Mohon tunggu...
HALIFIA ZUKHRINA
HALIFIA ZUKHRINA Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Pasca Sarjana Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tenaga Kesehatan Indonesia vs Tenaga Kesehatan Asing di Era Globalisasi

3 Januari 2015   06:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:55 1791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Globalisasi adalah peristiwa mendunia atau proses membuana dari keadaan lokal atau nasional yang lebih terbatas sebelumnya. Artinya pembatasan antar negeri untuk perpindahan barang, jasa, modal, manusia, teknologi, pasar, dan masih banyak hal lain menjadi tidak berarti atau malahan hilang sama sekali. Globalisasi di berbagai sektor yang mengarah pada pasar bebas tidak bisa dihindari oleh negara-negara lain termasuk diantaranya Indonesia. Di era ini, batas negara semakin menghilang, sementara kemajuan teknologi dan informasi berkembang demikian cepat. Globalisasi mempengaruhi perubahan di semua sektor, tidak terkecuali di bidang kesehatan. Apalagi akan diberlakukannya Asean Free Trade Area (AFTA) atau istilah lainnya Mayarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 ini.

Indonesia sebagai negara berkembang dan merupakan negara yang cukup diminati oleh negara asing. Pertama, karena memiliki potensi pasar yang besar terkait dengan jumlah penduduk yang besar yaitulebih dari 200 juta penduduk. Kedua, sekarang ini kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup menjanjikan. Dengan potensi pasar yang besar tidak mengherankan jika kelak banyak dokter atau tenaga kesehatan asing yang berniat bekerja di Indonesia. Hal ini tampaknya menakutkan profesi kesehatan, karena ketakutan untuk bersaing, seperti kita ketahui kualitas sumber daya manusia kesehatan kita rendah serta penguasaan teknologi yang terbatas pula.

Data yang diperoleh dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Kesehatan menunjukkan bahwa jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, baik di RSU maupun RS Khusus (meliputi RS Pemda/Provinsi/Kabupaten/Kota, TNI/Polri, BUMN, dan Swasta) di seluruh Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 891.897 orang. Dalam rangka akan diberlakukannya sistem AFTA atau MEA ini, Kementerian Kesehatan telah bekerja sama dengan beberapa negara lain diantaranya Saudi Arabia, Inggris, Kuwait, Belanda, Singapura, Amerika, Norwgia, dan Malaysia untuk pengiriman tenaga kesehatan Indonesia ke negara-negara tersebut. Berdasarkan analisa pasar tenaga kesehatan Indonesia di berbagai negara, jenis tenaga kesehatan Indonesia yang dikirim ke luar negeri yaitu : dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan perawat.

Arus tenaga asing yang bekerja di Indonesia semakin meningkat. Pada suatu media massa diberitakan bahwa ada sebanyak 2500 perawat Filipina yang mendaftarkan diri untuk dapat bekerja di rumah sakit-rumah sakit yang ada di Indonesia. Selain itu, tenaga medis asing dan kebanyakan dari mereka umumnya berpendikan setingkat S1, dengan status Registered Nurse (RNS) dan mampu berbicara bahasa Indonesia.

Selain itu tenaga medis asing, seperti dokter spesialis juga sudah banyak yang melamar untuk dapat bekerja di Indonesia, kebanyakan mereka berasal dari Filipina dan Bangladesh yang jumlahnya mencapai ribuan orang. Tenaga medis asing ini sudah mengetahui bahwa akan banyak rumah sakit di Indonesia yang membutuhkan tenaga mereka karena jumlah dokter di Indonesia masih relatif sedikit sekali dan banyak yang telah berusia pensiun atau kurang produktif, serta dokter spesialis baru pun juga masih sangat rendah.

Adapun sesuai dengan persyaratan dari Kementerian Kesehatan yang diatur dalam permenkes 67 / 2013 yang mengacu pada UU 39 / 2004 tentang ketenagakerjaan bahwa tenaga kesehatan asing yang ingin bekerja di Indonesia yaitu berusia muda sekitar 30 – 45 tahun, dan merupakan lulusan dari perguruan tinggi yang mutunya diakui secara internasional, dan telah memperoleh lisensi dari negara asalnya. Selain itu harus lolos kualifikasi dan kompetensi serta diprioritaskan pada penguasaan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Tenaga medis asing tersebut juga harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dari konsil kedokteran untuk dokter dan perawat oleh Majelis Tenaga Kerja Indonesia (MTKI). Tenaga kerja asing yang masuk pun harus diseleksi dulu oleh kolegium untuk bisa mendapatkan STR. Kolegiumlah yang menentukan apakah sebuah rumah sakit tersebut boleh menggunakan tenaga kesehatan asing tersebut.

Rumah sakit masa kini menghadapi tantangan-tantangan berat termasuk dalam menghadapi era globalisasi. Globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan serta investasi adalah lahan dasar untuk sistem pasar bebas. Pasar bebas berarti persaingan bebas termasuk persaingan bebas dalam jasa pelayanan kesehatan. Dalam persaingan secara umum ada yang dinamakan segitiga persaingan yaitu customer (pelanggan), competitor (pesaing), dan corporate (rumah sakit itu sendiri).

Tantangan bagi rumah sakit adalah tantangan untuk bersaing, baik dengan sesama pemberi pelayanan kesehatan di dalam negeri maupun luar negeri. Dalam arti positif, kompetisi dalam memberikan serta meningkatkan kepuasan konsumen atau pasien yang bermutu lebih baik sebagai fokus utama pelayanan. Selain itu, akibat globalisasi pasien juga dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang pelayanan kesehatan yang ada di luar negeri. Oleh karena itu, dibutuhkan lebih banyak lagi sumber daya kesehatan (Health Resources) yang diperlukan untuk memenuhi tantangan tersebut. Sedangkan sumber daya untuk itu (SDM, dana, sarana, ilmu pengetahuan dan teknologi, manajemen, material kesehatan, obat, dll) masih terbatas. Secara khusus sumber daya tenaga kesehatan. Tenaga medis Indonesia terlihat belum bisa ikut berperan dalam globalisasi kesehatan karena dari data yang ada, hanya sedikit sekali tenaga kesehatan yang dapat bekerja di rumah sakit luar negeri. Dari data yang ada hanya baru perawat yang mulai dapat bekerja di luar negeri, itupun hanya di beberapa negara. Untuk dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis malah masih terlihat sangat sulit untuk bisa menembus rumah sakit di luar negeri.

Seharusnya liberalisasi pada bidang kesehatan justru menjadi cambuk bagi kita, dimana kita perlu pemusatan diri untuk meningkatkan mutu atau profesionalisme sehingga apapun yang terjadi di masa mendatang tenaga kesehatan Indonesia tidak perlu takut lagi di negeri sendiri dan diluar negeri. Bila Indonesia dapat menambah jumlah, jenis serta dapat meningkatkan mutu tenaga medisnya, maka akan turun minat rumah sakit asing di Indonesia mempekerjakan tenaga kesehatan asing, karena Indonesia sudah dapat memenuhi kuota tenaga kesehatan seperti hal nya dokter atau dokter spesialis dan biaya yang dikeluarkanpun relatif murah, sebab biaya mempekerjakan dokter asing lebih mahal. Kalau dianalisis dari sudut pandang yang lain, sebenarnya dokter Indonesia tidak perlu takut dengan masuknya dokter asing karena ada kemungkinan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh dokter asing tidak sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kesehatan masyarakat Indonesia sebagai akibat dari sistem pendidikan serta latar belakang sosial budaya yang berbeda.

Seharusnya kehadiran AFTA atau MEA disikapi dengan kepala dingin. Upaya pihak Indonesia untuk meningkatkan daya saing tenaga kesehatan Indonesia dapat dilakukan dengan pertama, meningkatkan jumlah, jenis dan mutu tenaga profesional kesehatan Indonesia dengan penyempurnaan kurikulum, sistem pengajaran dan ujian, serta mengadakan program pendidikan kesehatan yang komprehensif sehingga tenaga kesehatan Indonesia punya standar yang bertaraf internasional, dan siap menghadapi serangan tenaga asing, atau terjadi perpindahan para tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri karena sudah memilki standar internasional. Kedua, menetapkan kebijakan yang mengharuskan tenaga kesehatan asing mengikuti ujian profesi sesuai standar bila akan bekerja di Indonesia, serta memberlakukan peraturan timbal balik yang artinya tenaga kesehatan asing yang dibenarkan bekerja di Indonesia adalah yang berasal dari negara yang juga membolehkan tenaga kesehatan Indonesia bekerja di negara tersebut. Ketiga, Indonesia memerlukan lembaga yang dapat melakukan akreditasi kompetensi untuk menjaga profesionalisme para tenaga kesehatan di Indonesia.

Sedangkan upaya dari pihak rumah sakit menghadapi pasar bebas dalam ketenagaan kesehataannya diantaranya meningkatkan kompetensi tenaga kesehatannya dengan cara pendidikan dan pelatihan, seminar-seminar kesehatan, serta workshop. Seperti menyiapkan pelatihan maupun workshop seperti tes TOEFL. Penguasaan Bahasa Inggris diharapkan mampu menunjang saat menghadapi MEA 2015. Disamping hal itu menggalakkan kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan sosial kemasyarakatan, tak melulu urusan medis. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan bakti sosial yang diselenggarakan rumah sakit itu sendiri maupun eksternal. Mengutamakan tenaga kesehatan lokal bagi rumah sakit lebih baik daripada menggunakan tenaga kesehatan asing.

Tenaga kesehatan Indonesia dalam menghadapi era globalisasi akan dihadapkan pada dua pilihan : Jadi tuan rumah di negeri sendiri, atau tergusur. Atau jadi tuan rumah di negeri sendiri serta tamu terhormat di luar negeri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun