Sekelompok orang yang terdiri dari akademisi dan aktivis 98 mendatangi KPK pada Selasa, 7 Januari 2025. Mereka datang untuk mendesak KPK agar menindaklanjuti laporan dugaan KKN dan pencucian uang keluarga Jokowi.
Selain karena rilis OCCRP yang menempatkan Jokowi sebagai salah satu finalis pemimpin paling korup di dunia, juga lantaran harta kekayaan Jokowi meningkat 186,2 persen selama dua periode menjabat sebagai Presiden.
Menanggapi hal itu, Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menilai, kelompok yang mempermasalahkan kenaikan harta kekayaan Jokowi adalah orang-orang yang tidak pandai "membaca" LHKPN.
"Sangat memalukan sekelas akademisi dan aktivis 98 tidak pandai "membaca data" LHKPN. Mereka hanya melihat kenaikan jumlah harta kekayaan Jokowi tanpa menganalisa penyebab kenaikannya. Padahal bisa diketahui dari LHKPN tersebut," kata R Haidar Alwi, Rabu (8/1/2025).
Menurutnya, kenaikan harta kekayaan Jokowi disebabkan oleh melonjaknya harga properti tanah dan bangunan, bertambahnya kas dan setara kas serta lunasnya hutang.
Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2019 Jokowi melaporkan kepemilikan atas 20 bidang tanah dan bangunan senilai Rp45.633.588.000. Sedangkan pada tahun 2023 nilai tanah dan bangunannya naik menjadi Rp74.195.950.000.
"Dengan demikian terjadi lonjakan harga properti senilai Rp28.562.362.000 atau setara 62,59 persen," imbuh R Haidar Alwi.
Selain itu, pada tahun 2019 Jokowi melaporkan kas dan setara kas sejumlah Rp8.928.471.262. Sedangkan pada tahun 2023, jumlah kas dan setara kas Jokowi bertambah menjadi Rp20.835.485.076.
"Dengan demikian terjadi penambahan kas dan setara kas sebanyak Rp11.907.013.814 atau setara 133,36 persen," sambung R Haidar Alwi.
Sementara pada tahun 2019 Jokowi melaporkan utang Rp861.358.369. Sedangkan pada tahun 2023, saldo utang Jokowi menjadi Rp0.