Selasa, 18 Desember 2012 kemarin telah diadakan pengundian dan penetapan nomor urut pasangan Cagub (calon gubernur) dan Cawagub (calon wakil gubernur) Jawa Barat periode 2013-2018 oleh KPU Jawa Barat di Sasana Budaya Ganesha Bandung. Lima pasangan calon telah mendapatkan nomor urutnya.
Nomor urut 1 ditempati pasangan dari jalur independen yaitu Dikdik Mulyana Arief-Cecep S. Toyib. Nomor urut 2 jatuh ke pasangan mantan Bupati Indramayu dan Tasikmalaya, yakni Irianto MS. Syafiuddin-Tatang Farhanul Hakim. Pasangan Dede Yusuf-Lex Laksamana mendapat nomor urut 3. Nomor urut 4 diperoleh sang petahana Ahmad Heryawan yang berpasangan dengan artis kawakan tanah air, Dedi Mizwar. Sementara pasangan yang berasal dari daerah yang tengah dipimpin Aceng M. Fikri, Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki, mendapat nomor urut terakhir, 5. Keduanya lahir di kota Dodol Garut.
Bila dilihat dari latarbelakang kepemimpinan daerahnya, lima Cagub Jawa Barat tersebut dapat dibagi dalam dua kategori, yakni berpengalaman dan pendatang. Istilah kategori berpengalaman merujuk pada fakta empirik bahwa calon tersebut pernah menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah di wilayah Jawa Barat.
Sementara istilah pendatang bukan dimaksudkan sebagai lawan kata penduduk asli atau pribumi. Pendatang dalam konteks ini berarti bahwa sang calon itu senyatanya belum pernah memimpin daerah dan merupakan pendatang baru dalam kontestasi Pemilukada.
Dalam hal ini, 3 orang calon masuk dalam kategori berpengalaman. Mereka itu adalah Ahmad Heryawan, Dede Yusuf, dan Irianto MS. Syafiuddin. Dua yang pertama merupakan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat saat ini. Sementara yang ketiga merupakan mantan Bupati Indramayu dua periode, yakni 2000-2005 dan 2005-2010. Adapun Dikdik Mulyana Arief dan Rieke Diah Pitaloka, keduanya dimasukkan dalam kategori pendatang.
Untuk kategori berpengalaman, bila menggunakan parameter lamanya waktu memimpin daerah dan aktif dalam politik, maka Irianto MS Syafiuddin atau Yance adalah calon yang paling berpengalaman. Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf berada di urutan berikutnya.  Yance, pernah menjadi kepala daerah selama sepuluh tahun tanpa putus. Sementara 2 nama berikutnya belum genap lima tahun memimpin daerah.
Memang, dua nama selain Yance tersebut memimpin daerah dengan cakupan wilayah lebih luas ketimbang daerah yang dipimpin Yance. Itulah satu-satunya kelebihan obyektif Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf dibandingkan Yance dalam perspektif pengalaman kepemimpinan daerah. Lainnya, dipastikan berada dalam ranah subyektifitas penilaian yang masih dapat diperdebatkan.
Adapun untuk kategori pendatang, Rieke Diah Pitaloka memiliki pupularitas yang jauh mengungguli sang mantan Kapolda Sumatera Selatan, Dikdik Mulyana Arief. Publik tanah air mengenal calon dari PDI Perjuangan tersebut sebagai artis sinetron dan bintang iklan. Tokoh Oneng dalam sinetron Bajaj Bajuri dan Iklan Kuku Bima Jreng begitu melekat dengan sosok Rieke Diah Pitaloka.
Namun demikian, bila dilihat dari pengalamannya memimpin aparatur negara dan keragaman kultural pasangan calon, maka Dikdik Mulyana Arief jauh di atas Rieke Diah Pitaloka. Cagub Jawa Barat paling belia tersebut sama sekali tidak memiliki pengalaman memimpin birokrasi. Begitupun pasangan Cawagubnya, Teten Masduki, yang berasal sedaerah dengan tokoh Oneng tersebut.
Sementara Dikdik Mulyana Arief, memiliki pasangan Cawagub dengan pengalaman memimpin birokrasi pemerintahan dan dapat merepresentasikan keragaman kultural masyarakat Jawa Barat. Cecep S. Toyib, sang Cawagub, adalah mantan Sekda Kabupaten Indramayu dan berasal dari wilayah kultural Jawa-Cirebonan.
Pada 24 Febuari 2013 mendatang, kurang lebih 34 juta rakyat pemiih Jawa Barat akan menjatuhkan pilihan pada Cagub berkategori Berpengalaman atau Pendatang. Mereka tentu memiliki logika pilihannya masing-masing. Bagi pemilih yang tidak mau coba-coba, akan menjatuhkan pilihan pada Cagub berkategori Berpengalaman. Alternatif pilihannya ada 3. Sementara bagi pemilih yang berkeinginan mencoba orang baru, maka pilihannya akan jatuh pada salah satu dari dua Cagub berkategori Pendatang.
Dua kategori Cagub tersebut, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan Cagub Berpengalaman terletak pada kemampuannya mengenali medan tugasnya sebagai kepala daerah dengan baik sebagai dampak pengalaman empiriknya. Mereka telah bersentuhan dengan masalah birokrasi, teknokratis-administratif, dan politik secara bersamaan.
Dengan demikian, mereka memiliki peluang lebih besar dibandingkan Cagub Pendatang untuk mampu memimpin daerah dengan baik bila terpilih kelak. Tentu, tidak ada yang bisa memastikan bahwa peluang tersebut selalu menjadi kenyataan.
Hal yang merupakan kekurangan dari Cagub Berpengalaman adalah realitas bahwa tak ada satu pun di dunia ini pemimpin yang benar-benar steril dari kesalahan dalam kepemimpinannya. Tak ada gading yang tak retak. Itulah peribahasanya. Secemerlang apapun prestasi yang pernah diraih Cagub Berpengalaman, dipastikan selalu ada noda kekurangan dalam kepemimpinannya. Hal itu tentu akan menampilkan citra tak sempurna di mata para pemilih.
Sementara kelebihan utama dari Cagub pendatang adalah citra bebas noda kekurangan dalam kepemimpinan daerah. Ibarat kertas putih yang belum ditulisi apa-apa, sehingga belum bisa dinilai. Citra bebas noda tersebut tentu lahir dari realitas bahwa sang calon belum pernah memimpin daerah.
Kekurangannya, Cagub Pendatang sebagian waktunya akan tersita untuk belajar mengenal medan tugasnya sebagai kepala daerah, seandainya terpilih nanti. Juga belajar menyatukan diri dengan lingkungan dan aparatur birokrasi yang akan dipimpinnya, sehingga ia bisa mengendalikannya dengan efektif untuk kepentingan pembangunan. Tidak ada jaminan bahwa sang Cagub Pendatang akan selalu berhasil belajar dengan cepat, dan pada akhirnya dapat memimpin daerah dengan baik. Sebaliknya, juga tak bisa dipastikan bahwa sang Cagub Pendatang akan menuai kegagalan.
Siapa Cagub Jawa Barat yang akan dipilih? Itu bergantung pada pertimbangan pemilih Jawa Barat, sang pemberi mandat kedaulatan rakyat Jawa Barat. Tulisan ini hanya berupaya menawarkan satu perspektif pertimbangan. Apakah ia efektif menjadi pemandu pemilih untuk menjatuhkan pilihan secara rasional atau tidak. Sang Waktu jualah yang akan menjawabnya. Semoga bermanfaat. Amien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H