Stunting merupakan masalah gizi yang memerlukan perhatian khusus dari semua pihak di Indonesia. Karena sampai saat ini kasus stunting masih terbilang tinggi. Apabila masalah tersebut berlarut-larut dan tidak segera ditangani dengan cepat, maka akan berdampak buruk pada tahap tumbuh kembang anak baik perkembangan kognitif, psikis dan psikomotorik. Hal tersebut akan berdampak besar pada sumber daya manusia (SDM) yang berhubungan dengan tingkat kesehatan dan dampak terburuknya bisa mempengaruhi ekonomi sebuah negara. Sampai saat ini, hasil data yang bersumber dari Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) memaparkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia mencapai angka 21,6% walaupun angka tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 24,4% (Kemenkes, 2022). Namun angka tersebut masih tergolong tinggi target WHO bertujuan untuk menjaga angka stunting di bawah 20%. Melihat dampak buruk yang ditimbulkan dari stunting, maka permasalahan ini harus segera ditangani dan mendapatkan atensi dari semua pihak untuk menekan angka prevalensi stunting Indonesia dibawah 20% sesuai target yang sudah direncanakan oleh pemerintah. Â
Penanggulangan dan pencegahan stunting memerlukan peranan dari semua pihak, terutama keluarga terkhusus ibu yang mempunyai peran penting dalam pola asuh anaknya. Karena ibu merupakan sosok yang selalu membersamai anak dari kandungan sampai besar. Pada usia bayi sampai balita, mereka belum bisa memilih makanan apa yang baik untuk dia makan dan belum bisa memenuhi kebutuhan asupannya sehari-hari. Ia hanya memakan apa yang diberikan oleh ibunya. Oleh karena itu, peran ibu menjadi kunci dalam pertumbuhan anaknya. Ibu hendaknya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang gizi dan kesehatan anak balitanya. Berdasarkan penelitian Kresnawati dkk tahun 2022 menjelaskan bahwa balita yang tidak stunting memiliki ibu yang pengetahuan gizinya cukup dan baik, oleh karena itu ibu yang memiliki pengetahuan baik akan bijak dan cerdas dalam menyiapkan aneka jenis makanan dan jumlah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi anaknya pada masa pertumbuhan. Karena stunting bisa disebabkan karena tidak tercukupinya zat gizi pada 1000 HPK. Oleh karena itu peranan ibu menjadi sangat penting sebagai penyedia makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi balita dalam penanggulangan dan pencegahan stunting
Balita rentan mengalami stunting pada masa pertumbuhan karena kurangnya asupan protein yang inadekuat. Protein menjadi salah satu zat gizi yang dibutuhkan pada masa balita karena protein berperan membentuk jaringan baru selama masa pertumbuhan tubuh. Kurangnya asupan protein yang cukup pada masa bayi sampai balita menjadi penyebab utama terhambatnya pertumbuhan. Hal ini juga berdasar pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasari dkk. Pada tahun 2019 merupakan Kabupaten Mataram Ilir. Kabupaten Lampung Tengah. Hasil didapatkan dengan cara mewawancarai ibu dengan bayi stunting berjumlah 10 orang, menemukan bahwa 70% ibu tidak memperhatikan asupan protein bayinya dan tidak memenuhi kebutuhan protein bayinya. Oleh karena itu, makanan tinggi protein harus diberikan untuk memastikan asupan protein yang cukup selama masa pertumbuhan  untuk mencegah keterbelakangan pertumbuhan pada anak kecil.
Penggiatan konsumsi protein hewani merupakan upaya preventif untuk penanganan stunting pada balita. Hal tersebut dikarenakan protein hewani mempunyai kandungan zat gizi yang lengkap kaya akan asam amino dan vitamin yang penting dalam mendukung masa tumbuh kembang balita. Mengingat salah satu faktor penyebab stunting adalah kekurangan zat gizi kronis khususnya pada 1000 HPK. Protein hewani juga memiliki asam amino esensial yang dapat mensintesis hormon pertumbuhan sehingga  berfungsi membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Kaimila dkk, 2019 memaparkan protein hewani 1 gr saja dapat menambah tinggi badan menurut usia sekitar 0,02 perbulannya. Diperkuat dengan penelitian Sari, dkk tahun 2022 bahwa keragaman asupan protein hewani memiliki hubungan signifikan terhadap status gizi Panjang Badan atau Tinggi badan berdasarkan Usia pada balita. Sehingga jika anak banyak mengkonsumsi aneka ragam protein hewani dapat terhindar dari masalah stunting.
Susu  merupakan salah satu  sumber protein alternatif yang bisa  dikonsumsi untuk mencegah stunting pada balita. Susu sapi mengandung zat gizi lengkap seperti Kalori 61kg, protein 3,06%, karbohidrat 4,3g, lemak 1,77%, kalsium 143mg, fosfor 60mg, zat besi 2mg. Selain itu juga mengandung berbagai jenis vitamin seperti 0,03 mg Thiamin,  0,03 mg asam askorbat, 1 mg Riboflavin,  vitamin A, dan berbagai jenis asam amino yang sangat penting untuk pertumbuhan tubuh. Selain itu, kalsium dan magnesium juga merupakan nutrisi pencegah stunting pada anak. Pasalnya, kalsium yang terkandung dalam susu mempunyai khasiat mencegah pengeroposan tulang, mencegah kerusakan  gigi, mencegah penyakit mulut, dan menguatkan tulang. Berdasarkan penelitian Rumondor et al. pada tahun 2019, terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan konsumsi susu dengan terjadinya stunting. Hal ini diperkuat dengan penelitian Mardian et al, 2020 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan konsumsi susu dengan Tinggi Badan berdasarkan umur. Namun jenis susu dan ukuran tubuh tidak ada hubungannya. Dapat disimpulkan bahwa kandungan gizi yang lengkap pada susu dapat menjadi alternatif asupan untuk mencegah stunting pada balita.
Rendahnya konsumsi susu di Indonesia berkaitan dengan tingginya kejadian stunting pada balita di Indonesia. Menurut beberapa pandangan Masyarakat Indonesia khususnya golongan masyarakat menengah ke bawah menganggap bahwa susu merupakan produk yang memiliki harga mahal atau dianggap sebagai makanan mewah dipersepsikan sama dengan daging, Oleh karena itu, salah satu penyebab rendahnya konsumsi susu di Indonesia adalah faktor ekonomi. Konsumsi susu  Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara-negara ASEAN atau negara maju yang tingkat konsumsi susunya tinggi. Data berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi susu hanya 16,27 kg per orang per tahun. Hal itu berhubungan dengan kejadian stunting yang tinggi di Indonesia karena kurangnya asupan protein yang mendukung pada masa pertumbuhan balita. Namun belum ada penelitian yang menjelaskan hubungan rendahnya konsumsi susu dengan kejadian prevalensi stunting yang tinggi karena penyebab stunting di Indonesia bukan hanya disebabkan oleh rendahnya konsumsi susu. Tetapi karena dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya tingkat kecukupan asupan zat gizi, inisiasi menyusui dini, sanitasi hygiene, riwayat infeksi dan ketahanan pangan (Siringoringo et al, 2020). Oleh karena itu belum ditemukan hubungan signifikan antara rendahnya konsumsi susu dengan tingginya kejadian stunting karena tingginya prevalensi stunting di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sehingga diperlukan penelitian terbaru dan adanya riset lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Walaupun susu bisa dijadikan alernatif pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi balita, namun kebutuhan zat gizi dari asupan makanan juga penting untuk diperhatikan, karena kebutuhan zat gizi dari makanan memang tidak bisa digantikan oleh segelas susu. Asupan protein hewani lain seperti ikan-ikanan yang mengandung tinggi omega-3 diperlukan untuk pertumbuhan tubuh. Selain itu, balita memerlukan asupan zat gizi mikro yang cukup, seperti berbagai jenis mineral dan vitamin, yang banyak terdapat pada sayur-sayuran dan buah-buahan juga diperlukan dan tidak dapat digantikan hanya dengan konsumsi susu. Penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh dkk, 2022 menjelaskan bahwa zat gizi yang harus dipenuhi dalam masa pertumbuhan yaitu zat gizi makro seperti lemak, karbohidrat, protein Dan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Karena tidak adanya satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi tersebut, maka perlu mengkonsumsi beraneka ragam jenis pangan untuk mencakup lima nutrisi penting dalam jenis dan porsi yang sesuai. Supaya balita dapat bertumbuh kembang secara maksimal dan terhindar dari retardasi pertumbuhan, diperlukan  asupan  gizi seimbang yang  terdiri dari zat-zat energi, pengatur, dan  pembangun. Oleh karena itu, susu dianjurkan untuk dikonsumsi sebagai asupan zat pembangun dalam memenuhi kebutuhan zat gizi balita pada masa pertumbuhan dengan tetap memperhatikan asupan dan menyediakan ragam makanan bergizi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H