Mohon tunggu...
Hairil Suriname
Hairil Suriname Mohon Tunggu... Lainnya - Institut Tinta Manuru

Bukan Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Menulis Sampai Lupa Diri, Begini Hasilnya?

3 April 2021   09:37 Diperbarui: 4 April 2021   04:43 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika ada teman meyakini penulis untuk terus menulis, penulis sendiri tidak percaya diri. Orang-orang menyebut banyak penulis yang mereka kenal hanya sebagai orang yang tidak tahu diri. Bagi penulis, menulis hal terkini memiliki nilai tersendiri untuk diri dan untuk orang-orang yang turut memotivasi diri penulis untuk bisa mengerti apa itu arti dari jati diri.

Menulis, bagi penulis adalah semangat diri yang harus digali. Mencari jati diri sendiri tanpa harus membela diri. Tapi ketika ada yang merasa tidak di hargai dengan apa yang penulis kabari, hal ini yang membuat penulis sedikit lebih hati-hati menahan diri. Tulisan ini bukan sengaja memainkan logika, hanya sedikit arti yang perlu pembaca terka.

Dengan tulisan kita menggali defenisi, mencari arti dengan mengkaji lebih banyak hal dari  sesuatu yang memiliki arti. Kalaupun kita dilabeli sebagi penulis dini, itu tidak akan mengurangi arti berbagi.

Pembaca tidak perlu memahami apa yang penulis beri, karena yang dicari bukan hanya untuk diri penulis sendiri. Selain itu, ada hal yang sangat ber-energi ketika penulis memulai hari dengan mandiri dan penuh hati-hati.

Penulis pernah membaca beberapa arti dari yang orang-orang menulisnya sebagai symbol pengingat diri. Tidak penulis temukan, ada orang yang menulis sampai dia lupa diri. Penulis sangat percaya diri setelah membaca yang penulis lain beri.

Tapi sampai penulis memulai menulis lagi, penulis tidak bisa menyusun kata dengan sendiri apalagi berpikir seperti orang-orang yang sudah mandiri. Mungkin karena penulis terlalu takut dengan diri penulis sendiri hingga tidak bisa memulai sesuatu dengan percaya diri.

Membaca tulisan dari senior-senior yang membagi tips menulis setiap hari, bukannya menambah kekayaan alam pikir, perpustakaan kata dalam otak penulis semakin kritis, kalau saja tidak ada yang menguatkan selain memulai tulisan dan menikmatinya sendiri.

Beberapa hari ini penulis masih saja menulis, terus menulis meskipun dicap sebagai penulis yang tidak tau diri. Menurut penulis, memulai sesuatu untuk mengobati rasa tidak percaya diri sebab  menulis adalah hal terbaik saat ini. Sehingga tulisan ini di tulis sedari pagi sebelum penulis sadar diri kalau beberapa orang sudah berbagi ketika penulis masih tidur malam hari.

Seperti tema yang penulis cari, beberapa sumber dicermati dengan hati-hati. Yang penulis temukan adalah tema tulisan yang begini, seperti ditangan pembaca ini. Tapi penulis sudah mulai hati-hati, menulisnya dengan hati agar pembaca yang membaca pun tidak menyimpan kesalah penulisannya didalam hati

Penulis tahu, menulis sesuatu yang memiliki arti tidak sama dengan prosesi bela diri. Karena tida ada sesuatu yang bisa mengalahkan diri ketika penulis sudah mulai menulis dengan mandiri.

Sekarang di tangan pembaca adalah tulisan penulis yang kesekian kali, yang penulis tulis ketika hampir kehilangan kendali, takutnya pembaca yang baca pun tidak sadar diri karena tulisan ini tidak memiliki arti yang terlalu baik seperti tulisan orang-orang yang sudah mandiri.

Kali ini, penulis berbagi dengan tulisan pendek meskipun artinya agak sedikit irit, menulis ini sambil duduk dan menikmati kopi tapi pembaca jangan membacanya sambil berlari nanti dibilang tidak tahu diri.

Materi dari tulisan ini hanya sedikit, penulis dapat ketika bangun pagi. Sejumlah artikel yang penulis selami, hanya satu kata yang melintasi alam pikir hingga penulis memberi judul "Menulis sampai lupa diri"

Time line media berita hari ini, isinya tidak mendorong diri apa lagi menyemangati diri. Kalau saja setiap hari begini, bisa jadi menulis dengan gaya sendiri membuat kritikan dari pembaca menyerang diri penulis yang kekurangan gizi untuk menulis sesuatu yang bergengsi.

Setiap membaca berita yang beredar hari ini, ternyata penulis menemukan beberapa hal yang berbeda, ada yang membela diri dan ada juga dirinya tidak bisa di bela. Jadi penulis tidak bisa menyimpulkan kalau berita ini akan menyuguhkan kebenaran fakta, malainkan kenyataan yang berbeda

Penulis pernah menulis sebelumnya, menulisnya ketika duduk bersilah didepan rumah. Tapi ketika ada pembaca yang membaca di jalan-jalan, di kereta yang tidak ada jendalanya membuat arti menjadi tidak nyata. Kelihatannya sangat sengsara membaca berita dengan gaya yang beda, tapi tidak menemukan makna

Menerka arti setiap berita, bikin kepala serasa pecah. Belum lagi membaca tulisan penulis yang sekarang ditangan pembaca, seakan menyulut amarah memuncak di kepala. Kalau pembaca sudah marah, penulis mengakhiri ini agar imbasnya tidak terlalu parah. Penulis tidak menulis ini sendiri, jadi jangan baca sampai lupa diri.

Selamat beraktivitas hari ini, tulisan ini hanya sebagai penyemangat diri ketika tidak ada teman yang meluangkan waktunya untuk berikan banyak energi, untuk menyemangati diri penulis hingga sekarang ini. Tetapi penulis masih terus menulis, sampai penulis benar-benar bisa mandiri dengan gaya penulisan sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun