Memasuki abad ke-15 H di awal tahun 80-an oleh para ahli dinyatakan sebagai era kebangkitan Islam. Dan menurut seorang cendekiawan Muslim dari Pakistan, Fazlur Rahman, kebangkitan itu akan muncul dari Indonesia. Fazlur Rahman berpandangan demikian mungkin setelah melihat besarnya populasi kaum Muslim di Indonesia yg memiliki jumlah terbesar dibanding negara-negara Muslim lainnya.
Pada era tersebut kepedulian terhadap Islam memang menunjukkan peningkatan yg cukup signifikan. Terutama melalui gerakan dakwah di kampus-kampus Perguruan Tinggi Negeri, dimana para mahasiswa mulai dari tingkat awal mulai diperkenalkan dengan kegiatan mentoring keagamaan (Islam) yang berpusat di masjid-masjid kampus. Pada waktu itu, ideologi keislaman yang diajarkan pada umumnya mengacu kepada ajaran dari kelompok Ikhwanul Muslimun (IM) yang dipimpin oleh Hasan al-Banna di Mesir, yang inti ajarannya adalah hendak menjadikan Islam sebagai way of life dalam kehidupan pribadi, keluarga, politik, ekonomi, dan budaya dari kaum Muslim.
Sebagai hasil dari kegiatan mentoring tersebut kemudian terbentuklah kelompok-kelompok usrah yang pada akhirnya bergabung dalam kelompok yang lebih besar lagi yang bernama kelompok Tarbiyah. Gerakan Tarbiyah itu, yang merupakan cikal bakal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekarang ini, mulai menunjukkan pengaruhnya pada tahun 90-an, dan ketika pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto mulai limbung, pada 1998 mereka membentuk KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim) yang dipimpin oleh Fahri Hamzah. Kemudian mereka mulai terjun ke kegiatan politik praktis dengan mendirikan Partai Keadilan (PK) dan ikut pada pemilu pertama di masa Orde Reformasi tahun 1999.
Tokoh pendiri partai ini terdiri dari para mahasiswa aktivis Ikhwanul Muslimun di Indonesia yang merupakan lulusan dari Universitas Islam Madinah, Arab Saudi, seperti Yusuf Supendi dan KH Hilmi Aminuddin anak dari Panglima Militer Darul Islam Danu Muhammad Hasan, yang sekarang menjabat sebagai ketua Majelis Syurah PKS. Di samping itu, ada pula Hidayat Nur Wahid, yang juga lulusan dari Universitas Islam Madinah. Sehingga dalam faham keagamaannya PKS banyak dipengaruhi oleh ajaran Wahhabi yang dianut di Arab Saudi.
Pada pemilu kedua tahun 2004 mereka kembali ikut pemilu dan mengubah nama partainya menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), karena pada pemilu 1999 gagal memenuhi ambang batas dua persen suara di parlemen, dengan meraih suara 7,34% dari total perolehan suara nasional. Sejak itu PKS mulai menunjukkan pengaruhnya dalam peta politik dan kekuasan di Indonesia.
Pada mulanya PKS mencitrakan diri mereka sebagai partai Islam yang menampilkan ciri politik yang santun, bersih, dan jujur. Namun, dengan semakin besar dan kuatnya kekuasaan yang mereka dapatkan, secara perlahan citra positif tersebut makin meluncur jauh dari nilai-nilai keislaman seperti yang mereka jargonkan sebelum ini. Dan sebagai puncaknya pada 2013 yang lalu Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, ditangkap oleh KPK karena tersangkut kasus korupsi pengadaan daging sapi, yang juga melibatkan kementerian pertanian yang dipimpin oleh salah seorang kader PKS. Di sini, terlihat telah terjadi ketidaksinkronan antara idealisme yang diusung partai dengan praktek politik di lapangan yang menihilkan nilai-nilai moralitas dan kerugian bagi masyarakat banyak.
Dengan melihat apa yang terjadi pada gerakan Islam seperti PKS itu, segera menyadarkan kita bahwa era kebangkitan Islam seperti yang pernah didengungkan 35 tahun yang lalu itu, ternyata masih jauh dari kenyataan. Hal itu tampak jelas dengan mengamati keberadaan partai-partai politik Islam di Indonesia pada Orde Reformasi ini yang posisinya tidak begitu menentukan dan cenderung pragmatis sekedar untuk mendapat bagian kekuasaan.
Dan pada bagian lain, di tengah hiruk pikuknya dunia politik di tanah air pada masa Orde Reformasi ini, berkembang pula kelompok-kelompok Islam radikal dan ekstrem, yang bertujuan untuk menjatuhkan pemerintah RI yang mereka pandang sebagai taghut dan mengganti ideologi Pancasila dan UUD 1945 dengan Syari'at Islam. Untuk mencapai tujuan tersebut mereka mendirikan organisasi sepeti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jama'ah Anshorut Tauhid (JAT), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan beberapa organisasi lainnya.
Dalam menjalankan operasinya, mereka bergerak melalui tabligh akbar di masjid-masjid, pengajian khusus internal anggota, dan ada pula yang melakukan gerakan teror seperti pemboman atas tempat-tempat tertentu, merampok bank dan toko mas, yang mereka namakan sebagai jihad fi sabilillah. Lalu belakangan ini, dengan telah dideklarasikannya kekhalifahan ISIS di bawah pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi di Irak, karena adanya kesamaan ide, mereka kemudian menyatakan dukungannya terhadap kelompok teroris paling sadis tersebut, ada yang secara terang-terangan dan ada pula secara tersembunyi.
Sebagai kesimpulannya, sejauh ini kita tidak melihat adanya fakta yang menunjukkan bahwa era kebangkitan Islam di abad ke-15 H ini, benar-benar muncul dan bangkit dari Indonesia seperti yang diprediksi oleh Fazlur Rahman itu. Dan, gerakan politik seperti PKS serta kelompok-kelompok radikal yang mengatasnamakan perjuangan Islam itu, alih-alih berkontribusi positif terhadap kebangkitan Islam, mereka malah menjadi stigma buruk bagi Islam. Namun demikian, kita seharusnya tetap yakin bahwa melalui organisasi keislaman yang telah mapan dan moderat seperti NU dan Muhammadiyah, serta kelompok-kelompok Islam moderat lainnya, ajaran Islam sebagai "rahmatan lil 'alamin" akan tetap dominan dan menentukan dalam memberikan kontribusinya bagi kemajuan bangsa dan negara ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H