Pagi tadi, pukul delapan aku bangun
Buru-buru basuh muka
Lampu-lampu teras masih menyala
Tandanya aku terlambat, sengaja
Dua kasur berantakan
Bantal-bantal di atas keramik
Kertas-kertas bekas kerja semalam tidak dirapikan
Spesial, ini kekacauan
Di atas meja keca
Gelas kosong sisa kopi berdansa, ritual menyebalkan
Tiga buah buku, ada obeng, tang dan pena
Botol  bekas air mineral, terlihat tidak normal
Aku sangat emosi hari ini
Tidak mau membaca, apalagi menulis
Laptop di atas meja dan dua toples berisi ikan hias
Aku lupa, ikan hias belum di kasi makan
Aku emosi
Toples kosong bekas cemilan juga rokok mengganggu mata
Ikan hias dan empat anaknya melotot matanya tajam
Emosi ku memuncak, kupanah ikan dengan kata
Tulisan-tulisan acak tak bermakna
Masih berdiam diri di tumpukan kertas
Aku emosi, ku bakar tulisan dengan makian
Ku seduh empat cangkir kopi
Tidak untuk tetamu juga tidak untuk kau, kawan
Dengan tenang aku duduk
Satu demi satu kopi di cangkir aku lumat
Menjamah seluruh rasa
Aku tidak apa-apa, tapi emosi sering menyapa
Aku hari ini istirahat, maunya begitu
Empat cangkir kopi, melunasi ketenangan diri
Ku robek emosi, caranya begini
Ku hujat empat cangkir kopi
Ikan hias melotot bikin aku kembali emosi
Sudah, bayar emosi dengan empat cangkir ketenangan
Kopi tak kenal emosi,
Tidak bergizi tapi bukan gengsi
Aku masih emosi, pada kopi dan defenisi
Empat cangkir ku lumat habis,
Ku bayar emosi dengan ketenangan !