Mohon tunggu...
Zulfikra Zulfikra
Zulfikra Zulfikra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Traveling addict who believe that every places are reachable also a dream chaser!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pulau Pribadi di Giethoorn

22 April 2010   09:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:39 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panjang dan lebarnya kurang lebih 50 meter, bila dihitung luasnya menggunakan rumus luas matematika sama dengan 2500 meter. Itulah luas tanah berbentuk pulau mungil yang dikelilingi air. Pulau yang tidak melajang di tengah lautan lepas karena tak memiliki pasangan atau sekawanan pulau lainnya. Karena daratan ini bukanlah sebuah pulau indah nan terpencil bak film The Beach yang dibintangi Leonardo Di Caprio. Namun pulau ini hidup bertetangga dengan sejumlah pulau lainnya dengan deskripsi yang hampir sama dengan dirinya. Disetiap pulau berdiri pohon-pohon mengkubuskan diri membentuk hunian dengan desain unik pemilik masing-masing pulau. Rumah di tengah pulau pribadi dengan taman hijau tak berbatas, menjadi milikku seorang. Setiap orang yang menginjakkan kakinya di tanah ku berarti memasuki teritoriku. Namun hidup di pulau pribadi tak menjadikanku seorang yang mengagungkan kehidupan individualistic. Aku masih bisa bertegur sapa, melambaikan tangan dengan penghuni pulau tetangga. Bahkan aku bisa ikut menginjakkan kakiku di pulau tetangga hanya dengan melintasi sebuah jembatan kayu meninggalkan teritoriku. Tak ada polusi suara mengintai. Gemiricik air disekeliling pulau bertegur sapa layaknya penghuni pulau dengan penghuni lainnya. Tak ada tenaga kuda modern yang mendengung, tak ada suara Ninja RR atau RX pemanasan dipagi hari. Yang ada hanya kicauan kenari menyapa mentari. Sungguh rumah impian dimasa depan yang sulit terwujud. Membayangkannya saja terasa berat. Namun ungkapan yang mengatakan bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini ada benarnya. Rumah impian dimasa depan yang kubayangkan bukanlah maya tapi nyata. Di sudut provinsi Overijssel, Belanda. Dikenal sebuah desa bernama Giethoorn, matching dengan ciri-ciri yang kuungkapkan di atas. Tak terdapat jalan-ja

lan besar beraspal yang selama ini menumpangi almunium bertenaga kuda modern ataupun Ninja RR atau RX. Semua transportasi menggunakan Whisper Boat (perahu special menggunakan tenaga listrik dan noiseless). Penduduknya tinggal di pulau-pulau pribadi yang dikelilingi sungai-sungai. Antar pulau dihubungkan dengan jembatan kayu. Meski tak terdapat jalan untuk alat transportasi modern, beberapa disediakan jalan untuk pesepeda yang menunjukkan identitas Belanda sebagai surga bagi pesepeda. Selintas mungkin desa ini disejajarkan dengan Venice, Italy. Namun Giethoorn adalah Giethoorn, desa dengan scene yang jauh berbeda dengan Venice, pemandangan yang mengagumkan. Tak hanya itu, bila winter datang bertamu, Giethoorn ternyata menjadi spot favorite bagi para ice skater. Bagaimana tidak, sungai-sungai yang mengelilingi pulau membeku dan menjadi areal ice skating. Mengililingi pulau dengan Whisper Boat kini dengan mudah dilakukan dengan ber-ice skating.
Giethoorn merupakan tanah bagi kurang dari 3000 jiwa. Dan terdapat 180 jembatan yang menghubungkan tiap pulaunya. Inilah rumah impianku yang ternyata nyata bukan maya. Desa impian inovasi belanda yang menurutku sponsor nyata bagi kehidupan dan keberlangsungan dunia. Penataan dan arsitektur desa yang sungguh mengagumkan. Oleh karena itu, Negeri di bawah laut ini memang layak disebut kiblat arsitektur dunia. Sebut saja Rem Koolhaas, arsitektur Top Belanda. Selain itu, belanda juga layak dijadikan Negara percontohan dalam hal tata kota, terbukti melalui fakta yang mengungkapan bahwa Belanda memiliki daerah dataran rendah yang berada 6.76 M di bawah laut (dekat Rotterdam). Makanya saya tak menyangkal adanya, bila ingin menjadi arsitektur handal, bekuliahlah di Belanda. Terlepas dari itu semua, siapapun tahu, Belanda juga menjadi kiblat bagi mereka yang ingin menjadi pengacara handal. Mungkin itulah mengapa Belanda menjadi salah satu tujuan pendidikan mahasiswa internasional, termasuk Indonesia. Di tahun akademik 2007/2008 jumlah pelajar Indonesia di Belanda berada pada posisi kelima terbesar setelah Perancis, Spanyol, Belgia, Cina dan Jerman. Namun seperti Negara-negara Eropa lainnya, Belanda merupakan Negara yang tidak berbahasa Inggris. Menariknya, Belanda merupakan Negara tidak berbahasa Inggris pertama yang menawarkan Program Studi berbahasa Inggris sebagai pengantar perkuliahan. Lebih dari 1400 program studi berbahasa Inggris yang ditawarkan Belanda yang merupakan tertinggi di Eropa. Sehingga pelajar Internasional tidak harus menguasai Bahasa Belanda terlebih dahulu untuk bisa studi di Belanda. Dan ternyata tak hanya keberadaan Desa Giethoorn saja yang membuat saya surprise (karena rumah impian masa depan ternyata nyata), tetapi cerita pengalaman seorang teman, sekaligus dosen, sekaligus rekan saya yang telah menginjakkan kakinya di Negeri Kincir Angin ini dan fakta menarik tentang Belanda yang merupakan rumah bagi 190 kewarganegaraan juga memberikan kejutan lainnya. Ini terbukti ketika saya bertanya pada sang teman, sekaligus dosen, sekaligus rekan saya, apa yang paling tidak bisa kamu lupakan tentang Belanda? Dia Menjawab “keramah-tamahan warganya” dari kebanyakan Negara barat yang individualis, bukankah ini sesuatu yang langka. Mungkin itulah mengapa Belanda bisa menjadi rumah bagi 190 kewarganegaraan. Sehingga saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri dan mungkin juga orang-orang di luar sana, apakah keramah-tamahan masyarakat Indonesia juga merupakan salah satu warisan dari Koloni kita ini? Pictures Taken From :HollandIsBeautifil Work Cited : NesoIndonesia HollandIsBeautiful TravellingBoard NB : Please give your support here in the original blog of this writing by leaving any comments. Thank's before.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun