Mohon tunggu...
Halimatus Sadiyah
Halimatus Sadiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa UIN Walisongo Semarang

seorang mahasiswa yang menulis karena tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Secara Umum, Semua Orang Menerapkan Konsep Matematika

29 April 2022   21:50 Diperbarui: 10 Mei 2022   16:09 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Apa yang ada di pikiranmu saat mendengar kata "matematika"? Rumus yang sangat sulit dipahami atau perhitungan yang tak kunjung menemukan hasil? Bisa dikatakan 7   dari 10 orang membenci pelajaran yang satu ini, dengan alasan tidak paham bagaimana cara mengerjakannya, bagaimana memecahkan soal-soal yang rumit. Karena pembahasan kali ini adalah secara umum, maka alasan tidak bisa dan tidak memahami dalam mengerjakan rumus, tidak bisa menghitung dengan baik, bukan penghalang dari pernyataan "semua orang menerapkan konsep matematika".

            Namun perlu diketahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari bahkan sejak kita kecil selalu berdampingan dengan matematika. Konsep pertama matematika adalah angka, maka jika belum memahami angka, seseorang tidak akan bisa memahami matematika selanjutnya dan sejak kecil semua orang tua pasti mengajarkan konsep angka pada anaknya. Dimulai dari berhitung jari, misalnya, setidaknya pemahaman angka satu sampai sepuluh sudah tertanam sejak dini dalam otak manusia, lalu untuk angka-angka lebih dari sepuluh akan dipahami seiring dengan berjalannya waktu.

            Konsep selanjutnya yaitu penjumlahan dan pengurangan. Masih dalam ranah usia balita, konsep yang satu ini mulai diajarkan meskipun pada awalnya tidak langsung on point  1+1, 2+2 dan seterusnya. Misalnya, saat seorang anak mempunyai sejumlah permen, lalu ada teman yang meminta permen tersebut, maka seorang anak yang mempunyai permen tersebut akan merasa bahwa permennya akan berkurang. Sama halnya saat seseorang memberikan sejumlah permen pada anak tersebut, maka anak tersebut akan merasa permennya bertambah banyak. Tak perlu membahas berapa tambah berapa, berapa kurang berapa, dan hasilnya berapa, secara konsep matematika telah dipahami sejak dini.

             Karena dari tadi kita bahas dalam ranah anak kecil, selanjutnya pada orang dewasa khususnya konsep selanjutnya yaitu perkalian dan pembagian. Mungkin, sudah banyak orang yang mengeluh kesal dan tidak paham bahkan pada konsep dasar perkalian dan pembagian. Namun,  beda halnya dengan konteks uang, 8 dari 10 orang dewasa pasti pintar konsep perkalian dan pembagian jika menyangkut uang, seperti bunga per-tahun di bank, pembagian harta warisan, laba dan rugi, manajemen keuangan keluarga, dan lain sebagainya. Hal tersebut membuktikan bahwasanya orang dewasa banyak menerapkan konsep matematika dalam kehidupan meskipun saat ditanya tentang perkalian dan pembagian dengan angka tertentu, mereka masih merasa tidak bisa.

            Seorang influencer tiktok dalam salah satu kontennya pernah menyatakan bahwa manusia pernah menyukai matematika sebelum x dan y (materi aljabar) muncul. Maka dapat dipastikan bahwa materi sebelum munculnya x dan y (aljabar) mayoritas bisa memahaminya. Lalu bagaimana dengan orang yang mengenyam pendidikan di pesantren salaf, yang notabene hanya belajar kitab, menghafal bait-bait nadzom, dan hafalan lainnya?. Eittss, jangan salah, meskipun tidak mempelajari materi matematika sekalipun, konsep matematika tetap ada dan melekat dalam keseharian mereka, para santri salafiyah. Mengatur pemasukan dan pengeluaran uang jajan, salah satu contohnya, saat mengatur keuangan pribadi, mereka menerapkan konsep matematika agar keuangan dapat teratur sistematis dan bisa jaga-jaga agar tidak sampai terjadi kekurangan dalam waktu singkat.

            Selain itu, contoh dari penerapan konsep matematika pada santri antara lain, saat setor hafalan Al-Quran berapa ayat, surah, dan juz yang telah dihafal pasti dihitung, bukan? Juga saat murojaah/ takrir (mengulang-ulang) hafalan pun seperti itu, atau saat akan menambah hafalan (ziyadah), sekian ayat sekali hafalan, atau sekian halaman dalam sehari dengan pembagian yang konstan di setiap waktunya. Lain halnya dengan penghafal hadits, hadits yang dihafal dihitung satuan serta terdapat gelar tertentu bagi penghafal sekian ribu hadits. Beda pula dengan bait suatu nadzom, pada hafalan nadzom sudah ditentukan sampai berapa bait ketuntasan penghafal seperti nadzom Alfiyah ibn Malik sebanyak 1002 bait, nadzom Imrithi sebanyak 254 bait, dan kitab nadzom lainnya.

            Ada pula trik khataman Al-Quran pada bulan Ramadan juga menggunakan konsep matematika. Berapa halaman perhari yang harus dibaca jika ingin khataman sekian kali itu juga menggunakan konsep matematika. Seperti pada gambar di bawah ini:

Perhitungan tersebut sangat efektif bagi para muslim di bulan Ramadan untuk memaksimalkan ibadah mengkhatamkan Al-Quran..

            Setelah membahas konsep matematika yang ada pada zaman ini, konsep matematika juga sudah ada pada zaman Rasulullah. Salah satu sifat wajib Rasul adalah fathonah yang artinya cerdas, pastinya tak perlu diragukan lagi kecerdasan manusia paling mulia ini, Rasulullah Muhammad SAW. Dalam konsep matematika, Khalifah Ali bin Abi Talib meriwayatkan bahwa suatu ketika saat pasukan muslim dan pasukan Qurays sedang mempersiapkan diri untuk perang Badar. Rasulullah mencari informasi tentang kondisi pasukan Qurays kepada dua orang pemuda penyedia air minum pasukan mereka. Rasulullah bertanya tentang lokasi perkemahan kaum Qurays, mereka menjawab "Mereka berada di bibir lembah yang paling ujung, dibalik bukit pasir".

Kemudian Beliau bertanya tentang jumlah pasukan mereka namun keduanya tampak kebingungan sampai para Sahabat tidak sabar oleh sikap keduanya yang tak kunjung menjawab pertanyaan Rasulullah, akhirnya mereka menjawab, "Pasukan kami banyak sekali" Beliau, Rasulullah bertanya lagi, "Ya jumlahnya berapa?" mereka tetap pada jawaban yang sama. Lalu Rasulullah mengalihkan pertanyaannya seraya berkata kepada kedua orang tersebut, "Berapa ekor unta atau kambing yang mereka sembelih setiap harinya?", mereka menjawab bahwa mereka menyembelih sepuluh ekor kambing setiap harinya. Mendengar hal tersebut, maka Rasulullah dapat memprediksikan bahwa jumlah pasukan kaum Qurays sekitar seribu orang, karena setiap satu ekor kambing diberikan kepada seratus orang. Beliau pun tahu kekuatan pasukan musuh sebenarnya. Cerdas sekali bukan Rasulullah SAW kita?

Dari penggalan kisah tersebut dan penjelasan sebelumnya, dapat dipahami bahwa matematika sangat melekat pada kehidupan manusia, sadar atau tidak kita selalu menggunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun