Haikal Yusuf (Ketua Aliansi Rakyat Melek Politik/ARAMPO)
Pilpres yang berlangsung pada tanggal 17 April 2019 berjalan dengan aman, damai dan demokratis dimana masyarakat dengan antusias berpartisipasi ke TPS untuk menyuarakan suaranya. Bahkan tingkat partisipasinya sangat tinggi, yaitu mencapai 81%.
Berdasarkan pemilu yang jujur dan adil tersebut Jokowi-KH.Maruf Amin berhasil memperoleh suara 85.607.362 atau 55,50%. Hal ini tidak aneh mengingat Jokowi sebagai petahana terbukti mampu mengemban amanah rakyat Indonesia di periode pertamanya. Malah yang aneh kenapa cuma memperoleh angka segitu apabila memang curang yang TSM??!!!
Ketika Tim BPN 02 "memaksakan kehendak" mereka untuk MENANG tentunya akan melukai hati rakyat Indonesia, bahkan memicu konflik antar saudara sebangsa yang sudah terlanjur terpolarisasi ini. Apalagi mereka mengklaim kemenangan sebesar 52% nya hanya berdasarkan survei internal BPN yang subyektif seakan tidak peduli dengan KEHENDAK RAKYAT!!
Selain itu, mereka secara sistematis juga telah menyusun skenario chaos yang dimulai dari narasi-narasi imajiner kecurangan yang diulang terus menerus tanpa menunjukkan bukti yang SAH di mata hukum, klaim kemenangan tanpa menunjukan angka yang valid dengan metode survei yang kredibel, dan upaya mendelegitimasi kepercayaan publik pada lembaga Penyelenggara Pemilu dan lembaga Peradilan.
Seperti menuduh KPU curang, tidak percaya kepada Bawaslu, menggiring Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan sengketa diluar kewenangannya (di luar hasil penghitungan suara), bahkan sampai menuduh MK sebagai bagian dari rezim yang korup padahal prosesnya saja belum dimulai. Apakah harus memihak kepada mereka (walaupun salah) agar bisa dianggap jujur dan adil????
Jangan setiap pihak yang menjalankan tugasnya sesuai dengan hukum yang berlaku lalu dituduh CURANG!!
Mari kita ikuti hal yang sesuai dengan ketentuan hukum dan UU yang berlaku di Indonesia, agar tidak main hakim sendiri dan belajar berdemokrasi yang benar.
Penyebaran berita bohong, hoax, fitnah, penggunaan sentimen suku, agama, ras dan penggunaan metode firehose of falsehood sebagai teknik propaganda politik sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan tidak membangun kehidupan politik yang demokratis. Karena para elit politik adalah panutan rakyat, seharusnya mencontohkan hal-hal yang baik bukan malah sebaliknya sehingga rakyat pun akan mengalami pendewasaan demokrasi.
Â
Seharusnya pihak oposisi bersikap selayaknya Negarawan, toh dengan begitu justru akan meraih simpati rakyat Indonesia dan tidak ada lagi cebong dan kampret diantara kita!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H