Mohon tunggu...
hagi doank
hagi doank Mohon Tunggu... -

wah... gw gimana ya? Ga ada yang istimewa dari diri gw. Gw biasa-biasa aja. Bahkan mungkin sangat biasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Aku Dilahirkan Seperti Ini? (part 2)

8 Desember 2009   06:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:01 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini sebenarnya copy dari tulisan saya kemarin. Karena entah mengapa tulisan saya itu hilang dari arsip saya. Entah saya lupa mengklik delete atau pihak admin kompasiana yang memang menghapus tulisan saya. Tapi saya tidak yakin pihak admin kompasiana menghapus tulisan saya begitu saja, karena biasanya ada pemberitahuan alasan penghapusan dari pihak admin kompasiana. Makanya saya tidak begitu yakin. Kalau seandainya pun penghapusan ini dari pihak kompasiana saya minta pemberitahuan dan alasannya agar saya bisa mengkoreksi letak kesalahannya. Maka dari itu ijinkan saya mengedit sedikit tulisan saya ini. Buat saya tidak apa-apa untuk publish kali ini tidak di masukan ke dalam ruang kompasiana, tapi izinkan tulisan ini ada dalam arsip saya. Terimakasih.

Bagi yang sudah membaca tulisan saya kemarin saya ucapkan banyak terima kasih telah meluangkan waktunya membaca tulisan saya ini. Dan yang sudah memberikan komentar tapi belum sempat saya baca seperti dari ibu pipit senja dan bung hadi samsul saya ucapkan terima kasih. Dan bagi yang belum membaca tulisan saya, inilah tulisannya. Tulisan ini juga sambungan dari tulisan yang berjudul sama yang saya publish beberapa hari yang lalu. Dan buat pembaca yang ingin membaca bagian pertama. Klik saja profil saya atau bisa masuk ke www.kompasiana.com/hagiraymond.

4 tahun yang lalu aku memutuskan untuk merantau ke tanah raja Abdullah ini, Saudi Arabia. Pada awalnya orang tuaku tidak menyetujui keputusanku ini. Mereka khawatir karena jangankan merantau ke luar negeri, merantau ke luar kota saja aku belum pernah. Tapi keputusanku sudah bulat bahwa aku harus pergi. Aku sudah cape tinggal di indonesia dengan penuh semu dan penuh kepura-puraan. Aku lelah menjadi aktor yang setiap saat harus berakting. Berakting di depan orang tuaku, keluarga, teman dan lingkungan sekitarku hanya untuk menutupi siapa diriku sesungguhnya.

Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya bahwa aku selalu menepis dan menolak keadaanku ini. Aku selalu berontak karena aku benar-benar ingin menjadi laki-laki normal yang bisa mencintai perempuan seutuhnya. Maka dari itu beberapa kali aku mencoba menjalin hubungan dengan perempuan. Pertama kali di saat aku duduk di bangku kelas 2 SMU. Tapi usahaku ternyata sia-sia saja. Tidak ada perasaan indah yang aku dapatkan, tidak ada getaran yang aku rasakan saat aku di dekatnya. Tidak ada kerinduan bila aku tak bertemu dengannya. Sampai akhirnya aku lelah dan tak tahan lagi. Aku pun memutuskan hubungan itu.
Selang setahun aku kembali mencoba menjalin hubungan dengan adik kelasku. Kejadian yang sama terulang. Dalam waktu hanya 3 bulan aku pun memutuskan hubungan itu. Saat itu aku hanya bisa merenung dan meratapi nasibku. Aku belum berani menghujat Tuhan. Meskipun sering kali aku bertanya, mengapa aku di lahirkan, mengapa Tuhan menciptakan aku dengan kelainan, dan mengapa Tuhan tidak memberikan cinta yang sesungguhnya kepadaku.

Menginjak usia 21 tahun,aku semakin takut dengan hidupku. Aku takut bagaimana kalau kedua orang tuaku menuntutku untuk segera menikah. Bagaimana kalau di usia tuaku aku hidup tanpa istri dan keturunan. Bagaimana, bagaimana dan bagaimana. Hanya kata-kata itu yang terus menghantuiku. Sampai suatu saat aku bertemu dengan seorang perempuan cantik yang begitu baik dan sangat tulus mencintaiku. Bagiku mungkin dia lah yang paling sempurna buatku. Tapi lagi-lagi cinta itu tak mau menyentuhku,cinta itu tau mau mengetarkan hatiku. Aku pun memutuskan mundur. Aku tidak ingin perempuan secantik dan sebaik dia mendapatkan laki-laki seperti aku. Aku ingin dia mendapatkan laki-laki yang bisa mencintainya dari hati. Saat itulah aku menangis dan bahkan menjerit. Aku berani menghujat Tuhan karena batas kesabaranku terlewati sudah. Aku tak kuat lagi menanggung semuanya bahkan sering aku ingin mati saja. Beberapa bulan aku hidup dalam keputusasaan sampai aku menyadari aku salah telah menghujat Tuhan. Aku kembali berpikir positif. Bahwa aku harus terus mencoba. Tapi untuk saat itu aku butuh kehidupan yang lain.Sampai akhirnya aku putuskan untuk meninggalkan indonesia tanah kelahiranku. Meninggalkan kedua orang tua,keluarga dan teman-temanku. Usahaku untuk pergi ke luar negeri tidaklah sulit, hanya dalam waktu satu bulan aku sudah mendapatkan visa kerja di salah satu restaurant di Riyadh, Saudi Arabia. (Aku tidak tinggal lama di Riyadh. Aku lebih banyak tinggal di Jeddah, tapi saat menulis cerita ini aku sedang berada di Riyadh untuk satu alasan yang nanti akan aku ceritakan).

Saudi Arabia!!! Saat pertama kali aku membayangkan negara itu yang ada dalam benaku adalah aku akan bisa merubah hidupku karena aku akan bisa banyak bergaul dengan orang-orang muslim sholeh karena Saudi Arabia negara dimana menjadi pusatnya muslim sedunia. Tapi ternyata dugaanku salah. Hidupku semakin hancur berantakan karena ternyata begitu banyak gay di Saudi Arabia yang tak pernah aku bayangkan sekali pun.

Bersambung...

Terimakasih banyak buat yang sudah meluangkan waktunya membaca tulisanku ini. Insya allah di lain waktu akan aku tulis lanjutan kisah hidupku ini Yang semoga bisa menjadi renungan dan bahan pelajaran buat kita semua.

Hagi Raymond
091209 Riyadh, Saudi Arabia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun