PLN menjelaskan bahwa Kementerian Perindustrian dalam hal ini tidak mau melonggarkan aturan TKDN untuk pembiayaan luar negeri. Beberapa proyek pembangkit listrik yang terhambat tersebut diantaranya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Upper Cisokan PS, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Matenggeng PS, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu, dan lain sebagainya (industri.kontan.co.id, 25/1/2024).
Secara total, ada sekitar 20 pembangkit listrik yang menjadi terhambat karena jumlah komponennya tidak sesuai dengan aturan TKDN, dan hampis emua pembangkit listrik tersebut merupakan pembangkit yang menggunakan energi terbarukan (cnbcindonesia.com, 29/5/2024). Pihak yang paing dirugikan dari adanya hal tersebut tentu adalah masyarakat yang menjadi tidak bisa mendapatkan manfaat dari pembangkit tersebut.
Tidak hanya sektor energi, TKDN juga menjadi penghambat terhadap industri penerbangan. Hal ini dikarenakan banyak dari perusahaan penerbangan di Indonesia yang kesulitan untuk mengimpor suku cadang pesawat yang disebabkan adanya aturan TKDN. Belum lagi, pemerintah juga mengenakan pajak impor terhadap komponen suku cadang pesawat, yang tentunya berperan terhadap tingginya harga tiket untuk penerbangan dalam negeri di Indonesia (majalah.tempo.co, 30/6/2024).
Adanya aturan TKDN untuk industri penerbangan ini dimaksudkan untuk membantu dan mendukung industri komponen dalam negeri. Tetapi kenyataannya, banyak industri komponen di dalam negeri tersebut yang belum siap, dan hal ini semakin menyulitkan para pelaku usaha penerbangan yang ada di Indonesia (majalah.tempo.co, 30/6/2024).
Kembali dengan pembahasan sebelumnya terkait dengan manfaat, berdasarkan beberapa kasus di atas, dalam praktiknya kebijakan TKDN justru berpotensi menghasilkan dampak yang kontraproduktif dari yang diinginkan. Bila sektor industri seperti sektor energi terbarukan menjadi terhambat misalnya, karena investasi dan pendanaan luar negeri susah untuk masuk, maka akan semakin sedikit lapangan kerja yang akan terbuka bagi masyarakat.
Selain itu, mendukung industri dalam negeri, tetapi bila industrinya belum siap, seperti industri komponen suku cadang pesawat, tentunya akan membawa dampak yang negatif. Hal ini akan menyusahkan para pelaku industri lainnya yang sangat bergantung pada industri tersebut.
Sebagai penutup, kebijakan regulasi dengan menetapkan jumlah minimum komponen dalam negeri yang tertuang dalam TKDN merupakan bentuk kebijakan nasionalisme ekonomi yang keliru dan merugikan banyak pihak. Sudah seharusnya, di era globalisasi yang semakin pesat, kita meninggalkan berbagai kebijakan yang menutup diri, dan mengadopsi langkah kebijakan ekonomi yang semakin terbuka.Â
Referensi
https://industri.kontan.co.id/news/sejumlah-proyek-pln-terganjal-tkdn-nilainya-capai-rp-515-triliun