aduk. Makanya Nenek sampai lupa harus tetap di pertanian atau mengunjungi kalian! Syukurlah, Nenek membuat sedikit kesalahan!" "Semua orang pernah berbuat kesalahan, Nek. Tapi, kesalahan Nenek ini sungguh menyenangkan!" kata Doni. Mereka semua tertawa lagi. Dan ketika udara pantai yang asin mulai tercium, hati mereka semakin gembira.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun