Menunda Kesenangan
Ketika kecil dulu, berangan-angan ingin cepat dewasa, punya istri cantik, uang banyak, bisa membeli apa yang diinginkan.Â
Ternyata, sampai hari ini, angan-angan waktu kecil itu tidak ada. Â Saya merasa semakin dewasa, semakin tidak ada waktu untuk bersenang-senang seperti anak kecil.
Seiring bertambahnya umur, semakin banyak kewajiban kita yang harus ditunaikan.
Harus bekerja, mencari nafkah adalah kewajiban sampai akhir hayat, Â urusan-urusan domestik rumah tangga, silih berganti mengiringi perjalanan hidup.
Menjadi dewasa, punya istri, sebagai ayah dari anak-anak, semakin waktu ini habis untuk menunaikan semua kewajiban itu.
Sewaktu masih kecil, hanya kesenangan, memuaskan keinginan, tidak ada tanggung jawab. Â Setelah dewasa, ingin memenuhi kesenangan sebentar saja, harus sering tertunda, memilih untuk mengutamakan 'kesenangan' istri dan anak-anak.
Kini, tidak ada kamus mencari kesenangan pribadi, paling tidur, makan, itulah kesenangan pribadi, selebihnya waktu ini habis untuk melayanai kebutuhan anak, istri, dan umat.
Iya, menunda kesenangan adalah agar kehidupan ini bermakna.Â
Tidak ada salahnya berkorban sebentar, karena ada yang lebih penting, yaitu bertanggung jawab atas keluarga. Â Hidup ini nyata ketika melihat istri bahagia, serasa dijadikan ratu oleh suaminya. Â Hidup menjadi lebih 'taste', melihat anak-anak sukses dalam agama dan pendidikannya.
Dan sepertinya, tugas dan kewajiban di dunia ini tidak akan selesai, kecuali kita wafat meninggalkan dunia ini. Â Dan setelah itu berharap, kesenangan yang tertunda itu akan terwujud ketika dimasukkan SURGA oleh Allah SWT karena Rahmat-Nya.