Mohon tunggu...
Hakim Hitotsu
Hakim Hitotsu Mohon Tunggu... Insinyur - OPERASI

Mahasiswa Institute Teknologi Bandung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Optimasi Suplai Energi Bersih untuk Pulau Nias

6 Desember 2023   07:52 Diperbarui: 6 Desember 2023   08:09 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://inforadar.disway.id/read/650785/dari-bakiak-hingga-silat-inilah-jenis-olahraga-tradisional-indonesia

Kepulauan Nias merupakan Kabupaten di sebelah barat Pulau Sumatera yang masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara. Walaupun namanya belum setenar Pulau Bali, namun pulau ini memiliki potensi wisata yang dinilai dapat menyamai Pulau Bali. Pulau Nias memiliki potensi wisata alam khususnya pantai dan laut yang indah serta belum banyak dijamah. Apalagi dengan wilayah geografis yang dekat dengan Singapura dan Malaysia, memungkinkan Pulau Nias menjadi alternatif tujuan para wisatawan mancanegara dari negara tetangga. Pulau Nias memiliki luas wilayah sekitar 5.625 km2. Kepulauan Nias terdiri dari lima daerah, yakni Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Selatan, dan Kota Gunungsitoli dengan penduduk sekitar 1 Juta jiwa. Dengan potensi pariwisata Kepulauan Nias tersebut penyediaan infrastruktur menjadi kunci perkembangannya, khususnya dari segi penyediaan infrastruktur listrik. 

Saat ini rasio elektrifikasi Kepulauan Nias rata-rata berada pada angka 96%, sehingga diperlukan upaya serta komitmen yang lebih tinggi agar seluruh penduduk Pulau Nias dapat memiliki kesempatan sama untuk membuka peluang pariwisata dengan kondisi kelistrikan yang mumpuni. 

Sistem kelistrikan Kepulauan Nias saat ini bersifat terisolasi atau belum tersambung ke sub-sistem Sumatera. Sistem Nias memiliki 2 buah Gardu Induk 70 kV yang terletak di Gunungsitoli dan Teluk Dalam, dengan kapasitas trafo 2 x 30 MVA dan 1 x 30 MVA. Energi listrik dari kedua Gardu Induk ini disuplai dari berbagai jenis pembangkit dengan total daya mampu sebesar 73,2 MW, seperti PLTMG COGINDO sebesar 5x5 MW, PLTG BATAM 1x25 MW, serta PLTD lainnya yang tersebar. Kondisi geografis berupa kepulauan menjadi penyebab utama Nias masih 100% tergantung kepada bahan bakar fosil hingga saat ini. 

Mengacu kepada RUPTL 2021-2030, pada tahun 2027 kebutuhan listrik di Nias akan mencapai 43,75 MW atau bertambah 7 MW dari beban puncak prediksi 2023 pada RUPTL 36,49 MW. Untuk memenuhi persyaratan reserve margin dari kapasitas pembangkitan saat ini, direncanakan penambahan pembangkit dalam sistem Nias dalam kurun waktu 5 tahun ke depan (2023-2027) yaitu PLTMG dan PLTBm (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa), sedangkan untuk pemenuhan beban puncak masih akan tetap disuplai oleh PLTD dengan bahan bakar HSD (High Speed Diesel).

Faktanya, saat ini beban puncak Nias telah mencapai 40 MW, atau 4 MW lebih tinggi dari prediksi RUPTL. Pada bulan Agustus 2023, tercatat beban rata-rata siang hari sekitar 22 MW dan malam hari 38 MW. Pertumbuhan ini tidak terlepas dari upaya mengenalkan Kepulauan Nias kepada dunia melalui acara Aquabike World Cup yang diselenggarakan tahun ini. Di satu sisi hal ini sangat baik untuk mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat Kepulauan Nias, namun di sisi lain juga dapat menjadi penanda diperlukannya percepatan pembangunan pembangkit baru di Kepulauan Nias sekaligus menyukseskan komitmen pemerintah Indonesia untuk menuju Net Zero Emission tahun 2060. 

Pada artikel ini tim kami yang merupakan Mahasiswa dari kelompok penelitian Ekonomi Energi, Program Magister Teknik Elektro, Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung akan mereview RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) dan melakukan analisis skenario optimalisasi pengembangan energi hijau atau energi baru dan terbarukan di Kepulauan Nias. Untuk mendukung komitmen Net Zero Emission, PLTD yang ada saat ini dapat dinonaktifkan sebagian dan menjadi cadangan suplai pada system (Reverse Shutdown/Black Start).

Terdapat 3 opsi yang disimulasikan pada penelitian ini sebagai pemenuhan persyaratan spinning reverse N-1 untuk menggantikan operasional PLTD sebesar 40 MW sampai dengan tahun 2027. Opsi pertama sesuai dengan yang tercantum pada RUPTL, yaitu pembangunan PLTMG sebesar 2 x 10 MW dan PLTBm sebesar 9,8 MW sampai dengan akhir tahun 2027. Opsi ini dapat menurunkan LCOE menjadi sebesar Rp 2.136/kWh dari kondisi saat ini sebesar Rp 2.367/kWh. Opsi kedua kami menambahkan PLTS sebesar 10 MW secara bertahap sampai dengan tahun 2027 untuk mengurangi pemakaian PLTD, yang ternyata dapat menurunkan LCOE menjadi Rp 1.995/kWh serta PLTG dengan proyeksi sebesar  MW. Pada opsi ketiga kami memperhitungkan penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut sebesar 8 MW pada tahun 2025 yang ternyata penelitian menyatakan potensi PLTS di Nias cukup besar mencapai 29 MW, dengan potensi matahari 4,45 kWh/m2. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terkait pengembangan system grid hybrid, untuk membuat pembangkit Diesel dan EBT dapat sinkron.

Potensi Energi di Pulau Nias dari hasil kajian beberapa studi menunjukkan bahwa besaran pembangkit  PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) dengan kapasitas 10 MW, lalu PLTBm mempunyai kapasitas potensi 9,8 MW disusul pembangkit listrik tenaga tidal dengan kapasitas potensi 8 MW dan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) sebesar 0,5 MW, maka total potensi energi di pulau Nias sebesar 28,3 MW di mana hampir 38 % dari potensi energi yang ada merupakan Renewable energy. 

 

Berdasarkan data yang telah dijelaskan dan hasil kajian, tim mencoba membuat analisa penambahan pembangkit dalam 5 tahun ke depan hingga tahun 2027 di sistem kelistrikan Pulau Nias dengan membuat 3 skenario pembangunan pembangkitan, di mana skenario ini memprioritaskan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil atau HSD, dan peningkatan penetrasi Renewable energy. Hasil yang ingin dicapai oleh tim adalah mengetahui nilai LCOE (Levelized Cost of Energy) dari setiap skenario dan biaya emisi CO2 dari setiap skenario, Selain LCOE dan biaya Emisi CO2, kajian energy security juga dilakukan melalui penilaian terhadap kondisi pembebanan, kualitas tegangan dan losses dari masing-masing skenario tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun