Haira Dwi Maulida, Dr Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd., M.H.Â
Â
Generasi milenial memiliki harapan yang besar dan menginginkan makna yang mendalam dari setiap karya yang mereka hasilkan (Onobara, 2017). Rata-rata, generasi ini berpindah pekerjaan hingga 20 kali sepanjang hidup mereka. Sebagai perbandingan, generasi tradisionalis cenderung bekerja di perusahaan yang sama hingga masa pensiun. Meskipun demikian, milenial menunjukkan kesetiaan yang kuat terhadap teman-teman dan rekan kerja mereka. Mereka tidak akan bertahan di suatu perusahaan jika merasa bahwa atasan dan kolega tidak dapat menjadi teman sejati.
Seiring dengan berlanjutnya pembangunan global, semangat kerja semakin menurun, karena akses terhadap berbagai hal - hal baik yang positif maupun negatif menjadi semakin mudah. Generasi milenial, yang sering disebut sebagai generasi emas, berada pada usia yang sangat sensitif terhadap hal-hal baru. Mereka sangat tertarik pada inovasi, terutama yang menawarkan fitur-fitur menarik yang dapat memikat perhatian mereka
Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka, dan generasi ini sudah sangat terbiasa mengaksesnya dengan mudah. Fitur-fitur menarik yang ditawarkan, terlepas dari apakah konten yang terkandung di dalamnya bersifat positif atau negatif, sebenarnya dirancang untuk menarik perhatian generasi milenial. Namun, penting bagi mereka untuk menjaga diri agar tetap bertindak sesuai dengan etika yang berlaku, terutama dalam konteks nilai-nilai hedonis yang sering kali ditawarkan oleh media sosial.
Meskipun media sosial dapat memberikan manfaat positif dalam memenuhi kebutuhan manusia, dampak negatifnya terhadap perkembangan pola pikir generasi ini tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, kesadaran dan pemahaman yang mendalam tentang penggunaan media sosial sangat penting bagi milenial agar mereka dapat memanfaatkan teknologi dengan bijak.
Pancasila dapat berfungsi sebagai pedoman bagi masyarakat agar tidak terjerumus dalam sikap dan tindakan yang menyimpang dari aturan. Hal ini sangat penting dalam upaya membangun sumber daya manusia yang berkualitas, yang akan mendukung tercapainya visi Indonesia Emas pada tahun 2045. Selain dari segi aset, Indonesia juga akan memiliki keunggulan demografis dalam menyongsong era Indonesia Emas ini.
Yang terpenting saat ini adalah meyakinkan generasi muda bahwa Pancasila merupakan ideologi dan falsafah tertinggi yang sejalan dengan prinsip-prinsip kehidupan berbangsa. Upaya ini dapat dicapai melalui penyampaian materi yang lebih fleksibel, tidak kaku, dan menggunakan pendekatan non-dokumenter. Pemahaman tentang Pancasila seharusnya tidak bersifat dogmatis; materi yang disampaikan perlu lebih responsif terhadap prinsip-prinsip Pancasila dan relevan dengan kenyataan yang ada.
Nilai-nilai Pancasila mencakup cita-cita, tujuan, dan nilai-nilai yang kokoh, baik, serta diperjuangkan dengan benar, yang sangat penting dalam kehidupan manusia di dunia ini. Nilai instrumental mewakili arah, pedoman, strategi, tujuan, dan lembaga pelaksana. Sementara itu, nilai praktis adalah penjabaran dari nilai-nilai instrumental ke dalam penerapan yang konkret, yang dapat diimplementasikan baik oleh individu maupun kelompok sosial dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks bermasyarakat, bernegara, maupun berbangsa (Sunarso, 2006: 8).
Saat ini, kita menghadapi ancaman nyata berupa maraknya gerakan ekstremis, kebijakan saling berperang yang dilakukan oleh partai politik asing, serta penyebaran misinformasi dan provokasi melalui media sosial. Tantangan-tantangan ini dapat kita hadapi jika tindakan dan pernyataan kita berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila, yang sangat penting bagi masyarakat dan bangsa.