Air merupakan sumber daya alam yang sangat vital bagi kehidupan. Tidak ada air maka tidak ada pula kehidupan. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan telah meningkatkan pula penggunaan terhadap sumber daya air. Sementara di lain pihak , ketersediaan sumber daya air semakin terbatas, bahkan di beberapa tempat dikatagorikan berada dalam kondisi sangat kritis. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti pencemaran, penggundulan hutan, kegiatan pertanian yang mengabaikan kelestarian lingkungan, dan perubahan fungsi daerah tangkapan air.
Air dapat ditemukan dalam semua lini kehidupan, mulai dari sel sederhana sampai ekosistem yang paling rumit sekalipun. Air adalah senyawa paling vital dan intim dalam kehidupan manusia. Keyakinan bahwa air adalah berkah dan sumber segala kehidupan adalah nilai universal yang terus hidup dalam tradisi, kepercayaan, dan bahkan agama yang dianut oleh segenap masyarakat di seluruh penjuru dunia. Sebagian besar kepercayaan tradisional dan agama di Indonesia menempatkan air sebagai sumber kehidupan, berkah dan kesembuhan. Dengan demikian, air bukan sekadar untuk kehidupan tetapi air adalah kehidupan itu sendiri.
Masing-masing peradaban mempunyai cara tersendiri dalam memelihara air dan ekosistemnya. Tidak jarang ditemukan aktivitas irasional atau supranatural dalam memelihara dan mempertahankan kualitas mata air. Oleh karena itu, sudah saatnya dikembangkan kebijakan tentang pengelolaan mata air melalui program perlindungan mata air, khususnya diprioritaskan di wilayah atau pulau yang penduduknya relatif padat. Program ini merupakan upaya untuk melestraikan nilai dan keberadaan mata air. Upaya ini merupakan kegiatan yang sifatnya urgen, perlu segera dilakukan karena kelestarian nilai keberadaan mata air akan menjaga/melindungi tata-nilai siklus hidrologi dan tatanan ekosistem setempat.
Dalam Islam, air adalah rahmat dan rezeki dari Allah SWT, dan harus dijaga kelestarian sumbernya. Disebutkan pula air tidak hanya menopang kehidupan saja, bahkan air menentukan peradaban suatu bangsa. Peradaban agraris dan maritim sangat lekat dengan keberadaan air. Bahkan tidak jarang peradaban tinggi pada masa lalu berada di sekitar sungai atau muara sungai. Jadi, jelaslah bahwa siapapun yang memanfaatkan air, khususnya mata air, akan mendapatkan banyak manfaat tanpa terkecuali, seperti di jelaskan dalam Al Quran berikut ini:
“Dan ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya. Makan dan minumlah rezki Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan” (Q.S. 2 : 60)
Persoalan air adalah persoalan hidup atau mati. Tetapi, apakah perlakuan manusia terhadap air ini telah memperlihatkan bahwa kita menanganinya seperti menangani sumber hidup atau matinya manusia? Kelihatannya belum. Bahkan kita sering lupa kalau air itu sumber hidup atau matinya kita, kecuali pada saat kekeringan atau kebanjiran. Hal tersebut bukan karena kita tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman, tetapi lebih disebabkan oleh rendahnya social capital (akhlak) manusianya yang rendah.
Hutan yang menjadi wilayah resapan air tidak dijaga sebagaimana mestinya. Manusia yang mengemban tugas mulia yaitu khalifatullah fil ardl justru melakukan berbagai kerusakan. Akibatnya semakin tahun sumber mata air semakin mengecil bahkan hilang sama sekali. Di jawa timur saja contohnya, pada era tahun 70-an jumlah mata air sekitar 4.389 mata air, tapi kini entah tinggal berapa ratus mata air. Innalillahi….
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dr. Masaru Emoto dari Jepang, menunjukkan bahwa air memiliki jiwa. Perlakuan bijak terhadap air, sugesti kata yang positif terhadap air secara mikroskopis akan membentuk molekul kristal yang indah. Sebaliknya, ketika air mendapatkan sugesti kata-kata jelek, negatif, akan membentuk molekul yang tidak beraturan. Dengan demikian air dapat merespon setiap perlakuan yang diberikan kepadanya.
Dr. Masaru Emoto menyimpulkan bahwa sesungguhnya air itu hidup dan dapat diajak komunikasi (seperti dapat melihat, membaca dan mendengar). Berdasarkan hasil penelitiannya, kalau air diperdengarkan suara musik yang merdu atau diperlihatkan kata-kata yang positif (misal kata “cinta dan terima kasih”), maka kristal air akan berbentuk sangat indah dan air ini sekaligus dapat berfungsi sebagai obat penyembuh yang luar biasa dalam tubuh manusia. Jika hal sebaliknya diberikan kepada air, misalnya diperdengarkan suara musik heavy metal dan diperlihatkan kata-kata yang negatif (misal kata “benci, jahat, sakit”), maka bentuk kristal air akan menjadi tidak indah dan kalau air ini diminum akan memberikan dampak yang kurang bagus terhadap kesehatan tubuh.
Kalau kita amati rendahnya perlakuan manusia terhadap sumber daya air ada dua hal. Pertama, manusia sering lalai dalam melihat air sebagai kepentingan individu semata. Kita lalai bahwa air itu menyangkut kepentingan publik juga. Baik untuk individu, belum tentu baik untuk publik. Karena itu, kita tidak hemat atau bahkan merusak sumberdaya air tersebut dan kualitasnya, sehingga pihak lain tidak dapat memanfaatkannya. Kedua, kita juga sering keliru dalam menangani air tersebut hanya dalam konteks kepentingan jangka pendek, tanpa menghiraukan kepentingan jangka panjang.
Sebagai sebuah layanan publik yang sangat mendasar, penyediaan air bagi masyarakat seharusnya menjadi tanggung jawab negara sehingga harus dikuasai oleh negara, sesuai Pasal 33 UUD 1945. Jika penyediaan sumberdaya air diserahkan kepada swasta (di privatisasi), terutama yang langsung bersumber dari mata air, maka penguasaan negara terhadap air untuk kemakmuran rakyat akan hilang. Seperti yang terjadi di negeri ini sekarang, air yang seharusnya menjadi wilayah social justru di kapitaliskan. Akibatnya volume air yang awalnya besar menjadi terus berkurang karena tiap harinya harus disedot sekian juta kibik.
Kerusakan sumber mata air sebenarnya bisa dicegah dengan lima cara yaitu; Pertama, stop pemanfaatan mata air untuk swasta, khususnya masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi, seperti apartemen, mall dan air minum dalam kemasan. Seperti halnya kebijakan bahan bakar premium dan pertamax. Apartemen dan mall seharusnya memiliki instalasi pengolahan air minum sendiri dengan bersumber dari air permukaan selain mata air.
Kedua, mata air harus dijadikan sebagai sumber air terakhir, nasionalisasikan pengelolaan air minum dan jadikan PDAM layak minum. Ketiga, sosialisasi dan kampanye upaya perlindungan mata air untuk meningkatkan komitmen para pengambil keputusan dan pertisipasi pemangku kepentingan terkait dalam upaya perlindungan mata air. Keempat, pengembangan perangkat dan bentuk perlindungan mata air dan daerah sekitarnya (adanya kelembagaan, pedoman, dan perencanaan pengelolaan). Kelima, pemeliharaan wilayah (pengendalian kerusakan) mata air dan kawasan resapan air, pengawasan, dan penegakan hukum.
Sekaranglah saatnya, Jangan ditunda lagi! perlunya dirancang gagasan program perlindungan sumber mata air dengan ngrumat, ngruwat, dan ngramut sumber mata air jangka panjang sehingga keberadaan sumber mata air bisa diwariskan dari generasi ke generasi. Apalah artinya kemegahan dan keindahan bangungan-bangungan mewah pencakar langit yang kita wariskan apabila itu justru semakin merusak lingkungan. Bukanlah pujian yang kita dapat dari anak cucu kita kelak, tapi yang terlontar adalah cacian dan makian pedih karena kita telah mewariskan ekosistem yang telah rusak berat. Mari, tidak usah menyalahkan orang lain, awali dari diri kita sendiri. Berani berubah demi kelestarian sumber mata air. Salam lestari….. [caption id="attachment_185587" align="aligncenter" width="515" caption="Sumber Mata Air"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H