Rokok elektrik atau vape saat ini merupakan bagian yang sudah digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Saat ini, kita bisa dengan mudah mendapatkan berbagai produk-produk vape dengan berbagai variannya dengan sangat mudah, baik melalui toko fiisk maupun melalui dunia maya.
Fenomena semakin meningkatnya vape ini tentunya memiliki dampak langsung terhadap ekonomi dan pembukaan lapangan kerja. Saat ini misalnya, ada sekitar 100.000 pekerja di Indonesia yang bekerja di sektor rokok elektrik dan produk-produk nikotin alternatif. Tidak hanya itu, dengan 100.000 pekerja, pada tahun 2022 lalu saja industri vape di Indonesia sudah berhasil menyumbang pajak sekitar 629 miliar rupiah (vapemagz.co.id, 14/6/2022).
Angka ini tentu bukan jumlah yang kecil. Besarnya para pekerja yang bekerja di industry vape tentu juga harus masuk dalam perhatian para pembuat kebijakan yang meregulasi industri tersebut di Indonesia.
Di sisi lain, tidak sedikit pula pihak-pihak yang memiliki concern atau kekhawatiran terkait dengan semakin meningkatnya penjualan dan konsumsi vape di Indonesia. Beberapa lembaga di Indonesia misalnya, mengadvokasi pemerintah untuk memberlakukan kebijakan untuk melarang penggunaan vape di tanah air.
Concern atau kekhawatiran yang terbesar terkait dengan penggunaan rokok elektrik atau vape di Indonesia adalah pada aspek kesehatan. Sebagian pihak misalnya, berpandangan bahwa vape merupakan produk yang sama bahayanya, atau bahkan lebih berbahaya, bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Dengan demikian, vape atau rokok elektrik bila tidak dilarang, harus diregulasi sangat ketat dan juga dikenakan cukai yang tinggi.
Terkait dengan hal tersebut, lembaga kesehatan asal Inggris, Public Health England (PHE), beberapa tahun lalu mengeluarkan hasil laporan yang menyatakan bahwa rokok elektrik atau vape 95% jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Sangat penting untuk ditekankan di sini bahwa, 95% jauh lebih tidak berbahaya bukan berarti vape dan rokok elektrik merupakan produk yang 100% aman dan tidak mengandung resiko sama sekali. Hal ini berarti bahwa vape dan rokok elektrik masih memiliki resiko, tetapi resiko tersebut jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (McNeill, A., dkk. 2015. "E-cigarettes: an Evidence Update." Public Health England).
Oleh karena itu, vape atau rokok elektrik bisa digunakan sebagai alat pengganti yang dapat membantu para perokok konvensional untuk berhenti merokok. Berdasarkan 78 riset yang dilakukan pada tahun 2022 lalu misalnya, berbagai produk nikotin alternative, salah satunya adalah rokok elektrik, bisa digunakan untuk membantu perokok berhenti merokok, setidaknya 6 bulan setelah mereka menggunakan produk rokok elektrik tersebut (Hartmann-Boyce, Jamie., dkk. 2022. "Electronic Cigarettes for Smoking Cessation." Cochrane Library).
Vape ilegal merupakan produk yang sangat berbahaya bagi konsumen, dan bisa menyebabkan hal yang sangat fatal. Tidak hanya itu, adanya peredaran vape ilegal juga berpotensi memberikan misinformasi kepada konsumen untuk mereka bisa memilih produk yang jauh lebih tidak berbahaya.
Selain itu, kebijakan mengenai substance apa pun secara ketat dan keras, juga berpotensi besar dapat semakin menyuburkan peredaran berbagai produk ilegal yang sangat berbahaya bagi konsumen, dan juga memperkuat kelompok kriminal. Salah satu contoh yang sering dijadikan acuan misalnya adalah kebijakan prohibition di Amerika Serikat di tahun 1920-an, di mana minuman beralkohol dilarang secara nasional. Kebijakan tersebut justru menjadi kontraproduktif dan menyuburkan berbagai minuman keras ilegal yang berbahaya bagi konsumen, dan juga memperkuat kelompok kriminal mafia yang menjual produk-produk tersebut.
Terkait dengan kebijakan vape misalnya, di negara tetangga kita, Australia, merupakan salah satu negara dengan aturan vape yang paling ketat di dunia. Konsumen yang ingin membeli dan menggunakan vape harus memiliki resep dari tenaga medis terlebih dahulu.