DINAMIKA PERAN DAN POSISI ISLAM PASCA KEJATUHAN KEKHALIFAHAN TURKI UTSMANI
Oleh: Halima Bela, Mahasiswi STID MOHAMMAD NATSIRÂ
Historisme Turki Utsmani hingga berdirinya Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Kesultanan Utsmaniyah berawal dari keturunan suku kabilah di Turkmenistan yang hidup di Kurdistan sebagai pengembala. Sulaiman yang merupakan kakek dari Utsman, beserta kabilahnya saat itu sedang berhijrah dari Kurdistan ke negeri Anatolia karena mereka mendapatkan serangan dari bangsa Mongolia yang dikomandoi oleh Jengis Khan. Mereka pergi dan meninggalkan Kurdistan lalu menetap di kota Akhlat. Setelah Sulaiman wafat, ia digantikan oleh putranya Ertugrul sebagai pelanjut dari kebijakan sang ayah yaitu dengan bergerak melanjutkan perjalanan menuju barat laut Anatolia.
Suatu ketika Ertugrul melarikan diri dengan membawa seluruh keluarganya akibat dari kekejaman pasukan Mongolia, saat dalam perjalanan mereka mendengar suara teriakan dan ketika arah suara itu ditemukan, ternyata ada dua pasukan yang sedang berperang. Dan mereka adalah pasukan kaum Muslimin dan kaum Nasrani. Saat itu peperangan hampir dimenangi oleh kaum Nasrani, melihat itu Ertugrul dan pasukannya ikut membantu kaum muslimin dalam peperangan karena mereka merupakan saudara seakidah dan seagama. Dengan izin Allah, peperangan pun dimenangi oleh kaum muslimin. Seusai peperangan terjadi, komando pasukan dari Bani Seljuk memberikan apresiasi kepada Ertugrul dan juga pasukannya karena kemenangan yang telah diraih oleh kaum muslimin. Dia diberikan sebidang tanah diperbatasan Barat Anatolia dekat dengan perbatasan Romawi. Dia juga diberikan wewenang untuk bisa menaklukkan wilayah kekuasaan yang masih dikuasai oleh Romawi. Dengan begitu, para penguasa Dinasti Bani Seljuk pun telah mendapatkan sekutu baru yang kuat dan orang yang mau ikut berjihad bersama mereka bersama akan melawan bangsa Romawi. Hubungan yang sangat baik pun terjalin antar mereka sepanjang hidup Ertughrul sampai beliau wafat dan digantikan oleh anaknya yang bernama Ustman. Utsman lahir pada tahun 656 H/1267 M. Nama Utsman inilah yang dijadikan sebagai ikon kekuasaan Turki Utsmani. Utsman mendeklarasikan berdirinya kerajaan Utsmani di Turki ketika Dinasti Bani Seljuk sudah runtuh. Banyak sifat-sifat kepemimpinan yang muncul dalam diri Utsman karena ia merupakan seorang komandan militer dan tokoh politik. Ia memiliki keberanian yang luar biasa hingga berhasil membuat pasukan Salib kocar-kacir. Karena keberaniannya itulah yang menjadi simbol perjuangan bagi para penguasa Daulah Utsmaniyah. Ia juga memilki sikap yang bijak, keikhlasan dan kesabaran, sikap adil dan suka menepati janji.
Sepeninggal Ustman, Daulah Turki Utsmani dipimpin oleh anaknya Orhan. Orhan mulai melanjutkan kebijakan politik ayahnya dalam memerintah dan melakukan penaklukan. Pada masa pemerintahannya, ia berhail membangun militer baru yaitu militer Islam dan pasukan Inkisyariyah. Anggotanya adalah orang yang baru masuk Islam. Orhan berhasil menaklukkan beberapa wilayah di Barat Laut Asia Kecil, dekat Kota Istanbul.
Setelah Orhan bin Utsman wafat, ia digantikan oleh Sultan Murad I sosok pemberani dan dermawan dalam memimpin. Ia mampu memperluas wilayah Turki Utsmani dan berhasil meriah kemenangan dalam pertempuran Kosovo. Ia wafat sebagai syahid fan digantikan oleh Sultan Bayazid I yang memilki julukan sang petir karena pergerakannya yang cepat seperti kilat. Pada masa pemerintahan Bayazid, ia berseteru dengan Timurlank yang terkenal dengan pemberani, jenius dalam taktik perang dan kepiawaiannya dalam berdiplomasi. Karena emosi dan tergesa-gesa, akhirnya Bayazid mengalami kekalahan dan pertempuran dimenangi oleh Timurlank dan Bayazid menjadi tawanan hingga meninggal dunia. Timurlank mengembalikan seluruh pemimpin Anatolia serta mengembalikan wilayah-wilayah yang sudah ditaklukkan oleh Bayazid. Tak hanya itu, ia juga memecah anak keturunan Bayazid untuk memperebutkan kekuasaan. Setelah melewati masa setahun Timurlank dan pasukannya menghancurkan apa saja yang mereka temukan. Dan negeri dibiarkan dalam kondisi mengenaskan, hancur lebur dan kacau balau.
Bangsa Turki tetap tegar dalam menghadapi tragedi ini sampai kekuasaan dipimpin oleh Sultan Muhammad I, yang mampu menyatukan kembali tanah-tanah Utsmaniyah yang terserak dan sempat hilang. Ia mengerahkan segenap tenaganya untuk menghilangkan fitnah-fitnah yang dilalui Daulah Utsmaniyah dan mulai menerapkan sejumlah sistem dalam negeri yang menjamin tidak terjadinya kekacauan di kemudian hari. Ketika sibuk dengan misi-misi damai, ia merasa ajalnya sudah dekat sehingga ia menunjuk anaknya yaitu Sultan Murad II sebagai pengganti dirinya untuk memimpin Daulah Utsmaniyah.
Sultan Murad II berhasil menguasai kota Nicea di Anatolia, Kota Slotlenek dan kota Albania. Ia juga berhasil melancarkan serangan mematikan terhadap gerakan-gerakan pembangkangan (separatis) di negeri Balkan. Sultan Murad II wafat di Istana Edirne, ia meminta agar diatas kuburannya tidak dibangun apapun. Agar ada tempat yang bisa disediakan untuk para hafidz untuk membacakan Al-Qur'an.
Setelah wafatnya Murad II, tonggak kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Muhammad II yang dijuluki Al-Fatih atau Abu Al-Khairat. Al-Fatih berbeda dengan sultan-sultan yang lain karena sosoknya yang unik, dan memiliki sifat kuat dan adil kepada rakyatnya. Diantara misi terpenting Al-Fatih adalah menaklukkan Konstantinopel. Penaklukkan ini memilki pengaruh yang sangat besar bagi dunia Islam dan Eropa.
Berbagai pencapaian dan perluasan wilayah telah dilakukan oleh para khalifah Daulah Utsmani. Pencapaian dan kemajuan telah didapatkan, pencapaian dalam bidang pemerintahan, militer, seni dan arsitektur, perdagangan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun hal itu perlahan sirna ketika Turki Utsmani dipimpin oleh Khalifah yang tidak mengedepankan Islam sebagai pedoman hidupnya dan hanya mengedepankan hawa nafsunya saja. Disinilah awal mula terjatuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani.Â