Fokusan pada PDPT ini, dilihat dari segi faktor sosial dan kependudukan, sarana dan prasarana, kelembagaan, ekonomi, sumber daya alam, kondisi lingkungan, serta bencana alam pesisir. Oleh karena itu, pengembangan desa-desa pesisir yang berada di Kota Semarang digunakannya program kegiatan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) dalam meningkatkan kualitas desa pesisir dan mengatasi berbagai permasalahan pesisir, yakni permukiman kumuh dan tingkat perekonomian yang rendah, sehingga mendorong untuk menjadikan desa pesisir Kota Semarang yang tangguh dalam segala bidang.
Kajian PDPT dilakukkan untuk menyusun profil desa pesisir berupa hasil identifikasi potensi dan permasalahan desa yang digunaka sebagai dasar penetapan desa yang berpeluang menjadi sasaran program PDPT KKP. Dalam proses penyusunan profil tersebut dilakukkan dalam lima tahap, yaitu diantaranya tahap pertama adalah tahap persiapan untuk koordinasi tim penyusun, menentukan stakeholder terkait, metodologi, dan penyusunan rencana kerja. Tahap kedua, adalah melakukkan pengumpulan data baik bersifat primer dan sekunder. Tahap ketiga, melakukkan observasi atau survei lapangan untuk mengetahui akurasi dan koreksi data tahap kedua. Tahap keempat, mengidentifikasi potensi dan permasalahan  pada beberapa faktor yang telah ditentukan. Tahap terakhir, melakukan klasterisasi desa pesisir yang didasarkan pada hasil skoring dan rangking.
Berdasarkan uraian permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan pada jurnal Kajian Pengembangan Desa Pesisir Tangguh di Kota Semarang, dapat diketahui bahwa dalam menentukan desa-desa lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi desa pesisir tangguh harus memenuhi kriteria-kriteria, yang diantaranya desa pesisir terletak dalam satu hamparan wilayah perencanaan, kondisi lingkungan yang kumuh, terdapat banyaknya penggangguran, pendapatan masyarakat pesisir yang cukup rendah, terdapat degradasi lingkungan pesisir, rawan akan terjadinya bencana pesisir, tingkat pelayanan sarana dan prasarana dasar yang terbatas atau rendah, serta tingkat pelayanan prasarana pendukung kegiatan usaha terbatas atau rendah. Dari kedelapan kriteria tersebut dan telah melalui beberapa tahapan klasterisasi desa pesisir Kota Semarang sampai tahap hasil skoring, sehingga didapatkan 3 (desa) lokasi PDPT. Hal ini didukung dengan ketiga desa tersebut yang termasuk dalam rencana pola pemanfaatan ruang, yaitu diantaranya pantai, tambak, pertanian lahan basah atau sawah, pertanian lahan kerng, permukiman, industri, dan permukiman campur.
Dalam jurnal yang dibahas, penulis mencantumkan profil ketiga desa di Kota Semarang sebagai pendukung bukti yang riil lokasi PDPT. Tiga desa yang dimaksudkan adalah Desa Mangkang Kulon, Â Mangunharjo, dan Mangkang Wetan. Dimana Desa Mangkang Kulon mempunyai panjang garis pantai 1,04 kilometer dan tidak mempunyai ekosistem mangrove di area pesisirnya. Mata pencaharian masyarakat Desa Mangkang Kulon didominasi oleh buruh tani, jasa, karyawan dan pedagang, sedangkan presentase nelayan hanya sebesar 3% dari jumlah keseluruhan jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian sehingga dapat dilihat bahwa karakteristik masyarakat lebih banyak menggantungkan hasil pertanian dibandingkan hasil laut. Potensi yang dihasilkan oleh usaha perikanan di daerah pesisr Mangkang Kulon adalah terasi, pengemukkan kepiting, serta daerah pesisir ini dapat menghasilkan tangkapan ikan sekira 12 ton.
Pada Desa Mangunharjo mempunyai panjang garis pantai 5,39 kilometer dengan luasan mangrove sebesar 9 hektar dan panjang mangrove bagian tepi pantai 0,77 kilometer. Penggunaan lahan dalam kegiatan perikanan (tambak) di Desa Mangunharjo seluas 191736 hektar merupakan ciri khas masyarakat pesisir cukup optimal. Akan tetapi, mata pencaharian masyarakatnya sebagaian besar masih didominasi oleh petani dan buruh indsutri, sedangkan sebagai nelayan hanya sejumlah 156 jiwa dari 504 jiwa. Pada desa pesisir Mangunharjo memiliki potensi penghasil rajungan dan diolah menjadi pepes rajungan dan pembuatan terasi.
Pada Desa Mangkang Wetan mempunyai panjang garis pantai 1,16 kilometer dengan luas kawasan mangrove 0,84 hektar dan panjang mangrove tepi pantai sebesar 0,12 kilometer. Menurut penulis yang dikutip dalam jurnal yang dibahas, pada Desa Mangkang Wetan merupakan salah satu rencana RTRW sebagai kawaan industri yang melalui Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sempadan pantai, namun masih banyak sampah dari hulu dan pendangkalan sungai beringin yang dapat menghambat aktivitas nelayan, sehingga hanya mengandalkan tangkapan ikan dari laut. Disamping itu, mata pencaharian penduduk Desa Mangkang Wetan didominasi oleh petani buruh, sedangkan nelayan hanya berjumlah 103 jiwa dari 2159 jumlah jiwa penduduk berdasarkan mata pencaharian.
Pada penerapan dari tiga desa tersebut sebagai lokasi PDPT, perlunya pemerintah untuk terjun langsung ke lapangan, seperti halnya dalam memberikan bantuan berupa pelatihan, memberikan berbagai fasilitas yang lebih memadai untuk nelayan, serta turun langsung dalam mengatasi sampah dan menormalisasi sungai. Pada kawasan kerentanan rendah terdapat pada Kelurahan Mangkang Wetan, dimana harus diperlukannya pembatasan dan pelarangan pengembangan kawasan ekonomi strategis dan kedua desa tersebut tidak banyak terdapat kawasan ekonomi strategis sehingga arahan ini bersifat antisipasi terhadap perkembangan dan pertumbuhan aktivitas perkotaan di kawasan tersebut. Selain itu, pada Kelurahan Mangkang Wetan dan Kelurahan Mangunharjo diperlukannya tindakan antisipasi dalam mempertahankan kawasan ekonomi strategis yang telah dikembangkan serta alternatif startegi yang dilakukkan dapat berupa peninggian kawasan, pengembangan tanggul laut dan pengembangan barier alami di sepanjang kawasan tersebut.
Jika dibandingkan dengan jurnal lain, yaitu jurnal yang berjudul Implementasi Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) dalam Upaya Pembangunan Wilayah Pesisir  di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Pada jurnal perbandingan tersebut memuat informasi yang lebih spesifik mengenai permasalahan daerah pesisir Desa Tambakrejo, yakni Desa Tambakrejo merupakan desa yang rentan terhadap bencana banjir rob, abrasi, dan tsunami dengan skala tingkat sedang. Pada setiap tahunnya desa tersebut mengalami bencana banjir rob yang menggenangi permukiman nelayan sejauh 1,7 kilometer dan menerjang 60 kepala keluarga. Dalam penyajian beberapa permasalahan tersebut sehingga menciptakan program PDPT bukan hanya dari segi perekonomian namun juga untuk ketangguhan dan ketanggapan masyarakat pesisir terhadap bencana. Selain itu, program tersebut memiliki lima fokusan kegiatan bina yang direncanakan dan hanya tiga kegiatan bina yang terimplementasi, diantaranya bina sumberdaya, bina infrastruktur atau lingkungan, serta bina siaga bencana.
Ajuan hasil penelitiannya pada program PDPT di Desa Tambakrejo dengan melakukkan pembangunan baik fisik maupun non fisik. Pembangunan fisik diantaranya dengan tersedianya beberapa fasilitas umum sebagai fasilitas penunjang pengembangan ekowisata, pembangunan jalan evakuasi jika terjadi bencana banjir rob dan perbaikan beberapa infrastruktur desa. Sedangkan pembangunan bersifat non fisik, yakni dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) seperti pelatihan guide dan peningkatan keterampilan masyarakat nelayan Desa Tambakrejo. Selain itu, peran andil pemerintah sangat penting dan persediaannya dana dalam melaksanakan program PDPT yang lebih maksimal. Namun, pada jurnal yang dibahas ini memberikan solusi terhadap program PDPT di tiga desa Kota Semarang hanya berdasarkan pembangunan fisik dan juga tidak spesifik seperti jurnal perbandingan, yakni pada jurnal yang dibahas hanya memuat solusi pada pengembangan ekonomi strategis (kawasan permukiman, kawasan perdagangan jasa dan industri maupun kawasan perkantoran), mengantisipasi terhadap perkembangan dan pertumbuhan aktivitas perkotaan pada kawasan ekonomi Kota Semarang, serta melakukkan strategi alternatif dengan proteksi kawasan seperti peninggian kawasan, pengembangan tanggul laut maupun pengembangan barier alami di sepanjang kawasan pesisir. Akan tetapi, pada solusi pengembangan non fisik tidak disampaikan yang mengarah pada masyarakat, sedangkan pada bagian model pendekatan dalam jurnal ini lebih mengacu pada pemberdayaan masyarakat. Sehingga pada jurnal yang dibahas sinkronisasi antara tujuan dan hasil penelitian yang akan dicapai.
Adapun kelebihan pada jurnal yang dibahas, diantaranya
- Judul jurnal tidak mencantumkan kata "program" sebagai lokasi PDPT di desa pesisir Kota Semarang, sehingga menarik perhatian pembaca untuk membacanya,
- Pada jurnal ini telah menyajikan beberapa rencana dan syarat-syarat peraturan dalam Pengembangan Desa Pesisir Tangguh, sehingga dalam penelitian yang dianalisis lebih terarah,
- Susunan pada jurnal ini disusun dengan cukup rapi, baik dari segi penempatan titik koma, minimnya kesalahan dalam mengetik atau typo, susunan antar kalimat rapi, serta antar paragraf yang tersusun secara efektif,
- Dilengkapi tahapan analisis yang jelas, spesifik, dan bertahap sehingga pembaca dapat lebih memahami proses analisis penelitian yang dilakukkan,
- Dalam pengumpulan data-data sekunder telah dijabarkan instansi-instansi terkait dari perolehan data tersebut, salah satunya BPS, Bappeda, dan kecamatan,
- Penjelasan pada hasil analisis jurnal tersebut telah mencantumkan gambar grafik dari segi jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian, penggunaan lahan, tempat tinggal, dan tingkat pendidikan pada masing-masing desa, sehingga penyajian hasil analisis yang informatif dan mudah dipahamibagi pembaca,
- Pada jurnal ini juga mencantumkan peta satelit kondisi eksisting pada masing-masing desa pesisir, sehingga pembaca akan lebih mengetahui lokasi dalam pembahasan yang terpilih menjadi lokasi PDPT yang dilakukkan beberapa pertahapan,
- Pada gambar grafik telah menyajikan interpretasi atau output dari gambar yang disajikan secara terpadu serta dapat dikatakan bersifat informatif, serta
- Telah memberikan rekomendasi kepada pihak pemerintah untuk melakukkan langkah selanjutnya setelah dilakukkannya penyusunan profil desa lokasi program PDPT di Kota Semarang.
Adapun kelemahan pada jurnal yang dibahas, diantaranya
- Dalam susunan jurnal tidak dibagi antara bab dengan sub bab, sehingga menimbulkan kebingungan bagi pembaca dalam memahami susunan jurnal pada saat membaca,
- Pada nilai indikator dalam menyajikan masing-masing kriteria subbab penentuan lokasi PDPT, tidak mencantumkan sumber pustaka dalam penetapan nilai-nilai indikator tersebut,
- Tidak dijelaskan metode penelitian yang digunakan,
- Pada hasil analisis penelitian dengan menyajikan kondisi lokasi dari foto satelt (google earth) pada masing-masing tiga desa Kota Semarang yang tidak menutup kemungkinan bahwa penyajian peta tersebut tidak informatif dan tidak ada interpretasi yang disampaikan pada masing-masing peta tersebut,
- Tidak mencantumkan kondisi eksisting di wilayah pesisir ketiga desa yang terpilih menjadi lokasi program PDPT yang akan memperkuat data dalam hasil penelitian, serta
- Pada subbab profil desa pesisir Kelurahan Mangkang Kulon tidak menjelaskan secara spesifik jenis ikan apa saja yang dihasilkan pada desa tersebut hanya menjelaskan berat hasil tangkapan ikan, yaitu pada kalimat yang terdapat pada paragraf keenam, dimana tertulis "hasil tangkapan ikan di Kelurahan Mangkang Kulon kurang lebih sebanyak 12 ton".