Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemunduran Pengetahuan Pada Sekolah Berbasis Agama

16 Mei 2022   12:00 Diperbarui: 26 Februari 2023   17:31 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: tanwir.id

Pada awal abad ke-11, dua khalifah Abbasiyah mengumumkan penggunaan "akidah Sunni". Isinya menegaskan bahwa; mereka yang pandangannya dianggap bertentangan dengan Sunni, termasuk beberapa ahli teologi "rasionalis" yang biasa disebut dengan Mu'tazilah, dan para filsuf, mereka akan dinyatakan sebagai murtad, serta menghadapi ancaman hukuman mati. 

Seruan untuk pembentukan ortodoksi Sunni ini bertepatan dengan kebangkitan negara militer seperti Ghaznawi, yang menggelorakan Sunni di Asia Tengah. Kemudian, Kesultanan Seljuk 1040-1194 masehi. Di masa kebangkitan negara-negara Sunni ini, mengakibatkan sistim-sistim dogmatis dalam pelajaran di sekolah-sekolah Islam berkembang dengan masif karena didukung militer. Imperium-imperium ini kuat dari segi militer namun dianggap gagal membangkitkan dinamisme intelektual dan ekonomi muslim.

Inilah yang menurut Ahmet T. Kuru menjadi pemicu utama ketertinggalan dunia Islam dalam ilmu pengetahuan. Karena maraknya sekolah madrasah atau pesantren pada dunia Islam yang minim sekali memberikan pelajaran ilmu saintifik, mengakibatkan siswanya hanya dijejali dengan kupasan-kupasan mengenai validitas dan hafalan dalil. Apalagi di negara atau tempat tersebut, pemerintahnya menggelontorkan anggaran cukup besar untuk memfasilitasi lembaga dan sekolah yang mengelola kegiatan keagamaan.

Jadi ketika dunia luar sangat kompetitif berpacu dalam pencarian sumber-sumber daya yang kian hari kian menipis, dan penggalian model-model teknologi untuk menopang kehidupan agar tetap berlangsung bahkan menjadi lebih baik. Maka pendidikan agama yang berorientasi pada destinasi yang bersifat non ukhrowi dianggap sangat lamban memberikan kontribusi terhadap perkembangan kehidupan. 

Secara jujur, memang agak sulit menemukan keluasan berpikir dari orang-orang yang belajarnya hanya fokus untuk meneliti teks-teks keagamaan, lalu mengglorifikasi hasilnya kepada khalayak. Ketika sudah punya pemahaman tentang tafsirnya, mereka bertengkar. Berselisih pendapat, lalu mengatakan seolah ijtihad nya lah yang paling benar. Ada yang menggunakan kekerasan baik verbal atau fisik, ketika interpretasi orang lain terhadap teks miliknya tadi berbeda.

Riset Kuru, dilakukan pada negara-negara dengan tingkat fundamentalisme agamanya yang sangat tinggi. Sebut saja Pakistan, Afganistan, dan beberapa negara gagal lain yang berkonflik karena agama. Bagaimana dengan Indonesia? Gejala-gejala ke arah sana sepertinya sudah ada. 

Apa tandanya? Ketika segala sesuatu selalu dikaitkan dengan agama, termasuk politik. Orang memilih pemimpin berdasarkan identitas agamanya. Bukan karena seseorang tadi punya kemampuan memimpin. Kandidat pemimpin ini, yang sebenarnya juga tidak terlalu agamis paham betul, agama memang masih sangat laku dijadikan alat untuk menghipnotis pemilih yang rata-rata mudah sekali terbius begitu agama disentil kepermukaan.

Syaikh Muhammad Abduh, seorang ulama besar Mesir pernah tersinggung ketika kritik tentang keterbelakangan umat Islam dalam pengetahuan ini disampaikan oleh seorang filsuf Perancis bernama Ernest Renan. Syaikh Abduh merasa bahwa Islam sudah sangat hebat dan mencintai ilmu pengetahun seperti yang tercantum dalam Al Quran. Namun begitu Renan bertanya agar Syaikh Abduh menyebutkan kehebatan semua nilai Islam dalam Al-Quran, lalu menunjukkan satu saja contoh implementasi dari kehebatan ajaran yang digambarkan tersebut untuk mendukung kehidupan, Syaikh Muhammad Abduh terdiam karena tak bisa menunjukkan.

Berikutnya ulama besar lain yaitu Syaikh Rasyid Ridha juga pernah memvalidasi hal ini dengan menyatakan bahwa; "Islam mundur karena meninggalkan ajarannya dan hidup di alam dalil-dalil. Sementara Barat maju karena mampu berpikir dan berbuat. Umat Islam terbelakang, karena meninggalkan ajaran 'iqra' (membaca) dan cinta ilmu". Ilmu yang dimaksud Syaikh Rasyid Ridha tentu saja bukan linier kepada satu ilmu. Tapi kepada berbagai sumber pengetahuan yang ada di dunia ini beserta metodologinya.

Sistem pengajaran dogmatis memang biasanya menutupi diri dari kebebasan mendalami suatu persoalan mu'tazilah yang dinamis. Pembebasan cakrawala berpikir dan perluasan pengetahuan, memang agak sulit kita temukan pada sistim pembelajaran yang tidak kritis, dan sangat bertumpu pada hafalan. Padahal hafalan dalam sistim kognisi manusia adalah tingkatan paling rendah dalam proses belajar mengajar. Variabel utama adalah; mencipta, mengevaluasi, menalar, menganalisa, mengaplikasi, lalu memahami. Baru terakhir, mengingat atau menghafal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun