Mohon tunggu...
Dr Halid MAg
Dr Halid MAg Mohon Tunggu... Dosen - Dr. Halid, M.Ag. adalah dosen tetap Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta.

Dr. Halid, M.Ag. (Halid Alkaf) adalah dosen tetap Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta (sejak tahun 2000 - sekarang); juga menjadi penulis, peneliti, dan editor. Sejak 2006 hingga sekarang menjadi adviser dan Content QC di PT Merak Multimedia dan PT Falcon Publishing.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Pergantian Tahun Baru

31 Desember 2023   01:31 Diperbarui: 31 Desember 2023   01:34 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada dasarnya, setiap umat beragama memiliki "tahun baru" sesuai dengan keyakinan keagamaan yang mereka anut, seperti: Hindu, Budha, Konghucu, Yahudi, Nasrani, Islam, dan lainnya. Namun mengapa momentum tahun baru "01 Januari Masehi" menjadi istimewa? Hal ini setidaknya karena tiga aspek atau konteks berikut.

Pertama, istilah "Masehi" atau "Christmas" dianggap sebagai tren peradaban dunia yang direpresentasikan oleh negara-negara Eropa dan Amerika, juga beberapa negara Balkan dan Amerika Latin.

Kedua, perayaan tahun baru 01 Januari menjadi "tradisi dunia" sekaligus “liburan hari dunia” ini juga berimbas pada berbagai program dan agenda yang dijalankan oleh mayoritas negara di dunia, termasuk di dalamnya instansi pemerintah, perusahaan swasta, dan berbagai organisasi sosial.

Ketiga, tahun baru 01 Januari ini mengisyaratkan bahwa peradaban global bisa mendominasi berbagai aspek kehidupan umat manusia di dunia. Tahun baru 01 Januari itu lebih berkaitan dengan tradisi, bukan agama. Misalnya untuk umat Islam, ikut memeriahkan atau tidak, tidak serta-merta dan tidak harus dihubungkan dengan akidah atau keyakinan keagamaan.

Setidaknya dari ketiga alasan di atas, kita sebagai umat beragama di Indonesia, tidak perlu harus menghujat dan/atau menggiring opini ke arah yang tendensius dan bermotif “perang keyakinan”. Tahun baru 01 Januari harus ditempatkan dalam konteks tradisi dan budaya yang—kebetulan—didominasi oleh pandangan global (global view) di berbagai belahan dunia. Dalam gempita tahun baru 01 Januari ini, hampir seluruh negara di dunia menyambutnya sebagai semacam tradisi global tahunan.

Bagaimana dengan tahun baru lainnya? Misalnya tahun baru 01 Muharram yang dianggap oleh sebagian umat Islam sebagai tahun baru mereka. Atau misalnya tahun baru Saka yang dirayakan oleh umat Hindu; juga tahun baru lainnya. Mengapa tahun-tahun baru mereka tidak seramai dan semeriah tahun baru 01 Januari?

Jawabannya kembali ke tiga konteks seperti disebut di atas. Andai suatu saat nanti, peradaban global didominasi oleh umat Islam dan kemudian mampu membangun paradigma dan sistem dunia yang dominan—termasuk program dan agenda kerja yang mendunia—maka tidak mustahil dominasi tahun baru 01 Januari akan digeser dan/atau diubah ke 01 Muharram. Demikian juga jika suatu saat nanti 01 Saka yang mendominasi, maka juga tidak menutup kemungkinan akan terjadi hal yang sama. Pun demikian dengan tahun baru lainnya, seperti Imlek yang dirayakan secara mendunia oleh masyarakat Tionghoa. Semuanya kembali pada aspek: dominasi, determinasi, globalitas, dan world view yang diterima oleh masyarakat dunia.

Hal lain yang perlu dipahami dan dicermati lebih obyektif dan kritis adalah, bahwa setiap pergantian tahun baru (apapun itu dan dari tradisi dan agama apapun), hakikatnya itu hanya mengikuti "garis edar alam" yang bersifat kuantitatif: hanya beberapa detik melewati pukul 00.00; sehingga hakikatnya tidak berpengaruh terlalu signifikan pada situasi dan kondisi setiap insan yang merayakannya. Pergantian tahun baru hanya menyisakan kenangan semalam, mencetak memori sesaat, dan membangun energi instan.

Pergantian tahun baru itu, sejatinya ditempatkan dalam konteks yang mirip dengan “regulasi tahunan” di mana di dalamnya memuat budaya populer dan massif. Selebihnya, akan kembali pada tingkat kecermatan dan kualitas masing-masing individu. Hal yang paling penting justru terletak pada seberapa konsisten (istiqamah) dan berkesinambungan (mudawamah) kah masing-masing diri kita dalam menyiapkan berbagai rencana strategis ke depan; dengan atau pun tanpa bergantung pada hitungan pergantian tahun.

Sebagai penutup, hendaklah kita bisa menjalani hidup ini dengan berbagai amal perbuatan yang positif dan produktif, agar hari-hari ke depan menjadi lebih indah, bermakna, dan berdaya guna. Semoga...!

HAPPY NEW YEAR 2024

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun