Mohon tunggu...
Halimah Rose
Halimah Rose Mohon Tunggu... Guru - Hidup akan lebih indah jika bermanfaat untuk orang lain

Sejatinya adalah seorang ibu rumah tangga yang mencintai keluarganya. Pekerjaan lain hanyalah sampingan sebagai wadah untuk selalu berproses.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merdeka Mengajar: Koneksi antarmateri Pemikiran KHD hingga Pembelajaran Berdiferensiasi

10 September 2022   20:42 Diperbarui: 10 September 2022   20:44 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabaarakatuh.

Izinkan saya berbagi tentang pemahaman saya mengenai Merdeka Mengajar.

Koneksi Antarmateri Modul 1.1, Modul 1.2, dan Modul 1.3, Modul 1.4, Modul 2.1

Filosofi Pemikiran KHD, Nilai dan Peran Guru Penggerak, Visi Perubahan Guru Penggerak, Budaya Positif, dan Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid melalui Pembelajaran Berdiferensiasi

Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Banyak hal yang saya dapatkan setelah mempelajari filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam kaitannya dengan Guru Penggerak yang saya ikuti sekarang.

Hal penting yang saya ingat ketika pertama kali saya masuk ke kelas setelah mempelajari filosofi ini dari fasilitator dan pengajar praktik ketika lokakarya adalah tentang tugas seorang pendidik yang harus menuntun murid-muridnya menuju keselamatan dan kebahagiaan. Seorang pendidik perlu menghamba kepada murid agar pembelajaran yang diberikannya membawa manfaat dalam kehidupannya kelak. Pendidik diibaratkan seperti seorang petani atau tukang kebun yang senantiasa melayani kebutuhan murid-muridnya.

Nilai dan Peran Guru Penggerak

Seorang pendidik harus memiliki nilai-nilai sebagai guru penggerak untuk dapat menggerakan murid-muridnya.  Berpihak pada murid, inovatif, reflektif, kolaboratif, dan mandiri. Nilai-nilai ini perlu dimiliki dalam rangka menuntun murid-muridnya.

Selain nilai-nilai, seorang guru penggerak  pun perlu memiliki peran  sebagai guru penggerak. Menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mewujudkan kepemimpinan murid, pendorong kolaborasi, dan penggerakan komunitas praktisi di sekolah.

Dengan nilai dan peran ini, pendidik  dapat lebih percaya diri dalam menggerakan murid untuk memiliki karakter pelajar pancasila, teman sejawat untuk menerapkan filosofi pemikiran KHD,  dan institusi pendidikan untuk bergerak bersama.

Setelah seorang guru penggerak memiliki kepercayaan diri dalam menggerakkan murid atau menjadi pemimpin pembelajaran bagi muridnya, seorang guru penggerak mampu menyusun visi perubahan. Visi perubahan itu sendiri  harus mampu mencerminkan nilai dan peran guru penggerak  dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila.

Visi Perubahan Guru Penggerak

Visi perubahan yang disusun oleh guru penggerak  dapat tercapai jika direncanakan dengan baik, terukur, konkret, dan sistematis dengan mengikuti alur dalam pemikiran inquiry apresiatif. Lalu, guru penggerak menyusun visi perubahan menggunakan tahapan kanvas BAGJA (Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi)  . Kanvas BAGJA ini telah dilatihkan dalam ruang kolaborasi bersama dengan teman sejawat.Setelah mampu berlatih membuat kanvas BAGJA bersama rekan guru yang lain, guru penggerak menuangkan visi perubahannya dalam Kanvas BAGJA sendiri.

Budaya Positif

Seorang guru penggerak yang telah memiliki visi perubahan untuk diri dan lingkungan sekolahnya, guru penggerak diharapkan mampu menghidupkan budaya positif di sekolah. Budaya positif ini dapat dimulai dengan memahami, melakukan, dan menerapkan perubahan paradigma belajar. Salah satu poin penting dalam perubahan paradigma belajar ini adalah guru yang mampu merancang pembelajaran berdiferensiasi untuk melayani murid sesuai kebutuhan belajarnya dalam rangka membentuk karakter pelajar Pancasila.

Untuk menerapkan budaya positif ini, guru perlu menerapkan disiplin positif.  Penerapan disiplin positif ini pada akhirnya mengharapkan murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar  sepanjang hayat.  Sebagai pendidik,  tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang  memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa  berperilaku dengan  mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik (tidak terpengaruh pada hukuman/hadiah), bukan motivasi ekstrinsik.

Adapun nilai kebajikan universal  yang diharapkan ada dalam diri peserta didik adalah seperti yang tertuang dalam karakter profil pelajar Pancasila, yaitu dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, Lalu, ada  dimensi mandiri, bernalar kritis, berkebhinekaan global, bergotong royong, dan kreatif.  Nilai-nilai ini  merupakan  tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menerapkan disiplin positif adalah dengan cara restitusi. Restitusi dapat membantu murid  menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Restitusi adalah proses  menciptakan kondisi murid  untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa  kembali pada kelompok  mereka,  dengan karakter yang lebih kuat. (Gossen, 2004).

Restitusi akan berjalan efektif jika guru dan peserta didik  menyepakati keyakinan kelas. Karena keyakinan kelas dibuat dan disepakati bersama, diharapkan peserta didik tergerak dan bersemangat  untuk menjalankan keyakinan  daripada mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa memahami tujuan mulia.  Selain menyepakati keyakinan kelas, restitusi dapat berjalan efektif juga jika seorang pendidik memahami kebutuhan dasar setiap peserta didik, yaitu kebutuhan dasar bertahan hidup, kasih sayang dan rasa diterima, penguasaan, kebebasan, dan kesenangan.

Pemahaman kebutuhan dasar ini sangat diperlukan oleh pendidik dalam rangka menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran. Terutama jika guru mampu menempatkan dirinya sebagai posisi kontrol   restitusi, yaitu posisi manajer.  Posisi manajer adalah posisi yang paling disarankan daripada empat posisi kontrol lainnya, yaitu posisi penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, dan pemantau. Posisi manajer ini berperan penting  dalam berbuat sesuatu dengan peserta didik  secara bersama, mempersilakan peserta didik  mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung peserta didik  agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.

Agar peserta didik dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri dan menyadari kesalahannya, pendidik dapat menerapkan segitiga restitusi untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Pendidik dapat menstabilkan identitas si anak, memvalidasi tindakan yang salah, lalu menanyakan keyakinannya untuk berubah.  Hal inilah yang perlu dilakukan pendidik untuk menumbuhkan disiplin positif. Jika telah terbentuk disiplin positif dalam diri peserta didik, tentu akan terbentuk lingkungan yang positif, yang akhirnya akan terbentuk budaya positif di sekolah.

Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid melalui Pembelajaran Berdiferensiasi

Tugas seorang pendidik adalah menyediakan lingkungan positif yang memungkinkan setiap peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing karena setiap anak itu unik. Keunikan mereka berasal dari keragaman yang melekat pada diri anak tersebut, seperti keragaman minat, keluarga, ekonomi,  bahasa, suku, gaya belajar, dan lain-lain. Jadi, karena setiap anak adalah unik, seorang pendidik perlu melakukan pembelajaran yang beragam sesuai kebutuhan masing-masing anak.

Untuk memenuhi keberagaman pembelajaran di kelas sesuai kebutuhan peserta didik, pendidik dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan  proses pembelajaran di kelas  untuk memenuhi kebutuhan belajar murid. (Tomlinson: 1999: 14) Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal  yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Tomlinson  menyampaikan bahwa  pendidik dapat melihat kebutuhan belajar murid berdasarkan tiga aspek, yaitu  kesiapan belajar murid,  minat murid, dan profil belajar murid.

Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi bukan berarti seorang pendidik membuat rancangan pembelajaran sejumlah peserta didik. Namun, pembelajaran berdiferensiasi, pendidik perlu memetakan  peserta didik berdasarkan kebutuhan yang sama atau mirip. Pendidik dapat merancang pembelajaran, baik media, metode, strategi yang digunakan menganut pembelajaran berdiferensiasi konten, berdiferensiasi proses, dan berdiferensiasi produk. Hasil akhir dari pembelajaran berdiferensiasi ini pun menjadi bervariatif sesuai dengan kebutuhan belajar murid.  Murid pun merasa merdeka karena kebutuhannya terpenuhi.

Berdasarkan paparan di atas, pendidik yang  mau mengubah paradigma belajar yang merdeka seperti pemikiran Ki Hajar Dewantara  akan dapat melaksanakan pembelajaran yang berbeda dari biasanya.  Pembelajaran menjadi berpusat pada murid, kebutuhan murid terlayani dengan baik  melalui pembelajaran berdiferensiasi. Tentu hal ini  akan terbentuk disiplin positif pada murid dan akhirnya dapat menimbulkan budaya positif di sekolah.

Semangat bergerak, Bapak/Ibu Guru Hebat.

ADE SUMIATI

SMP NEGERI 155

PENGAJAR PRAKTIK        : SAPTINI PUDJI ASTUTI

FASILITATOR                      : MEZRA E. PELLONDOU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun