Mohon tunggu...
Halimah Rachma
Halimah Rachma Mohon Tunggu... Freelancer - Halimah Rachma

Halo nama saya Halimah Rachma, biasa dipanggil Ima. Senang membaca jurnal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apakah Perilaku Manusia Dapat Diubah?

5 Desember 2018   08:31 Diperbarui: 5 Desember 2018   09:20 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada pada suatu kesempatan, saya ingin berusaha merubah perilaku seorang teman. Tujuan saya membuat dia berhenti merokok. Karna miris, melihat giginya yang harus gerigis walau masih berusia muda (early 20's). Kita berbeda pendapat. Dia bilang itu tidak penting bagi dirinya, dan yang lebih penting adalah dia tetap kuat berjalan jauh dan berlari. Diakhir bulan ke-tiga usaha saya. Saya menyerah, karna dia jadi kesal dengan saya yang suka datang di kolom chat dengan nasihat-nasihat jangan merokok. 

Tapi, saat itu saya juga kesal. Itu kan artinya saya perduli dengan kesehatannya. Kenapa dia harus sebel dengan orang yang perduli dengan kesehatannya. Saya mengevaluasi kembali perilaku saya. Saya menemukan, cara yang saya lakukan salah dan tidak akan saya ulangi lagi. Kedua mungkin hubungan kami juga tidak terlalu dekat. Sehingga, aneh mengigatkan hal personal. Ketiga mungkin itu perasaan saya saja yang miris melihatnya dan menganggap itu merupakan perilaku buruk, tapi mungkin kita berbeda pemikiran. Merokok bukan suatu perilaku yang menganggu bagi dirinya.

Tapi, sungguh saya tidak suka rokok

Merubah perilaku manusia itu tidak mudah. Tapi mungkin bisa, salah satu caranya adalah dengan menerapkan reward and punishment. Saya melakukan hal tersebut di kelas relawan yang saya ajar. Saya mengajar refugees (anak-anak pengungsi dari beberapa negara timur tengah). Kita berada di satu kelas dengan rentang usia 7-11 tahun yang memiliki latar kemampuan berbeda. Ada yang bisa ngitung sambil merem, tapi ada yang baca aja ga bisa. Kadang mereka berkelahi.

Berteriak, membanting pintu, mengejek, menendang kursi, dan ada yang pernah menangis hingga meraung-raung. Setelah beberapa minggu menghadapi hal ini dan guru-guru yang lain kelawahan. Pekelahian ini utamanya karna ada beberapa yang merasa superior (merasa lebih bisa atau lebih pintar) dibanding yang lain. Para guru sepakat menerapkan sistem tersebut, dimana dalam satu term mereka harus dapat mengumpulkan star sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan hadiah yang rahasia dan spektakuler di akhir. Sistem ini ajaib dan dapat mengurangi perilaku buruk mereka. Walau, tetap saja kadang ada konflik yang tidak dapat dihindarikan.

Agama juga menerapkan hal ini. Dimana di akhirat dijanjikan orang dengan berat timbangan dosa akan masuk ke neraka dan orang yang dengan berat timbangan kebaikannya akan masuk surge. Secara naluriah, manusia sebenarnya sadar bagaimana membedakan perilaku baik dan buruk. Namun kecenderungan ini akan berubah seiring dengan kebiasaan dominan yang suka dilakukan. 

Contohnya orang yang udah keseringan korupsi, mungkin dia udah ga bisa lagi membedakan yang mana perilaku buruk atau bukan. Ya karna udah kebiasaan dan menganggap praktik tersebut 'sudah biasa'. Umumnya, orang tua akan cenderung berperilaku lebih baik dan religious. Salah satunya karna menyadari ancaman surga-neraka akan semakin dekat. Intinya agama ini arahan berbuat baik dan buruk, jadi ketika orang bertindak ada batasannya.

Tapi , memang susah merubah tabiat dan kebiasaan yang sudah berubah menjadi perilaku. Saya jujur gak berharap lebih untuk orang-orang di atas usia 40 tahun untuk berubah. Contoh, Kalo emang pas janjian 'kebiasaan terlambat' saya jadi harus memaklumi itu sebagai sebuah kebiasaanya. Kita sebagai manusia normal yang harus menyesuaikan. Kalo sudah tau tabiatnya suka terlambat, ya sudah datang saja terlambat. Jadi gak sakit hati amat gitu.

Saya juga semakin sadar ekspektasi itu bisa jadi racun. Ekspektasi yang mengakibatkan masalah. Saya ingin ketika saya berkomunikasi dan berhubungan dengan orang tidak terselip ekspektasi saya terhadap orang tersebut. Tapi bagaimanapun juga orang tidak akan pernah lepas dari ekspektasi terhadap orang lain. 

Status dan peranan orang tersebut selalu menempel pada dirinya kan membawa kita untuk berkespetasi pada dirinya. Saya sadar pada hal ini dan selalu menanamkan pada diri saya untuk selalu bertindak sesuai dengan peranan. Peranan saya sebagai seorang guru ya datang tepat waktu, menjelaskan materi, dan memastikan bahwa murid saya dapat membawa ilmu pulang kerumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun