Sudah kuduga, kau sebut aku penikmat yang sedang candu
Varian kopi di banyak kedai sudah kujamah
Beberapa penyeduh, mengenal aku dengan akrab
Untung saja perasaan dan hatimu tak seperti kopi
Sudah kuduga, dan memang seharusnya
Semua orang berhak bahagia menikmati kopi
Kopi tak hanya untukmu yang bahagia
Orang-orang sakit hati pun punya hak yang sama
Sudah kuduga, kau tak mampu mengambil hikmah
Setelah sekian banyak cangkir kopi kau teguk
Tapi lupa, makna kebebasan yang kau seruput
Yang saban hari sering kali kau sebut rindu
Sudah kuduga, matamu tak mampu membaca bahagia para petani kopi
Sebab, jangkauan pandanganmu hanya pada muda-mudi yang kasmaran
Yang sering berserikat lalu meramu ribuan khayalan
Kau tak bisa menduga, mereka itu sedang merencanakan patah hati
Sudah kuduga, kau tak  bisa menyelam ke dasar hati orang-orang
Kau juga tak mampu melihat petani kopi yang lusuh dan kaku
Menanam kopi dengan hati, pun merawatnya dengan ikhlas
Lalu suguhkan kecintaan itu pada kau yang berlagak penikmat
Sudah kuduga, cangkir demi cangkir kau teguk dari bibir manismu
Tapi kau cercah kemiskinan dan tuhankan kekayaan
Kau lupa, kenikmatan dan cinta dari air hitam yang kau teguk
Yang entah seperti apa makna yang harus ku sebut
Haruskah aku curiga pada pendusta?
Sedangkan aku tahu, menyeruput kopi itu kebebasan
Siapa saja berhak, menikmati cinta dari kopi
Para bangsawan, konglomerat, sosialita, muda-mudi dan juga kau
Aku, bukan penikmat yang mencari hikmah
Tak ubah seperti orang-orangan kayu di kebun kopi
Aku hanya nikmat yang candu tapi juga tak ragu
Bukan pendusta yang pandai meramu janji-janji madu
Begini saja, kau ajarkan aku merapal janji suci
Nanti ku ajarkan kau minum kopi sambil menjaga hati.
Hr Suriname