Mohon tunggu...
Halimah Banani
Halimah Banani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berteman Saja, Tidak Perlu Mendeteksi Ketulusan Seseorang

31 Januari 2019   00:20 Diperbarui: 31 Januari 2019   00:48 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya sering bertanya-tanya, kenapa beberapa orang yang saya kenali sering kali memiliki tatapan curiga. Menatap teman seperjuangannya atau teman ngobrolnya seolah-olah mereka tidak aman. Begitu berjaga-jaga kalau saja ada pisau yang ditusukkan kepada mereka tanpa mereka sadari. 

Padahal yang saya lihat semuanya baik-baik saja. Tidak ada gerakan mencurigakan. Kalaupun ada, ya paling saya biarkan. Toh, semua orang sering kali bersikap tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya atau isi hatinya tidak sesuai dengan apa yang ditampilkannya. Itu lumrah saja!

Sayangnya mungkin tidak semua orang menganggap hal tersebut lumrah. Ada banyak orang yang membesar-besarkan perkara yang sebenarnya tidak asing. Perkara yang sudah menjadi rahasia publik. 

Kemudian mereka mulai kehilangan pandangan jernih dan memiliki tatapan curiga. Kepada satu orang, dua orang, dan akhirnya mereka mencurigai semua orang. Bertanya-tanya apakah orang-orang yang ada di samping mereka adalah orang-orang yang tepat. 

Lantas mereka mulai bertingkah seperti detektif. Mencari tahu tentang ini dan itu. Mendeteksi segala kemungkinan, yang sebenarnya itu hanya untuk memuaskan imajinasi mereka saja.

Jujur saja, dalam berteman saya tidak terlalu pusing tentang seperti apa teman saya. Apakah dia orang yang baik. Dari keluarga baik. Punya riwayat hidup yang baik. Saya lebih suka mengabaikan semua itu. Berteman ya berteman. 

Jika mereka bercerita atau ada hal buruk pada diri mereka, selama itu tidak merugikan saya, maka saya terima saja. Namun lain lagi ceritanya jika teman saya sudah berlaku tidak baik (tidak baik dalam kadar yang saya tentukan), maka saya tidak banyak protes. 

Hanya mengangguk, lantas tidak lagi menjalin komunikasi atau hal lainnya. Paling basa-basi di awal dan kemudian menghilang. Ya, sama seperti sikap saya kepada para mantan. Nah lho? Bohong-bohong.

Lagi pula tidak ada faedahnya juga mendeteksi hal-hal seperti ketulusan orang lain, apakah orang ini baik atau buruk, dsb. Menurut saya itu hanya buang-buang waktu. Baik-buruk, peduli-tidak peduli, jujur-bohong, semua itu sangatlah beda tipis. Mereka dipisahkan dengan sehelai benang. Kalau benangnya putus, ya bukan tidak mungkin setiap sisinya akan berseberangan. Dan saat kita sibuk mendeteksi, ternyata yang tulus sudah berpindah kepada yang tidak tulus, yang jujur sudah berpindah kepada yang bohong, yang peduli sudah menjadi tidak peduli. Atau malah sebaliknya. Yang bohong sudah menjadi jujur, yang tidak tulus sudah menjadi tulus, yang tidak peduli sudah belajar peduli.

Ah, bikin pusing saja.

Ada begitu banyak kerumitan yang kadang dipilih orang-orang, padahal ada lebih banyak hal yang hanya perlu dijalani. Tidak usah ambil pusing. Tidak perlu ditelaah lebih dalam karena bisa jadi kita malah mengurangi nilai-nilai di dalamnya (yang entah; saya sendiri tidak tahu). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun