Mohon tunggu...
Dr Halid MAg
Dr Halid MAg Mohon Tunggu... Dosen - Dr. Halid, M.Ag. adalah dosen tetap Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta.

Dr. Halid, M.Ag. (Halid Alkaf) adalah dosen tetap Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta (sejak tahun 2000 - sekarang); juga menjadi penulis, peneliti, dan editor. Sejak 2006 hingga sekarang menjadi adviser dan Content QC di PT Merak Multimedia dan PT Falcon Publishing.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Logika Tuhan vs Logika Manusia

30 Desember 2023   17:23 Diperbarui: 30 Desember 2023   17:33 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Logika Tuhan (bisa juga disebut "logika langit") adalah nalar atau rasio yang bersumber dari Tuhan dan memiliki prinsip dan sistem tersendiri di mana otoritas sepenuhnya berada di tangan Tuhan. Logika Tuhan bersifat tunggal, absolut, dan otoritatif; sehingga tidak mungkin keliru, lemah, dan kalah.  

Logika Tuhan berfungsi untuk menunjukkan keluasan ciptaan Tuhan yang jauh melampaui logika manusia. Atau bisa juga disebut, bahwa logika Tuhan itu lebih luas daripada logika manusia. Di dalam firman Allah SWT disebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi jauh lebih besar daripada penciptaan manusia: "Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS. Al-Mu'min/Ghafir [40]: 57).

Ayat di atas menegaskan bahwa Tuhan yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya memuat banyak peristiwa penciptaan yang sangat luas dan hampir tidak berbatas sehingga hampir mustahil bisa dijamah secara keseluruhan oleh nalar atau logika manusia yang sangat bergantung dan berbatas.

Sementara logika manusia adalah nalar yang diturunkan Tuhan ke muka bumi di mana manusia lah yang bertugas menakar, menafsir, dan memahami setiap peristiwa dan fenomena yang terjadi di muka bumi. Logika bumi berada sepenuhnya pada manusia, sehingga bisa juga disebut "logika manusia" karena otoritas interpretasi ada di tangan manusia.

Layaknya hubungan antara Tuhan dan manusia, logika manusia harus tunduk dan patuh pada logika Tuhan. Untuk memperoleh pemahaman yang benar dalam upaya menggapai logika Tuhan, logika manusia harus mampu menyelami kebesaran Tuhan dengan cara melejitkan metode dzikr (mengingat Tuhan). Selain melejitkan metode dzikr, logika manusia juga harus mampu menyelami kebesaran ciptaan Tuhan dengan cara melejitkan metode fikr (pikir). Kedua metode ini harus dijalankan secara proporsional dan berimbang agar bisa menghasilkan satu pemahaman yang lebih baik dan komprehensif.

Dalam fenomena dan kejadian sehari-hari, kita bisa membuat analogi terkait kedua logika itu. Misalnya jika kita melihat bahwa air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, maka itu terjadi karena memang watak alamiahnya seperti itu. Namun manusia bisa merekayasa dengan membalik logika bumi atau watak alamiahnya dengan menggunakan jet pump atau pompa air, di mana air bisa mengalir dari bawah atau dataran rendah ke dataran yang lebih tinggi.

Hal yang sama juga berlaku pada api yang watak alamiahnya panas dan membakar. Misalnya dalam QS. Al-Anbiya  [21]: 69 disebutkan: "Kami (Tuhan) berfirman: "Wahai api, menjadi dingin dan sejuklah kamu demi Ibrahim...!". Ayat ini memuat maksud bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa mencabut watak alamiah api yang panas dan membakar, menjadi dingin dan sejuk layaknya air. Berdasarkan analogi sederhana di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hal-hal yang bersifat khusus, logika manusia (atau logika bumi) itu bisa diganti dengan logika Tuhan (atau logika langit) sehingga bisa mengubah watak alamiah api yang bersifat panas dan membakar tersebut.

Analogi mengenai air dan api mencerminkan bahwa ada aspek-aspek tertentu, ciptaan Tuhan dapat mengalami perubahan melalui intervensi atau kehendak-Nya. Logika Tuhan memiliki kemampuan untuk mengatasi atau mengubah watak alamiah suatu fenomena. Ini menegaskan bahwa logika manusia memiliki suatu keterbatasan dalam memahami sebuah fenomena dan realitas kehidupan.  

Penting untuk diingat bahwa konsep logika Tuhan tidak bermaksud untuk mengabaikan dan/atau membatasi akal dan nalar manusia. Sebaliknya, logika Tuhan dihadirkan sebagai perspektif yang lebih luas untuk membantu manusia memahami kompleksitas dan kebesaran ciptaan-Nya. Dalam konteks agama dan spiritualitas, mengamati alam dan peristiwa alamiah dianggap sebagai cara untuk mendekati pemahaman terhadap kebijaksanaan dan rencana Ilahi.

Dengan menjalankan metode dzikr (mengingat Tuhan) dan fikr (pikir), manusia diharapkan dapat menyelami kebesaran Tuhan dan mendapatkan wawasan yang lebih dalam terkait dengan maksud dan tujuan hidup. Metode dzikr membantu manusia tetap terhubung dengan asal-usul mereka dan merenungkan keagungan penciptaan. Sementara metode fikr memungkinkan mereka untuk merenungkan dan memahami makna di balik fenomena yang ada.

Lebih lanjut, kolaborasi antara logika Tuhan dan logika manusia menciptakan kerangka kerja yang seimbang dan proporsional. Ini menyoroti pentingnya menjaga harmoni antara dimensi spiritual dan intelektual dalam mencari pemahaman mendalam tentang realitas. Melalui kombinasi dzikr dan fikr, manusia diharapkan dapat mengembangkan pandangan yang holistik dan mendalam terkait dengan kehidupan dan eksistensi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun