Selain itu, peneliti dari lembaga riset Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan bahwa, industri lokal di Indonesia dalam hal ini siap untuk memproduksi barang elektronik untuk konsumen kelas menengah ke bawah. Hal ini mencakup berbagai macam barang-barang elektronik seperti kulkas dan juga pendingin ruangan (AC) kategori low-end dengan harga yang terjangkau (bbc.com, 12/4/2024).
Hal ini tentu jauh berbeda dengan berbagai barang elektronik high-end yang menggunakan teknologi mutakhir dan memiliki harga yang cukup tinggi. Barang-barang high-end tersebut saat ini masih sangat sulit untuk bisa diproduksi di dalam negeri. Dengan demikian, setiap produsen memiliki pangsa pasarnya masing-masing.
Tidak hanya merugikan konsumen, adanya kebijakan ini juga akan berdampak pada sisi pelaku usaha, khususnya para pemasok produk, seperti para pemilik toko elektronik. Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) misalnya, menyatakan bahwa adanya aturan ini akan membuat importir produk menjadi semakin mengecil, yang akan mengganggu pasokan barang (cnbcindonesia.com, 29/4/2024).
Belum lagi, Indonesia dalam hal ini juga sudah tergabung ke beberapa perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement) dengan beberapa negara lain seperti ASEAN -- China Free Trade Agreement dan juga ASEAN - Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP). Dengan demikian, pemerintah tidak bisa semuanya menetapkan aturan pembatasan impor dengan alasan untuk melindungi produk dalam negeri.
Sebagai penutup, kebijakan proteksionis secara umum, termasuk juga kebijakan proteksi barang-barang elektronik, merupakan langkah yang akan berpotensi membawa kerugian. Hal ini tidak hanya menimpa konsumen, tetapi juga terhadap berbagai pemilik usaha di Indonesia, diantaranya adalah para pedagang dan pemasok barang elektornik. Dengan demikian, kebijakan tersebut berpotensi akan menguntungkan industri tertentu di dalam negeri, sementara di saat yang sama juga membawa dampak negatif terhadap sektor usaha lainnya.
Selain itu, upaya untuk meningkatkan kualitas produk-produk dalam negeri harus lah dilakukan melalui kebijakan yang mendorong adanya persaingan bebas dan juga menjaga hak konusmen untuk bebas memilih produk yang mereka inginkan. Adanya kebijakan proteksionisme justru juga berpotensi akan semakin memperburuk kualitas produk dalam negeri, seperti yang terjadi pada industri otomotif di India, Negara tersebut memberlakukan kebijakan proteksionisme terhadap industri otomotifnya, sementara itu kita ketahui bahwa hampir tidak ada industri otomotif India yang bisa bersaing di pasar dunia (autocarindia.com, 10/4/2022).
Untuk membuat produk barang dengan kualitas yang baik dan bisa dijangkau oleh banyak konsumen bukan merupakan sesuatu yang mudah. Dibutuhkan banyak pengetahuan mengenai (know-how) dibalik pembuatan produk tersebut, dan hal itu tidak bisa didapatkan secara instan melalui kebijakan pembatasan perdagangan dan proteksionisme.
Referensi
https://www.bbc.com/indonesia/articles/c99zrjkyegpo