Mohon tunggu...
Halimatus Sakdia
Halimatus Sakdia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Cum adsunt testimonia rerum, quid opus est verbist.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menelaah Putusan MK Nomor 90/PUU/XXl/2023 Tentang Batas Usia Capres dan Cawapres

11 November 2023   12:16 Diperbarui: 11 November 2023   12:37 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sidang putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batas usia capres dan cawapres pada 16 Oktober 2023 menuai pro kontra di ruang publik. Mahkmamah Konstitusi menolak perubahan batas usia capres dan cawapres. Namun, meski belum berusia minimal 40 Tahun akan tetapi jika sudah memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/ kota  maka bisa maju menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden karena seyogya nya mereka pernah dipilih secara umum oleh masyarakat dan atas kehendak masyarakat.


Hakim MK secara kolektif kolegial memutuskan mengabulkan gugatan sebagaian dengan putusan MK Nomor 90/PUU/XXl/2023 di putus oleh 9 Hakim yang salah satunya merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi yaitu Anwar Usman dan juga merupakan ipar dari Presiden RI atau paman dari cawapres Gibran Rakabuming Raka, yang dalam hal ini kebetulan sekali menjadi acuan atau contoh dalam permohonan pengujian pasal 169 huruf q tentang pemilihan umum yang selanjutnya di nyatakan bahwa " berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945" dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai " berusia paling rendah 40 tahun dan pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk prmilihan kepala daerah".


Pertimbangan Hukumnya dalam pengisian jabatan presiden dan wakil presiden perlu melibatkan para calon yang memiliki kualitas serta pengalaman dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena nya, terkait pengujian konstitusi mengenai usia capres dan cawapres maka hal demikian tidak relevan jika dalam segi kualitas, kredibilitas dan pengalaman sudah matang.


Sesudah di putuskannya perkara ini, tentu publik amat dikejutkan dengan isi putusan dari MK Nomor 90/PUU/XXl/2023 yang secara gamblang mengabulkan sebagian permohonan mengenai bagas usia minimal capres dan cawapres. Tentu saja hal ini menuai pro kontra di kalangan warga Negara, terlebih yang mengabulkan putusan tersebut adalah Anwar Usman selaku ketua Mahkamah Konstitusi yang masih memiliki hubungan darah dengan paslon cawapres Gibran Rakabuming Raka yang memang kebetulan sekali dijadikan acuan dalam pengujiannya. 

Secara etik hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran dimana seharusnya hakim wajib mundur ketika terdapat "saudara" dalam pengujian perkara  tersebut. Akan tetapi Anwar Usman tidak mundur dan tetap menguji perkara mengenai batas usia capres dan cawapres. Maka sudah sangat jelas jika pelanggaran etik Primordialisme dilakukan oleh anwar usman sebagai ketua Mahkamah Konstitusi. 

Selain itu, fakta lain bahwa anwar usman juga menjadi pembicara dalam suatu symposium yang diadakan oleh salah satu universitas dan didalamnya membahas batas usia capres dan cawapres yang belum diputus pada saat itu.

Banyaknya pro kontra dan laporan yang di terima terkait pelanggaran etik pasca putusan batas usia capres dan cawapres Mahkamah Konstitusi menindak lanjutinya dengan membentuk MKMK ( Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi ) yang bersifat Ad Hoc atau sementara yang di ketuai oleh Jimly Asshiddiqie dalam amar putusannya (7/11/2023), menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan ketua Mahkamah Konstitusi.


    Tentunya putusan MK tersebut diambil pasca melakukan pemeriksaan terhadap Anwar Usman sebanyak 2 kali serta terdapat pembelaan dari Anwar Usman. Sebagaimana Peraturan MK Nomor 1 pasal 41 Tahun 2023 tentang MKMK, terdapat 3 jenis sanksi yang diberikan kepada Hakim Konstitusi yang melanggar etik yaitu, sanksi Lisan atau tertulis untuk pelanggaran ringan dan sanksi pemberhentian secara tidak hormat bagi pelanggar etik berat.
Anwar Usman sebagai Hakim terlapor dengan ini diberikan sanksi berupa lisan/ tertulis dengan di copot jabatannya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi karena telah melakukan pelanggaran ringan. Dengan total 21 laporan dengan dugaan pelanggaran kode etik dan Hakim mengenai syarat batas usia capres dan cawapres dan dari laporan-laporan tersebut paling banyak mengadukan Anwar Usman dengan total laporan 15  laporan.


   Oleh karena sifat dari putusan MK adalah final& banding maka MKMK hanya bisa menegakkan etik kepada Anwar Usman selaku hakim terlapor denganemberikan sanksi pencobotan jabatan sebagai ketua Mahkamah Konstitusi . Akan tetapi hal tersebut tidak bisa mengubah substansi dari putusan MK sekalipun banyak dianggap menuai pro kontra.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun