ESAY-BERPUISI
“Modernisasi adalah sebuah paradoks, baik dan buruk yang melebur bersama“
Haikal faqih
Bercerita tentang hidup adalah bercerita tentang sebuah paradoks, disatu sisi yang mengandung sisi yang lain. Saya bisa mengatakan bahwa era modernisasi hanya akan menghasilkan anak gadis kota yang haus akan pengakuan dan gengsi diri, mengupload sebuah video yang dinilai bertentangan dengan adat ketimuran. Akan tetapi saya juga dapat mengatakan bahwa si anak gadis kota mampu memanfaatkan ketenarannya dengan cara open endorse atau apapun cara untuk menghasilkan uang, digunakan untuk biaya hidup dan biaya pendidikan. Entah seberapa buruk yang ia lalui, akan tetapi inisiatif kebaikan tetaplah ada pada dirinya. Tanpa keburukan tak berlakulah kebaikan yang lain, jadi satu sisi dapat menghasilkan sisi yang lain.
Bagaimana memahami satu sisi dengan memahami sisi yang lain? memanfaatkan kenyataan hidup untuk menantang kemajuan zaman, menjadikan bangsa yang kuat, kokoh dan tangguh menghadapi ketidakpastian-ketidakpastian peradaban.
Bagaimana cara memandang ketika tidak mengetahui sebuah paradoks? Hanya meraba sisi yang lain kemudian ketika cahaya dinyalakan ternyata hanya sebuah ruang yang kosong? Ada orang yang mengatakan modernisasi hanya akan menghasilkan pemuda-pemuda yang individualistis, materialistis dan sepi-jiwaistis. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa dengan era modernisasi akan menghasilkan pemuda-pemuda yang bergerak dengan kemajuan zaman dan mampu bertahan hidup menghadapi pergerakan waktu.
Paradoks ini tidak akan pernah bisa dihindarkan oleh masyarakat suatu negara dengan sistem yang terbuka, termasuk di Indonesia. Salah satu paradoks negeri ini terkait modernisasi adalah arus informasi yang bergerak sangat cepat.
Kita dapat mengatakan bahwa dengan era modernisasi maka masyarakat suatu negara akan memiliki informasi yang banyak. Informasi yang banyak adalah sebuah paradoks, memiliki sisi kebaikan ataukah keburukan. Ketika kita mengatakan bahwa era modernisasi hanya akan menyediakan informasi yang buruk maka kita hanya melihat keburukan dari sebuah sisi, sedangkan ketika memahami paradoks maka sebenarnya era modernisasi juga menyediakan kebaikan dari sebuah sisi. Informasi yang banyak terdiri dari informasi yang buruk dan baik, yang melebur secara bersama-sama.
Yang menjadi masalah pada saat ini adalah, bagaimana menghindarkan informasi yang buruk? Apakah memang perlu dihindarkan?. Menghindarkan informasi yang buruk adalah berhenti untuk melihat informasi tersebut- menghindar. Menghindarkan adalah sebuah upaya penuh dari individu atau upaya kedalam diri. Pada saat ini upaya yang diwujudkan adalah upaya dari luar, memaksimalkan peran pemerintah untuk membatasi informasi-informasi yang buruk seperti informasi terkait isu SARA dan pornografi. Kita hanya sebatas menunggu pemerintah bekerja sedangkan kita sibuk untuk menanam benih keinginan untuk menyaksikan informasi yang buruk itu. Jika tidak ada keinginan dari dalam diri untuk menghindar maka kita pun sedang menyiapkan waktu untuk bertabrakan.
“Tanpa aku yang berada didalam, upaya luarmu masuk saja tanpa permisi. Ada aku didalam, upaya luarmu izin saja mesti permisi”
Tentu tidak mudah untuk menghindar, diperlukan sebuah benteng diri yang kuat dan dibangun diatas aspek nilai, etika, moral maupun agama. Kombinasi antara individu dan pemerintah lah yang dapat menghindarkan informasi yang buruk ini, sedangkan bagi individu yang tidak ingin berperan maka ia sedang menyiapkan waktu untuk bertabrakan.