Dahulu kala, sebelum kertas ditemukan, manusia menuliskan cara hidup serta buah pikirannya di dedaunan, kulit hewan, bebatuan, serta dinding-dinding gua. Kemudian mereka mati, lalu digantikan yang lainnya, begitu seterusnya. Satu peradaban diganti peradaban lainnya.
Ribuan tahun setelah manusia-manusia itu terkubur, tulisan-tulisan di atas bebatuan dan dinding-dinding gua ditemukan manusia-manusia sesudahnya. Manusia-manusia yang hidup belakangan ini belajar banyak hal tentang apa saja yang ditulis para pendahulunya. Mereka melakukan penelitian dan kajian untuk mengenali manusia-manusia yang lebih dulu hidup. Mereka mencari tahu makna serta menerka-nerka maksud dari tanda yang ditinggalkan manusia-manusia lampau itu. Sehingga apa yang manusia-manusia lampau tuliskan baik sengaja maupun tidak sengaja akan menjadi pesan, petunjuk serta pengetahuan bagi manusia-manusia sesudahnya.
Sekarang, kita memiliki sesuatu yang lebih dahsyat dari kulit-kulit hewan, bebatuan, serta dinding gua, yaitu dinding Facebook, Twitter, Instagram dll. Apa yang kita tuliskan hari ini di dinding FB, Timeline Twitter, foto Instagram kelak akan menjadi petunjuk bagi anak, cucu, cicit, dan seluruh manusia sesudah kita.
Mereka (manusia-manusia sesudah kita) akan dengan mudah mengetahui bagaimana cara hidup nenek moyangnya. Mereka akan dengan gampang mengetahui bagaimana cara berpikir leluhurnya. Mereka akan dengan mudah mengenal sifat dan karakter para pendahulunya. Mereka akan mengetahui pendapat kakek moyangnya tentang suatu hal. Mereka akan tahu pilihan-pilihan politik leluhurnya.
Apa yang kita tuliskan di dinding-dinding sosial media hari ini akan menjadi prasasti yang kelak akan ditemukan tanpa harus menggali. Maybe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H