Pernahkah anda mendengar orang-orang menjadi gila setelah gagal menduduki kursi? Mereka telah menggelontorkan uang begitu banyak namun tak berhasil memenangkan diri. Ketika hutang yang menumpuk tak lagi mampu dilunasi, ada dari mereka yang menjual diri, bahkan nekat harakiri. Sejak kapankah parodi semacam ini berlangsung di negeri ini? Sejak orang-orang menganggap bahwa menjadi wakil rakyat adalah sebuah profesi. Sebuah status yang bisa dimanfaatkan untuk menaikkan harga diri. Sebuah sarana praktis untuk memperkaya diri. Sebuah peluang bisnis dan kesempatan berkorupsi. Jika tak ada sama sekali motif untuk memenuhi panggilan hati nurani. Jika tak ada sama sekali niat untuk menjadi saluran aspirasi. Maka jangan heran jika masih akan banyak artis, ilmuwan, pendidik, kyai yang rela berganti profesi. Masih akan banyak pelawak yang tak melawak lagi. Masih akan banyak kursi-kursi diduduki oleh para selebriti. Lantas di sudut sebelah manakah di bawah atap gedung musyawarah itu yang masih murni menyuarakan hati nurani dan aspirasi? Mungkin di sudut tertentu masih terdengar suara vokal orang bernyanyi, namun tentu saja dengan nada yang teramat lirih. [caption id="" align="alignnone" width="600" caption="Parkiran di Komplek Perkantoran Gedung DPR-MPR (Google)"][/caption] HAKIM SB MULYONO Follow @hakimsbmulyono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H