Sedangkan untuk rata-rata upah buruh tertinggi berada di kategori Pertambangan dan Penggalian, yaitu sebesar 4,48 juta rupiah, sedangkan terendah berada di kategori Jasa Lainnya, yaitu sebesar 1,69 juta rupiah. Dari klasifikasi upah buruh tersebut berdasarkan klasifikasi tenaga kerja bisa dibilang lumayan besarlah.
Tapi pernahkah kita berpikir tentang tenaga kerja yang diklasifikasikan tadi? Tidak pernah kan?. Persentase tahun ke tahun upah buruh bisa turun, tetap atau bahkan naik, hal ini juga di tentukan berdasarkan psikologi ketahanan ekonomi negara dalam arti pendapatan negara jauh lebih besar sehingga dapat membayar gaji seluruh buruh atau tenaga kerja yang jam kerjanya maksimal menurut standar kerja.
Bagaimanapun, tenaga kerja yang telah diklasifikasikan tadi akan merasakan dampaknya yang sangat luar biasa. Kalau tenaga kerja yang berkualitas menurut klasifikasi tidak menggap ini sebuah masalah, yah karena menereka menerima upah kerja berdasarkan standar upah dimasing-masing daerah tempat mereka kerja.
Problemnya adalah tenaga kerja alias buruh yang secara klasifikasinya sebagai buruh kelas bawah jika dilihat dari kemampuan dan kualitas pekerja. Karena menurut mereka jika standar upah di terapkan berdasarkan klasifikasi, sudah barang tentu aja juga tenaga kerja yang akan dikelompokkan menjadi Tenaga Kerja Terdidik dan Tenaga Kerja Tidak Terdidik.Â
Dokter, Guru, Arsitek, Dosen dan sejumlah tenaga kerja terdidik yang jelas membutuhkan tahapan Pendidikan formal untuk profesi bidang kerjanya. Tenaga kerja yang terdidik ini memperoleh kemampuannya dalam suatu bidang tertentu, dan dalam dunia kerja standar upahpun tentunya dijamin setara dengan kemampuan mereka yang formal.
Bagaimana dengan Tenaga Kerja Terampil, seperti supir truk dan bus, taksi, ojeg dan lain-lain. Dengan upah yang tidak sesuai standar tapi berdasarkan upaya dan semangat dia sendiri sebagai pelaku, karena pekerjaan dengan  yang membutuhkan keterampilan khusus ini juga belum bisa menjamin kehidupan yang sebagaiman dialami oleh tenaga kerja terdidik lainnya.Â
Standar upah bisa tidak berlaku untuk jenis tenaga kerja yang satu ini meskipun sama-sama sebagai tenaga kerja yang terampil. Tenaga kerja terdidik sudah barang tentu menjadi tenaga kerja yang terampil, tapi tidak semua tenaga terampil bisa berangkat dari proses Pendidikan formal.Â
Tenaga Kerja Tidak Terdidik. Tenaga kerja yang tidak terdidik sudah jelas jauh dari kata terampil, alias tenaga kerja yang tidak terampil. Lihat saja kuli bangunan, tenaga petani, nelayan dll. Meskipun tidak terampil dan sering cap sebagai ( Pekerja Kasar) oleh kebanyakan orang, padahal mereka punya kontribusi dan sumbangsih yang sama dengan pekerja terampil yang terdidik yang di butuhkan negara/daerah.
Untuk menghargai tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terampil ini, cukup dengan menghargai jasa-jasa mereka. Mungkin itu layak disebut sebagai bayaran/upah layak untuk mereka. Negara/daerah yang maju membutuhkan lajunya perkembangan pembangunan secara fisik. Yah, tenaga kerja tidak terampil ini yang mengerjakan karena banyak orang di antara kita/negara/daerah dengan sengaja menguras tenaga yang dianggap tidak unggul ini.
Di Indonesia sendiri lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terbesar adalah pada Sektor Pertanian (2,23 persen poin). Di sector pertanian sendiri, tenaga kerjanya bukan hanya yang terampil, tapi banyak di antaranya ada tenaga tidak terdidik yang tidak terampil di kerjakan sebagai buruh kasar di sector pertanian.
Sekarang jika tenaga kerja digolongkan berdasarkan status pekerjaanya, maka kita klasifikasikan dulu tenaga kerja dalam beberapa di golongan yakni: Pekerja Lepas, Pekerja Kontrak dan Pekerja Tetap.