Mohon tunggu...
Hairan
Hairan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Main voli

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Perkembangan Sosial yang Dikemukakan oleh Erik Erikson tentang Psikososial

8 November 2024   07:12 Diperbarui: 8 November 2024   07:23 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson adalah salah satu teori yang paling berpengaruh dalam psikologi perkembangan. Erikson berpendapat bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh interaksi antara faktor psikologis dan sosial sepanjang hidup. Berbeda dari teori perkembangan Freud yang lebih menekankan aspek seksual dalam perkembangan, teori Erikson memfokuskan pada konflik atau krisis yang dihadapi individu di setiap tahap kehidupan, yang berfungsi untuk membentuk identitas dan karakter individu. Teori ini terdiri dari delapan tahap psikososial, di mana setiap tahap berisi krisis atau konflik yang harus diselesaikan untuk dapat melanjutkan ke tahap berikutnya dengan sehat.

Berikut adalah tahapan-tahapan dalam teori perkembangan psikososial Erikson:

1. Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-1 tahun)

Tahap pertama ini terjadi pada masa bayi, di mana bayi mulai membangun rasa kepercayaan terhadap dunia sekitarnya. Bayi akan merasakan dunia sebagai tempat yang aman dan dapat diandalkan jika orang tuanya memberikan perawatan yang konsisten, penuh kasih sayang, dan perhatian. Jika kebutuhan bayi tidak terpenuhi, seperti tidak mendapat makanan atau kenyamanan secara tepat waktu, bayi mungkin mengalami ketidakpercayaan terhadap dunia sekitarnya. Hasil dari tahap ini adalah rasa kepercayaan atau rasa ketidakpercayaan yang akan memengaruhi cara individu berinteraksi dengan dunia di masa depan.

2. Otonomi vs. Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun)

Pada tahap ini, anak mulai belajar untuk mandiri dan melakukan hal-hal sendiri, seperti berpakaian, makan, atau berjalan. Mereka mulai merasakan rasa otonomi atau kemandirian. Ketika orang tua memberikan dukungan dan membiarkan anak bereksplorasi sambil memberikan batasan yang aman, anak akan membangun rasa otonomi yang sehat. Sebaliknya, jika anak terlalu sering dikendalikan atau dikritik, mereka bisa merasakan rasa malu dan ragu terhadap kemampuan mereka sendiri. Rasa otonomi yang berkembang dengan baik memungkinkan anak untuk menjadi individu yang percaya diri di masa depan.

3. Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-6 tahun)

Pada tahap prasekolah ini, anak mulai menunjukkan inisiatif untuk melakukan hal-hal baru dan mengeksplorasi lingkungan sekitar. Mereka berani mencoba hal-hal baru dan mulai mengembangkan minat. Jika anak merasa didukung dalam usaha mereka, mereka akan mengembangkan rasa inisiatif dan merasa percaya diri untuk mengejar minat mereka. Namun, jika mereka sering dikritik atau dilarang, mereka dapat merasakan rasa bersalah yang mungkin menghalangi mereka untuk bertindak atau mengambil risiko.

4. Ketekunan vs. Rasa Rendah Diri (6-12 tahun)

Pada usia sekolah dasar, anak mulai belajar keterampilan-keterampilan tertentu dan mengejar prestasi dalam belajar, olahraga, dan aktivitas lainnya. Jika mereka merasa mampu dalam bidang tertentu, mereka akan mengembangkan rasa ketekunan atau rasa pencapaian. Namun, jika mereka sering gagal atau tidak mendapatkan pengakuan dari orang lain, mereka bisa mengalami rasa rendah diri atau merasa tidak berharga.

5. Identitas vs. Kebingungan Identitas (Remaja)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun