Mohon tunggu...
Hakam Tanzul
Hakam Tanzul Mohon Tunggu... Lainnya - Anak hukum dan hafal pancasila

-

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Dua Tahun Merantau, Masih Tetap Kaget dengan Kuliner Jogja yang Dominan dengan Rasa Manis

3 September 2024   18:51 Diperbarui: 3 September 2024   18:54 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah dua tahun merantau di Jogja, seseorang mungkin berharap telah beradaptasi sepenuhnya dengan selera kuliner lokal yang kental dengan rasa manis. Namun, kenyataannya, terkadang Anda masih merasa seperti baru kemarin mendarat di kota ini, terjebak dalam labirin rasa manis yang terus menerus mengejutkan. Mungkin, ini adalah salah satu keajaiban kuliner Jogja yang tidak bisa diprediksi dengan akurat meski Anda telah menetap lama.

Bayangkan seorang perantau dari Jawa Timur, yang dikenal sebagai pencinta pedas sejati dan gurih, pertama kali menginjakkan kaki di Jogja, mereka mungkin merasa seperti berada di dunia yang sangat berbeda. Bagi mereka, Jogja adalah tempat di mana kelezatan kuliner tidak hanya dinilai dari rasa, tetapi juga dari berapa banyak gula yang bisa dimasukkan ke dalam satu hidangan. Benar, kuliner Jogja sering kali memberikan kejutan manis yang bisa membingungkan bahkan para pecinta kuliner berpengalaman.

Kehidupan kuliner di Jogja adalah seperti mengalami kebangkitan rasa setelah setiap gigitan. Jika Anda mengira dua tahun sudah cukup lama untuk memudarkan keanehan ini, maka Anda mungkin harus memikirkan ulang. Misalnya, saat Anda memutuskan untuk menyantap gudeg, hidangan khas yang penuh dengan santan dan gula merah. Di situlah Anda akan menemukan bahwa masih ada kejutan manis yang menanti Anda setiap kali sendok Anda menyentuh hidangan tersebut. Mungkin ada saat-saat ketika Anda merasa lebih seperti mengonsumsi dessert besar daripada makan malam.

Ada satu hal yang tidak bisa dipungkiri: meskipun Anda sudah dua tahun beradaptasi dengan gudeg, ketidakmampuan untuk menyeimbangkan rasa manis ini adalah hal yang sulit untuk diterima. Ini seperti memutuskan untuk menari di lantai es tanpa pelatih, terus-menerus tersandung dengan setiap langkah yang penuh dengan gula dan santan. Anda mungkin sudah mengenal berbagai varian gudeg -- dari gudeg biasa, gudeg manggar, hingga gudeg kering -- tetapi rasa manisnya tetap menjadi tantangan yang tidak pernah benar-benar bisa dipecahkan.

Lalu, ada pula bakpia yang tak kalah menantang. Anda mungkin berpikir, "Ah, bakpia ini pasti enak dengan isian kacang hijau atau coklat," tetapi jangan lupa bahwa Jogja memiliki bakpia dengan varian manis yang membuat Anda berpikir, "Seberapa banyak gula yang bisa ditambahkan ke dalam satu kue?" Rasa manis yang mengalir dari bakpia tersebut bukan hanya sekadar pelengkap, tetapi mungkin lebih mirip dengan sebuah dekrit yang mengatakan, "Kamu akan mencintai ini atau mencobanya berulang kali."

Terkadang, Anda bahkan bisa merasakan manisnya dalam makanan yang tidak pernah Anda bayangkan sebelumnya. Sup ayam? Jangan harap Anda mendapatkan kuah bening yang menyegarkan. Di Jogja, sup ayam sering kali hadir dengan sentuhan manis yang membuat Anda bertanya-tanya, "Apakah saya sedang makan dessert atau sup?" Ada kalanya, Anda mungkin merasa terjebak dalam paradoks rasa, di mana setiap sendok membawa Anda lebih dekat pada kebingungan daripada kepuasan kuliner.

Tentu saja, ada yang mengatakan bahwa kebiasaan ini mungkin hanya bagian dari kekayaan budaya kuliner Jogja. Manisnya kuliner di sini bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang cara orang Jogja merayakan hidup melalui makanan mereka. Ini adalah cara mereka menunjukkan keramah-tamahan dan kehangatan. Meski kadang membuat Anda merasa seperti telah disuguhkan kue ulang tahun setiap hari, tetap ada niat baik di balik setiap hidangan yang disajikan.

Tapi di sisi lain, kebiasaan ini juga bisa dianggap sebagai tes ketahanan rasa yang tidak ada habisnya. Setelah dua tahun, Anda mungkin sudah sangat mahir dalam menilai berbagai rasa manis, tetapi keajaiban kuliner Jogja tidak akan pernah berhenti membuat Anda merasa seperti seorang pemula yang selalu terkejut. Jika Anda bertanya-tanya mengapa tetap kaget dengan rasa manis setelah sekian lama, mungkin jawabannya adalah karena kuliner Jogja memiliki cara sendiri untuk membuat setiap suapan menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

Pada akhirnya, jika Anda sudah dua tahun merantau di Jogja dan masih terkejut dengan dominasi rasa manis, itu mungkin bukan hal yang harus dikhawatirkan. Ini adalah bagian dari perjalanan kuliner yang unik dan menyenangkan. Rasa manis yang mendominasi hidangan-hidangan ini adalah bagian dari keajaiban yang membuat Jogja menjadi tempat yang tidak hanya memiliki sejarah yang kaya tetapi juga menu kuliner yang kaya akan rasa. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti, Anda akan menemukan cara untuk mencintai keunikan rasa manis ini, atau setidaknya, Anda akan menjadi ahli dalam menyeimbangkan kebiasaan kuliner yang penuh kejutan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun