Mohon tunggu...
HAIRUL SUPAEL
HAIRUL SUPAEL Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya sangat suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjaga Harmoni Dengan Alam: Tradisi Nyelametang Gumi di Desa Kebon Ayu

11 Juni 2024   10:55 Diperbarui: 11 Juni 2024   10:56 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebon Ayu, 2 Mei 2024- Di desa Kebon Ayu, Kabupaten Lombok Barat, tradisi Nyelametang Bumi masih dipertahankan dengan khidmat sebagai salah satu cara masyarakat untuk menghormati dan bersyukur atas hasil bumi yang melimpah. Upacara adat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga
 
Desa Kebon Ayu, sebuah desa yang terletak di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, terkenal dengan tradisi adatnya yang kaya dan beragam. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga kini adalah "Nyelametang Gumi". Tradisi ini merupakan ritual tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kebon Ayu untuk mengucap syukur dan memohon berkah dari alam.
 
Nyelametang Gumi berasal dari kata "nyelametang" yang berarti menyelamatkan, dan "gumi" yang berarti bumi. Ritual ini dilaksanakan setiap tahun, biasanya setelah panen raya sebagai bentuk syukur atas hasil panen yang melimpah. Selain itu, tradisi ini juga merupakan doa agar bumi tetap subur dan memberikan hasil yang baik di masa mendatang.
 
Pelaksanaan Nyelametang Gumi biasanya dimulai dengan persiapan yang matang. Seluruh warga desa, dari anak-anak hingga orang tua, turut serta dalam kegiatan ini. Persiapan dimulai beberapa hari sebelum hari pelaksanaan dengan membersihkan lingkungan desa dan mempercantik rumah-rumah mereka. Masyarakat juga mempersiapkan berbagai sesajen yang akan digunakan dalam ritual, seperti nasi tumpeng, buah-buahan, dan aneka jenis kue tradisional.
 
Pada hari pelaksanaan, warga desa berkumpul di pusat desa, biasanya di balai desa atau lapangan terbuka. Acara dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh tetua adat atau tokoh agama setempat. Doa ini mengandung harapan dan permohonan agar desa selalu diberkahi dengan hasil bumi yang melimpah dan dijauhkan dari segala bencana.
 
Setelah doa, acara dilanjutkan dengan arak-arakan mengelilingi desa. Arak-arakan ini membawa berbagai sesajen yang telah dipersiapkan sebelumnya dan diiringi dengan musik tradisional. Selama arak-arakan, warga desa akan menyebarkan beras kuning sebagai simbol keberkahan dan penolak bala.
 
Ritual puncak Nyelametang Gumi adalah penanaman pohon atau tanaman baru di beberapa titik di desa. Hal ini melambangkan komitmen masyarakat untuk menjaga kelestarian alam dan menghijaukan desa mereka. Penanaman pohon ini juga menjadi simbol harapan bahwa desa Kebon Ayu akan terus subur dan makmur.
 
Tidak hanya sebagai wujud syukur, Nyelametang Gumi juga menjadi ajang mempererat tali silaturahmi antarwarga desa. Selama persiapan dan pelaksanaan acara, warga bekerja sama dan saling membantu, menciptakan suasana kebersamaan dan kekeluargaan yang kental.
 
Nyelametang Gumi bukan sekadar tradisi, melainkan cerminan dari kearifan lokal masyarakat Desa Kebon Ayu dalam menjaga keseimbangan alam. Melalui tradisi ini, mereka menunjukkan bahwa hubungan harmonis dengan alam adalah kunci untuk hidup yang sejahtera dan berkelanjutan.
 
Di tengah arus modernisasi, masyarakat Desa Kebon Ayu tetap teguh melestarikan tradisi ini sebagai warisan budaya yang harus dijaga. Nyelametang Gumi menjadi salah satu contoh nyata bagaimana tradisi dan budaya lokal dapat berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan dan membangun kebersamaan dalam masyarakat.
 
Setiap tahun, menjelang musim panen, masyarakat Kebon Ayu berkumpul untuk melaksanakan Nyelametang Bumi. Acara ini dipenuhi dengan serangkaian kegiatan yang menggabungkan unsur spiritual, sosial, dan budaya, menjadikannya sebuah perayaan yang penuh makna.
 
Pada pagi hari, warga mulai berkumpul di balai desa. Para sesepuh dan tokoh adat memimpin persiapan sesajen yang terdiri dari berbagai hasil bumi seperti padi, jagung, kelapa, serta aneka buah-buahan dan sayuran. Sesajen ini kemudian ditempatkan di sebuah altar yang dihias dengan daun kelapa dan bunga-bungaan.
 
"Saya merasa bangga bisa melanjutkan tradisi ini," ujar Pak Jumarsa, kepala desa Kebon Ayu. "Nyelametang Bumi bukan hanya sekadar ritual, tapi juga wujud rasa syukur kami kepada Tuhan dan penghormatan kepada alam yang telah memberikan rezeki berlimpah."
 
Di lokasi, para petani memanjatkan zikir dan doa. Ada juga ritual memotong ayam sebagai simbol persembahan kepada alam. Setelah itu dilanjutkan dengan makan bersama. Pagi hari sebelum acara inti, ada acara "tujak ragi beleq". Ini memang sepenuhnya gawe para petani. Setelah sekian waktu bergelut di sawah, mereka menyisihkan waktu untuk berkumpul untuk berterima kasih kepada alam. " Ini semacam kita permisi kepada alam. Setelah ritual ini, baru kita mulai bercocok tanam," ungkap H. Abdullah Fahri, ketua kelompok tani setempat menerangkan sejarah ritual ini.
Prosesi utama dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh sesepuh desa. Dalam doa tersebut, mereka memohon perlindungan dan kelimpahan rezeki, serta keselamatan dari segala bencana. Doa ini diiringi oleh alunan musik tradisional gendang beleq, yang menambah khusyuk suasana.
 
Setelah doa, acara dilanjutkan dengan berbagai pertunjukan seni tradisional. Tari Gandrung, yang merupakan tarian khas Lombok, dipentaskan oleh pemuda dan pemudi desa dengan penuh semangat. Pertunjukan Wayang Sasak juga turut memeriahkan acara, menyajikan cerita-cerita lokal yang sarat akan nilai-nilai moral dan budaya.
 
"Bagi kami, Nyelametang Bumi juga menjadi ajang untuk mempererat silaturahmi antarwarga," kata Bu Siti, salah satu warga desa yang turut serta dalam persiapan acara. "Di sini, kami bisa berkumpul, berbagi cerita, dan bersama-sama merayakan hasil kerja keras selama setahun."
 
Tidak hanya itu, tradisi ini juga berperan penting dalam edukasi generasi muda tentang pentingnya menjaga lingkungan. Dengan mengikuti Nyelametang Bumi, anak-anak dan remaja desa diajarkan untuk selalu menghargai alam dan menyadari bahwa kelestarian lingkungan adalah tanggung jawab bersama.
 
Dalam era yang serba modern ini, tantangan untuk mempertahankan tradisi memang tidak mudah. Namun, masyarakat Kebon Ayu berkomitmen untuk terus melestarikan Nyelametang Bumi sebagai bagian dari identitas budaya mereka. "Kami ingin anak cucu kami kelak juga bisa merasakan dan memahami betapa pentingnya tradisi ini," ujar Pak Mulyadi dengan penuh harap.
 
kemakmuran hanya akan tercipta jika manusia dan alam saling menghormati dan saling menjaga. Maka akan tercipta keseimbangan. Jika manusia dan alam sudah tidak saling jaga, maka ketidakseimbangan terjadi. Wujudnya adalah bencana alam seperti banjir, longsor, atau bisa juga bencana kelaparan akibat gagal panen. Maka dari itu rutual nyelametang gumi penting untuk menjaga keseimbangan manusia dengan alam.
 
Desa Kebon Ayu menjadi contoh nyata bagaimana tradisi leluhur bisa tetap relevan dan berharga di tengah arus perubahan zaman. Nyelametang Bumi adalah wujud nyata dari kearifan lokal yang mengajarkan pentingnya keseimbangan antara manusia dan alam, serta nilai-nilai  kebersamaan yang kian langka di era modern ini.
 
Selain itu, Nyelametang Gumi juga menjadi daya tarik wisata yang menarik bagi pengunjung dari luar desa, bahkan dari luar daerah. Para wisatawan yang datang tidak hanya disuguhi keindahan alam Desa Kebon Ayu, tetapi juga diperkenalkan dengan kekayaan budaya dan tradisi lokal yang unik. Pengalaman langsung mengikuti ritual Nyelametang Gumi memberikan kesan mendalam bagi para wisatawan, serta menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam dan budaya.
 
Dengan semakin dikenalnya tradisi ini, Pemerintah Desa Kebon Ayu juga berupaya mengembangkan potensi wisata budaya yang dimiliki. Mereka bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mempromosikan Nyelametang Gumi sebagai salah satu agenda wisata tahunan. Harapannya, dengan meningkatnya kunjungan wisatawan, ekonomi desa dapat semakin berkembang, sekaligus memastikan bahwa tradisi ini tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Melalui upaya ini, Desa Kebon Ayu tidak hanya menjaga warisan budayanya, tetapi juga berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun