Cerita pengalaman menarik seorang teman menginspirasi saya untuk ikut menjajal apa yang telah dilakukannya. Menggembelkan diri di Bali ternyata tak seperti apa yang saya bayangkan, bisa saja nasib saya yang memang berbeda dengan cerita teman saya tersebut. Pengalaman dia menggembel di Bali, memang lumayan menantang, selain juga membantu keuangan saya.
Di musim liburan sebelumnya, dia mengajak saya untuk ikutan berlibur ke Bali, tapi sayang saya tak bisa ikutan, karena jadwal liburan dia berbarengan dengan jadwal ujian saya. Alhasil, dia berangkat dengan temannya. Beberapa hari di Pulau Dewata, dia pulang. Dengan antusias dia bercerita pengalamannya selama di Bali. Mulai dari pejalanannya sampai bermalam di pantai. Tiga malam di Bali, tak satu malampun ia habiskan di penginapan. Ia selalu menghabiskan malamnya di pantai Kuta. Cerita tentang belaian angin malam pantai Kuta seakan merasuki saya, merayu saya untuk ikut mencoba. Ditambah lagi cerita nyanyian desir ombak di malam hari serasa berdendang dibenak saya, menyuruh saya untuk mendengarkan indahnya lantunan desir ombak bak dongeng sebelum tidur.
Beruntung liburan kali ini saya mendapat kesempatan untuk menjambangi pulau Bali untuk yang pertama kalinya. Hari pertama di Bali, saya merasa ga adil kepada diri saya, kalau saya harus tidur di pantai. Perjalanan yang melelahkan harus dibayar dengan kenyamanan yang menyegarkan. Jadilah saya menginap disebuah penginapan murah di gang poppies I. Rasanya nikmat sekali bertemu kasur, guling dan bantal. Merebahkan badan, mengejapkan mata dan berpetualang di dunia mimpi, serasa menyatukan kembali keping – keping napas yang tadi telah terhembuskan.
Hari kedua di Pulau Dewata, saatnya explorasi Bali sebelum keesokan harinya pindah ke Lombok. Sewa motor, isi bahan bakar dan tancap gas. Seharian bekeliling Bali, surya mulai tenggelam, saatnya sunset. Malam ini, jadi malam terakhir saya di Bali. Teringat niat saya diawal, yaitu pengen nyoba pengalaman yang diceritakan teman saya, yaitu tidur di pantai jadilah saya mulai cari – cari spot terbaik untuk tempat tidur saya ntar malam. Perfect! Saya menemukan sebuah sudut yang asyik banget buat saya tidur ntar malam. Tapi berhubung masih sore, waktunya menikmati sunset dulu.
Berhubung schedule esok hari start jam setengah enam pagi, saya harus tidur lebih cepat malam ini. Sialnya, tempat yang sudah saya booking tadi sore, ternyata ditempati oleh sepasang kekasih yang sedang memadu kasih. Damn, saya harus mencari tempat lain ni, beruntung tak jauh dari situ saya menemukan spot yang sama seperti apa yang saya temukan tadi sore. Peralatan tempur sudah siap, jaket tebal, sarung, tutup kepala sudah terpasang. Memang benar apa yang diceritakan teman saya. Angin pantai membelai saya dengan lembut, desir ombak berdendang untuk saya, ditambah lagi lukisan alam terbentang tak terbatas di atas sana. Kedipan bintang – bintang menggoda saya untuk tetap terbangun. Tapi belaian angin pantai mampu menutup rapat mata saya. Pelan – pelan mata saya tertutup dan saya terbangun di dunia mimpi.
Entah saya beruntung atau buntung, tepat pukul dua belas malam, langit yang tadinya indah, bintang – bintang yang berkedipan tiba – tiba menangis dengan derasnya. Mungkin dia menangis karena saya cuekin dan saya tinggal tidur. Jadilah saya kelabakan, “waduh, gimana nih, udah gelap, ga ada tempat berteduh, gue harus lari kemana nigh,” batin saya. Beruntung di pinggir pantai ada gubuk bekas pedagang makanan. Thank’s God :-]
Jadi, serasa nyambunglah sudah cerita saya malam itu dengan lirik – lirik lagu dangdut. Ada yang “langit sebagai atap rumahku ~~, dan bumi sebagai lantainya ~~” serta “mandi kembang, tengah malam ~~” eh “mandi hujan, tengah malam ~~” (published : halamanberikutnya)
NB : It isn't the matter of your destinations, it's the journey
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H