Mohon tunggu...
Lu Bu
Lu Bu Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengatasi Kepatuhan Pajak di Tengah Masyarakat Religius

14 November 2024   00:06 Diperbarui: 14 November 2024   00:59 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk yang beragama Islam. Indonesia menghadapi tantangan unik dalam meningkatkan kepatuhan pajak. Sebagian masyarakat Muslim di berbagai daerah berpendapat bahwa pajak bertentangan dengan ajaran agama, sehingga upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak menjadi semakin kompleks. Hal ini diperburuk dengan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kewajiban pajak sebagai bagian dari kontribusi sosial, yang membuat kepatuhan pajak di sejumlah wilayah cenderung masih rendah.

Direktorat Jenderal Pajak perlu memprioritaskan pendekatan yang meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah melalui sosialisasi pajak bersama tokoh agama setempat, yang dapat membantu menyampaikan bahwa pajak adalah bagian dari kontribusi sosial yang sejalan dengan nilai-nilai agama Islam. Tokoh agama yang dipercaya oleh masyarakat, seperti yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau tokoh agama setempat, dapat menyampaikan pesan bahwa pajak tidak bertentangan dengan agama dan justru mendukung kesejahteraan bersama. Melalui diskusi terbuka dengan masyarakat, diharapkan pandangan positif terhadap pajak dapat terbentuk.

Tokoh agama juga bida dilibatkan untuk membantu menciptakan norma sosial yang mendukung kepatuhan pajak di kalangan masyarakat Muslim, sehingga resistensi dapat berkurang. Pajak dapat diperkenalkan sebagai tanggung jawab sosial yang mirip dengan prinsip zakat dalam Islam, yang menekankan solidaritas dan kontribusi bagi kesejahteraan umum. Untuk lebih menginternalisasi norma sosial ini, Direktorat Jenderal Pajak dapat mengajak tokoh agama menyampaikan pesan tentang pentingnya pajak sebagai bagian dari tanggung jawab sosial melalui khotbah Jumat atau kegiatan kajian agama lainnya, sehingga membangun norma positif dalam masyarakat.

Membangun "trust" Wajib Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak untuk melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan bisa juga dengan melakukan kegiatan sosial ke Masyarakat sekitar, contohnya dengan mengadakan operasi katarak gratis di wilayah tertentu, atau juga dengan membagikan sembako-sembako ke Masyarakat sekitar, sehingga dengan begitu "trust" Masyarakat akan terbangun secara perlahan. 

Direktorat Jenderal Pajak juga perlu memperkuat otoritasnya melalui penegakan hukum yang konsisten. Penegakan ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan selektif dan penerapan sanksi yang lebih tegas terhadap pelanggaran pajak, guna menciptakan kedisiplinan dalam pelaporan. Sanksi ini sebaiknya diinformasikan kepada WP agar mereka memahami bahwa pemeriksaan hanya dilakukan jika terdapat indikasi pelanggaran yang jelas, dan sanksi diberikan secara adil. Dengan transparansi ini, kekuatan otoritas dapat diterapkan secara tepat sasaran tanpa menimbulkan ketakutan yang berlebihan.

Pemberian insentif yang relevan akan membuat pendekatan ini lebih efektif dalam mendorong kepatuhan sukarela. Insentif dapat berupa keringanan pajak atau kemudahan administratif bagi WP yang patuh dalam pelaporan dan pembayaran pajak. Sebagai contoh, saat ini Direktorat Jenderal Pajak akan meluncurkan PSIAP, yaitu pembaruan sistem inti administrasi perpajakan untuk mempermudah proses bisnis. Beberapa Kantor Pajak juga sudah banyak membuat acara Apresiasi Wajib Pajak. Melalui insentif ini, Direktorat Jenderal Pajak tidak hanya mengandalkan kekuatan otoritas tetapi juga memperkuat hubungan positif antara WP dan negara.

Direktorat Jenderal Pajak juga perlu mempertimbangkan bahwa banyak WP mungkin memiliki keterbatasan pemahaman terhadap peraturan pajak yang kompleks. Banyak WP yang mungkin tidak memiliki pemahaman mendalam mengenai aturan pajak, yang dapat mempengaruhi Keputusan dalam melaksanakan kewajiban pajak. Oleh karena itu, edukasi yang mudah dipahami dan akses informasi yang lebih baik sangat diperlukan untuk membantu WP membuat keputusan yang lebih rasional.

Pendekatan berbasis tingkat kepercayaan, norma sosial, kekuatan otoritas, ketakutan akan sanksi, insentif, serta kesadaran akan rasionalitas terbatas diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia secara efektif dan berkelanjutan. Strategi yang menyeluruh ini diharapkan mampu membangun budaya kepatuhan pajak yang konsisten di kalangan masyarakat Muslim, sekaligus menumbuhkan kesadaran bahwa pajak adalah bagian dari tanggung jawab sosial yang sejalan dengan ajaran agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun