Juni tinggalkan rasa dalam sekotak nasi basi
Entah pada siapa, rasa yang tertinggal akan dihabisi
Aku pikir perjalanan panjang mencapai langit sedikit bergengsi, lalu mulut mereka rakus tanpa peduli.
Suyi
Di ujung juni mengajak aku menepi
Aku tak peduli, biarkan saja juni pergi
Sore nanti, kutemui senja meski sedikit sepi
Mimpi-mimpi pada langit tidak menjadi nyata
Mata mereka seperti api yang masih menyala
Pergi sebelum alam mulai murka, kita harus sampai di tujuan utama
Kau ingat?
Sekotak nasi basi pada juni bukan mimpi
Lentik-lentik jemari lemah menghampiri, tapi tak mampu menahan benci
Ternyata juni masih saja suyi
Menabur kesturi sebelum juni beranjak pergi
Hati yang lelah itu, ditiduri janji-janji berulangkali
Sebelum jemari dan naluri menyatu di akhir juni
Ku perlu siapkan hati meski aku begitu tak peduli
Juni tak bisa mati, meski ada yang telah pergi
Pada penghujung yang riuh
Mabuk nasi basi masih bisa ditoleransi
Sebab, hati yang letih tetap sendiri, lalu memaki mimpi-mimpi tak lagi bergizi
Ya, juni yang pergi tak tau diri
Biar saja aku begini, berdiri sendiri bersama janji-janji mulia yang sebentar lagi ditepati
Aku dan juni,
Menari-nari mengikhlaskan pergi bak menang bertarung pada perang sengit. Harapku, kau harus mengerti.
Bth, 30 Juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H