Mohon tunggu...
HA KA
HA KA Mohon Tunggu... -

Guru Pembelajar SMP Negeri 3 Tanjung Lombok Utara NTB

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maafkan Aku Belum Bisa Menjadi Teladanmu

8 September 2016   18:33 Diperbarui: 8 September 2016   18:40 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang terindah dalam hidupku adalah menghabiskan waktuku dengan keluarga besarku, keluarga yang selalu ada untukku guru-guruku, pegawai-pegawaiku, murid-muridkuyang selanjutnya aku lebih suka memanggil saudara-saudaraku,anak-anaku,sertacucu-cucuku , mereka adalahinsfirasiku, motivasiku dalam membangun, merawat, memelihara taman biruputihku.Taman kecil yang bernama sekolah itu mengisi sisa-sisa hidupku yangmemang aku peruntukannya.

1920 hari kita berbagi cerita sukaduka,1920 hari kita bercandaria bersama dalam bingkai keluarga,rasa marah rasa kecewalebur jadi asa cita anak bangsa.1920 hari berakhir dalam usia 53. Ulang tahunyang seharusnya sebuah kebahagiaan berubah menjadi kesedihan. Perpisahan itu adalah sebuahkeniscayaan yang sudah menjadi suratan. 

Tidak ringan rasanya harusmengikhlaskan hubungan yang mereka kira bisa berakhir dengan bahagia. Nasibbisa diusahakan tapi takdir tidak bisa ditawar. Aku memilih untuk bersabar.Namun kesabaranku runtuh ketika aku mengingat murid-muridku melakukanpembangkangan,murid-muridku melakukan perlawanan terhadap tatatertib yang sudahmereka sepakati. Aku teringat betapa nafasku hampir terputus mengejar kupu-kupubiru putih itu keatas bukit hutan sekolah. Aku teringat dalam kebersamaan kitamembersihkan selokan dan tong sampah demi sebuah keteladanan. Runtuhnyakesabaranku bukaan karena aku membenci mereka ,namun kesabaranku runtuhmembentuk puing-puing cinta kasih sayang pada mereka. Mereka butuh aku,merekaperlu bimbinganku,mereka butuh keteladananku.

Perpisahan itu seolah membuat airmata membanjiri aula sekolah. Kasih sayang dan cinta yang begitumeraga,tercambuk tercabik-cabik hingga luka kerinduan  menganga dan air matapun terkuras takterasa.Raungan dan ratapan tangis kupu-kupu kecilku membuat hilang sadarku.Cukup lamaaku berusaha untuk keluar dari situasi ini.Setelah mereka pulih darikesadarannya,aku coba bertanya kepada mereka. 

“Kenapa kalianmenangisiku?”,tanyaku.

“Apakah karena aku seringmemarahimu,apakah karena aku sering menyuruhmu mengais sampah bersamaku,apakahkarena aku selalu memintamu datang pagi-pagi bersamaku?”

“Tidak semua itu bapak”

“Aku menangis karena aku takutkehilanganmu,aku akan rindu memungut sampah bersamamu,aku akan rindu datangpagi-pagi dengan perintahmu”

Ternyata sekarang aku baru benar-benarsadar. Keteladanan. Aku akui, aku belum bisa totalitas dalam memberi keteladanandi hadapan murid-muridku dan guru-guruku. Belum bisa dikatakan sepenuhnyasebagai pengajar apalagi pendidik. Aku sendiri merasa belum totalitas mendidikmereka karena minimnya keteladanan yang kuberikan. Maafkan akuanak-anakku,murid-muridku, aku belum bisa menjadi teladanmu.

Semoga menginsfirasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun