Dogma yang kita yakini dan pakai saat ini dibuat pada ribuan tahun yang lalu, di mana saat itu akal manusia untuk mengobservasi hukum alam masih sangat terbatas. Jauh sebelumnya, puluhan ribu tahun mundur ke belakangnya lagi, dogma itu terus berubah. Jangankan konsep tentang agama, konsep tentang Tuhan saja berubah.Â
Dari percaya pada benda-benda, roh-roh, dan dewa-dewa yang jumlahnya banyak. Lalu berubah menjadi percaya kepada satu Pencipta yang mengatur kehidupan. Karena dianggap dogma terdahulu tentang benda-benda dan roh-roh tadi sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kekinian saat itu.
Dogma, lahir untuk menenangkan serta menjaminkan kejiwaan manusia ribuan tahun yang lalu agar terjadi keseimbangan alam, mengatur kekacauan, baik buruk, pantas tidak pantas, boleh dan tidak, yang ujungnya adalah imbal balik bahwa jika kamu baik, maka tidak akan ada kesedihan, apakah saat hidup maupun ketika mati kelak.Â
Karena ada balasan yang menanti, maka manusia mengikuti dan menaati dogma tersebut tanpa harus mengobervasinya. Mundur lagi jauh kebelakangnya, pada ratusan ribu tahun lalu, justru konsep dogma dengan aturan baku itu sebenarnya tidak ada sama sekali. Faktanya, keseimbangan tetap terjaga.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan dogma mulai berubah ketika revolusi pertama terjadi, yaitu revolusi kognitif. Saat itu beberapa gelintir manusia mulai berpikir bahwa dogma dengan alam beserta fakta yang ada mulai tidak berkesesuaian. Dengan nalar keilmuannya manusia mulai mempertanyakan proses yang terjadi di alam dan setiap terjadi permasalahan.Â
Muncullah  observasi-observasi. Mulai Thales 624-546 SM, dan Socrates 470-339 SM, Plato, dan ditajamkan lagi oleh Aristoteles yang mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, substansi, materi, esensi dan sebagainya.Â
Aristoteles mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika, dan dasar pengetahuan adalah fakta (Bertens, 1993: 137, 139). Tapi hal ini menurut saya terbatas hanya pada pemikiran-pemikiran dan hipotesa-hipotesa saja. Â Belum sampai kepada tahap-tahap pengujian.
Kemudian Hippocrates pada abad ke-4 SM, seorang Yunani mulai meletakkan dasar-dasar disiplin ilmu pengobatan dan memperkenalkan pemakaian garam-garam logam untuk berbagai macam gangguan kesehatan.
Dalam perkembangannya, temuan-temuan besar beralih ke ilmuwan-ilmuwan modern yang observasinya tidak hanya sebatas pada pemikiran dan hipotesa, tapi disertai dengan pengujian, riset-riset, penggunaan alat-alat, juga rumus-rumus perhitungan matematika untuk mendapatkan akurasi hasil penelitan.
Selanjutnya pada kisaran tahun 1400-1600-an, saat ilmuwan besar seperti Copernicus, Galileo, Newton, dan ilmuwan-ilmuwan modern lain mengobservasi dunia hingga saat ini. Bahkan Copernicus dan Galileo yang mengamati planet-planet di luar bumi, tidak pernah membayangkan jika pada akhirnya ilmuwan-ilmuwan penerus mereka berhasil mendaratkan manusia dan wahananya ke planet-planet yang dulu hanya bisa mereka amati dari bumi dengan teleskop.